close
Nuga Life

Terkuak, Rahasia dari Warna Kulit Manusia

Sebuah penelitian terbaru menguakkan pengkodean genetika dibalik pigmentasi  atau pewarnaan kulit ternyata lebih rumit daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Penelitian ini juga menjelaskan bahwa warna kulit melibatkan sejumlah gen yang telah diketahui dan tidak diketahui, tergantung dari mana Anda berasal.

Studi awal mengenai topik ini telah melihat warna kulit orang Eurasia dari garis lintang lebih tinggi.

Kali ini, para peneliti fokus pada sekitar empat ratus  individu dari populasi Khoesan di Afrika bagian selatan yang warna kulitnya lebih cerah dibandingkan orang Afrika khatulistiwa.

Temuan ini menunjukkan bahwa ketika pigmentasi kulit hampir seratus persen dapat diwariskan, genetika yang terlibat akan semakin rumit.

Apalagi jika Anda keturunan Afrika yang lebih dekat pada khatulistiwa.

Tim peneliti yang berasal dari berbagai negara tersebut merasa hal ini perlu diselidiki lebih lanjut.

“Afrika memiliki variabilitas fenotipik terbesar dalam warna kulit, namun belum mewakili skala yang lebih besar,” kata Alicia Martin, salah satu peneliti yang diungkapkan oleh laman Science Alert, Rabu, 06 Desember

Lewat penelitian ini tentu Anda menyadari bahwa setiap orang memiliki warna kulit yang berbeda.

Terutama pada orang yang berlainan ras.

Tapi pernahkah anda bertanya bagaimana perbedaan warna kulit ini terjadi?

Apakah benar hanya karena gen?

“Ada beberapa gen yang diketahui berkontribusi pada pigmentasi kulit, namun pada umumnya masih banyak lagi gen baru yang belum ditemukan,” imbuh peneliti dari the Broad Institute of MIT and Harvard in Massachusetts tersebut.

Warna kulit umumnya dianggap sebagai produk pilihan terarah, di mana varian gen bergeser dalam satu arah. Jadi dari kulit berwarna lebih gelap hingga cerah berada di garis lintang lebih tinggi.

Sedangkan kulit berwarna cerah hingga gelap di garis lintang lebih rendah.

Para peneliti membandingkan genom Khoesan dengan data pada 5.000 individu dari populasi di Afrika, Eropa, dan Asia.

Mereka menemukan bahwa populasi yang mendekati khatulistiwa menunjukkan tanda-tanda stabilitas seleksi.

Dengan kata lain, lebih banyak gen yang berpengaruh terhadap pigmentasi kulit. Hanya sekitar 10 persen dari gen ini sebelumnya telah dikaitkan pada perubahan warna kulit.

Tak hanya warna kulit, para peserta penelitian juga diwawancarai serta berat dan tinggi badan mereka dicatat.

Untuk mengukur warna kulit, para peneliti menggunakan alat yang disebut reflectometer.

Penelitian yang memakan waktu selama tujuh tahun ini mendapati bahwa pigmentasi pada orang Afrika ternyata jauh lebih poligenik. Dengan kata lain, pewarnaan kulit mereka dipengaruhi sejumlah gen yang bekerja sama.

Ini menunjukkan perbedaan besar pada kulit cerah milik orang Eurasia.

“Jika hanya berkonsentrasi pada subyek Eurasia, kita kehilangan sebagian besar gambaran keseluruhan,” ungkap para peneliti.

“Asal-usul keturunan Afrika Selatan Khoesan tampaknya tidak mencerahkan atau menggelapkan kulit. Sebaliknya, itu hanya meningkatkan variasi,” kata Martin.

Martin juga menjelaskan bahwa sebenarnya orang Khoesan kira-kira lima puluh persen lebih cerah daripada orang Afrika khatulistiwa.

Ia mengatakan pigmen lintang utara lebih homogen, sedangkan orang di garis lintang lebih rendah memiliki warna kulit lebih beragam – baik secara genetis maupun fenotipik.

Tim tersebut kemudian menemukan salah satu gen yang ditandai SMARCA2/VLDLR. Ini pertama kalinya gen tersebut dikaitkan dengan pigmentasi kulit pada manusia. Tampaknya gen tersebut memang berperan pada warna kulit orang Khoesan.

Sementara itu, mutasi gen lain juga ditemukan dalam frekuensi lebih tinggi pada orang Khoesan jika dibandingkan dengan orang Eropa

Ini mungkin telah dipilih atau didapatkan melalui aliran gen, bahkan mungkin berasal dari orang  Khoesan.

Penelitian ini menjawab berabagai pertanyaan mengenai pigmentasi kulit. Namun hal ini juga menunjukkan bahwa kisah tentang bagaimana genetika mempengaruhi warna kulit jauh lebih kompleks daripada yang diketahui selama ini.

Sekarang tim peneliti di balik studi terbaru ini ingin melihat lebih banyak analisis pigmentasi kulit yang dilakukan pada populasi di luar Eropa.

“Gambaran lengkap tentang arsitektur genetik pigmentasi kulit tidak akan lengkap kecuali jika kita dapat mewakili populasi yang beragam di seluruh dunia,” kata Brenna Henn, salah satu peneliti dari Stony Brook University, New York.