Sebuah pertanyaan klasik tentang perceraian muncul di “newsweek,” sebuah media sangat prestisius.
Siapa di antara suami atau istri yang “garang” mengajukan perceraian?
Perceraian antara suami istri biasanya dikarenakan alasan-alasan yang dianggap penting dan mendasar, misalnya, perselingkuhan, masalah keuangan, perbedaan agama, dan budaya.
Survei yang dilalukan Stanford Universiy menyimpulkan, inisiatif cerai paling sering datang dari pihak istri.
Survei itu menyebutkan bahwa enam puluh sembilan perceraian di dunia terjadi karena tuntutan dari wanita.
Menariknya, survei juga melampirkan data dari American Community Survey pada tiga tahun silam yang mengungkapkan bahwa wanita yang menikah pada usia tiga puluhan cenderung tidak gampang memutuskan cerai.
Sebab, hanya dua persen wanita berusia tiga puluh tahunan yang mengalami kegagalan pernikahan.
Namun, tingkat perceraian lebih tinggi terjadi pada karyawan wanita yang telah berusia lima puluh tahunan.
Survei melaporkan bahwa masalah utama yang paling peka memicu keputusan perceraian adalah komunikasi yang berlangsung hambar antara suami istri.
Kebiasaan memendam kesal terhadap pasangan, kata hasil survei, merupakan bom waktu yang menelan keharmonisan rumahtangga.
Lantas, siapa yang paling bahagia di antara wanita dan lelaki usai bercerai?
Cerai memang bukan hal yang diinginkan setiap pasangan menikah, tak ada yang menikah hanya untuk bercerai esok harinya.
Namun terkadang ketika masalah yang pelik tak bisa diatasi bersama, beberapa pasangan menikah memilih untuk berpisah saja.
Tapi untuk kebaikan siapa sebenarnya keputusan cerai?
Siapa yang lebih bahagia ketika setelah bercerai? Mungkin orang banyak pula yang berpikir seperti ini karena setelah cerai, masalah tak begitu saja selesai.
Berdasarkan hasil survey oleh AVVO yang dilakukan pada warga Amerika baik pria maupun wanita, menunjukkan bahwa ternyata wanita lah yang banyak menuntut cerai dibanding pria
Mengapa wanita yang lebih sering minta cerai?
Menurut seksologis dan profesor sosiologi University of Washington, Pepper Schwartz, Ph.D., hal ini dikarenakan kebanyakan wanita menganggap bahwa menyalahkan diri sendiri justru terlihat lemah, dan pria terlihat tidak gentle jika menyalahkan istrinya.
Dan siapakah yang lebih bahagia setelah cerai?
Ternyata wanita juga lah yang cenderung lebih bahagia.
Sebanyak tujuh puluh tiga persen wanita mengatakan bahwa mereka tidak menyesali keputusan cerai ini, dan hanya enam puluh satu persen pria mengatakan bahwa mereka puas dengan keputusan cerai.
Alasan mayoritas wanita lebih bahagia setelah cerai karena mereka merasa lebih nyaman sendirian, bisa lebih sukses, belajar mandiri dan merasa lebih bisa melakukan apa yang mereka inginkan.
Sebaliknya, pria cenderung takut menjalani hidup sendirian setelah sebelumnya mereka memiliki teman dan ada yang mengurus semua hal saat menikah.
Itu yang membuat para pria kurang bahagia setelah cerai.
Meski memang bukan keputusan yang baik dan diinginkan semua orang, namun perceraian memang tak bisa dipisahkan dari lika-liku rumah tangga.
Dan entah pihak mana yang lebih bahagia, semoga keputusan cerai bisa membuat kehidupan kedua belah pihak lebih baik ya.