Kondisi trauma dapat menyebabkan seseorang merasa dalam bahaya
Gangguan stress pasca-trauma atau yang lebih dikenal dengan PTSD atau post-traumatic stress disorder adalah gangguan kesehatan mental yang cukup serius, diakibatkan oleh suatu kejadian yang menyebabkan seseorang trauma.
Meskipun pengalaman yang dialami seseorang tidak selalu seburuk apa yang mereka pikirkan, namun kondisi trauma dapat menyebabkan ia merasa dalam bahaya, hanya dengan mengingat suatu hal dari pengalaman tersebut.
Perubahan gaya hidup adalah salah satu cara untuk merubah pemikiran seseorang terhadap suatu hal dan diharapkan dapat mengurangi gejala seseorang yang mengalami PTSD.
Pengalaman seperti bencana alam, penganiayaan, kecelakaan, atau terorisme dapat dengan mudah kembali teringat oleh penderita PTSD melalui mimpi buruk, ingatan sekilas, ataupun ingatan yang mengganggu pikiran.
Orang yang mengalami PTSD sering kali tidak dapat mengekspresikan emosi, menarik diri dari berbagai rutinitas dan lingkungan sosial, serta mengalami berbagai gejala gangguan kognitif.
Dalam jangka panjang PTSD dapat memicu depresi dan panic attack. Mencari tahu penyebab trauma seseorang diperlukan untuk mengetahui bagaimana mencegah rasa trauma datang kembali.
Di samping itu, bergabung dengan kelompok dukungan terkait trauma tersebut dapat membantu mengingatkan bahwa kita tidak sendiri mengalami kondisi ini.
PTSD adalah gangguan kecemasan yang dipicu oleh pengalaman traumatis di masa lalu, seperti kecelakaan yang mengancam nyawa atau tindak kekerasan dalam keluarga.
Mengalami kejadian traumatis adalah hal yang berat untuk siapa saja. PTSD dapat memengaruhi siapa saja, baik pria dan wanita serta anak-anak dan orang dewasa.
Nah, sebuah penelitian yang dilakukan di Stanford University School of Medicine menemukan adanya perbedaan dampak trauma pada otak laki-laki dan perempuan, yang berhubungan dengan peningkatan kejadian PTSD.
Penelitian sebelumnya yang sudah lebih dulu terbit dalam Journal Depression and Anxiety menunjukkan bahwa anak perempuan yang mengalami trauma lebih rentan mengalami PTSD daripada anak laki-laki.
Penelitian baru dari Stanford University tersebut menunjukkan lewat scan MRI bahwa tak ada perbedaan struktur otak perempuan dan laki-laki yang tidak pernah mengalami peristiwa traumatis dalam hidupnya.
Akan tetapi, terlihat perbedaan yang mencolok pada otak perempuan yang pernah mengalami trauma dengan otak laki-laki yang pernah mengalami trauma.
Perbedaan ini ditemukan di bagian otak bernama insula. Insula bertugas untuk memproses emosi, beradaptasi terhadap perubahan, dan berempati.
Bagian insula yang menunjukkan perbedaan yang paling menonjol dikenal sebagai sulkus sirkular anterior.
Volume dan luas permukaan sulkus sirkular anterior lebih besar pada anak laki-laki yang pernah mengalami trauma.
Kebalikannya, sulkus sirkular anterior anak perempuan yang punya trauma ukurannya justru lebih kecil. Semakin dewasa, ukuran sulkus sirkular anterior ini terus mengecil sehingga perempuan menjadi semakin rentan terhadap PTSD.
Perbedaan yang terlihat antara otak anak laki-laki dan perempuan yang telah mengalami trauma psikologis bisa membantu menjelaskan perbedaan gejala trauma antar jenis kelamin.
Anak laki-laki dan anak perempuan memang bisa menunjukkan gejala trauma yang berbeda.
Beberapa gejala PTSD yang paling umum adalah muncul flashback atau kilas balik soal kejadian traumatis yang dialami secara tiba-tiba atau kalau ada pemicu yang sangat mirip dengan traumanya.
Selain itu, orang dengan PTSD mungkin kesulitan menjalin relasi dengan orang terdekat, susah tidur, dan terus-terusan merasa bersalah.
Akan tetapi, gejala yang muncul bisa berbeda-beda pada setiap orang.
Karena itu, para ahli menduga kuat bahwa penanganan PTSD mungkin saja perlu dibedakan, tergantung pada jenis kelamin seseorang.
Saat ini memang penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan untuk memastikan apakah penanganan PTSD perlu dibedakan berdasarkan jenis kelamin karena dampak trauma yang dialami pria dan wanita berbeda.
Sampai penelitian lebih jauh berhasil membuktikannya, penanganan PTSD biasanya dilakukan melalui psikoterapi dan beberapa jenis terapi psikologis lainnya.
Terapis akan menyesuaikan bentuk terapi apa yang paling sesuai dengan kondisi Anda secara khusus.
Karena itu, saat ini pun sebenarnya penanganan PTSD dan trauma masa lalu pasti berbeda-beda untuk setiap orang.