Laman kesehatan dan gaya hidup “hello sehat” kembali menulis dampak teknologi terhadap kejiwaaan.
Di era teknologi seperti sekarang ini, kejahatan marak terjadi, bahkan di dunia maya.
Ya, kasus kejahatan yang banyak terjadi melalui media sosial atau lebih akrab disebut dengan cyber bullying, memang sering kali memberi dampak buruk pada korbannya.
Mirisnya, banyak orang yang menganggap remeh dampak kekerasan di dunia maya.
Padahal, bahaya cyber bullying disebut-sebut bisa membuat sang korban ingin bunuh diri.
Bagaimana bisa?
Siapa yang tidak memiliki media sosial di zaman teknologi seperti sekarang ini?
Nampaknya, hampir sebagian besar orang memiliki akun media sosial.
Bahkan cenderung tidak dapat lepas, dari berbagai hal menarik yang ditawarkan oleh dunia maya.
Meski begitu, siapapun harus tetap waspada akan kejahatan yang bisa muncul kapan saja, termasuk penindasan di dunia maya atau cyber bullying
Pasalnya, ada berbagai bahaya cyber bullying yang bisa dengan mudah menjerat korbannya hanya karena kurang hati-hati dalam menggunakan media sosial.
Mirisnya, hal ini tidak hanya menimpa korbannya saja, tapi juga berlaku pada sang pelaku kekerasan di dunia maya.
Dilansir dari laman Science Daily, sebuah penelitian yang dipimpin oleh Profesor Ann John dari Swansea University Medical School, yang bekerja sama dengan para peneliti dari Oxford University dan Birmingham University, melakukan penelitian pada ratusan ribu anak muda di tiga puluh negara.
Penelitian tersebut menyoroti bahaya cyber bullying, baik pada pelaku dan korban, yang biasanya terjadi pada anak-anak muda di bawah 25 tahun.
Hasil penelitian yang dimuat dalam Journal of Medical Internet Research, menyatakan bahwa anak-anak muda yang menjadi korban kekerasan di media sosial lebih rentan untuk menyakiti diri sendiri hingga melakukan aksi bunuh diri.
Sementara mereka yang berperan sebagai pelaku, dua puluh persen berisiko lebih tinggi memiliki pikiran untuk bunuh diri bahkan mencoba melakukan bunuh diri.
Sebagian besar anak-anak muda yang menjadi pelaku dan korban penindasan di media sosia, tidak benar-benar mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
Hal ini dijelaskan oleh Paul Montgomery, seorang profesor dari Birmingham University, bahwa orang-orang yang terlibat dalam kasus kekerasan di media sosial pada dasarnya memiliki masalah traumatis yang hampir sama. Itu yang biasanya memotivasi para pelaku tindak kekerasan di dunia maya.
Pada awalnya, seorang remaja yang menjadi korban cyber bullying akan mengalami gangguan emosional dan fisik yang cukup parah.
Meliputi masalah emosional, perilaku, kesulitan dalam berkonsentrasi, serta sulit untuk bergaul dengan teman sebaya.
Tidak hanya itu, anak-anak korban kekerasan media sosial juga kerap merasakan sakit kepala yang terjadi berulang-ulang dan kesulitan tidur.
Bahkan satu dari empat remaja mengatakan bahwa mereka merasa tidak aman berada di sekolah.
Jika gangguan emosional ini tak ditangani dengan cepat, maka bukan tidak mungkin menyebabkan keinginan bunuh diri.
Sekecil apapun efek yang diakibatkan dari bullying, baik di dunia nyata maupun di dunia maya, tentu tidak bisa dianggap remeh.
Lambat laun, kondisi ini bisa membahayakan diri korban maupun pelaku hingga berujung pada terjadinya hal-hal yang mungkin tidak diharapkan.
Menurut Andre Sourander, MD, PhD, seorang psikiater anak di Turku University Finlandia, bahwa sebaiknya orang tua, guru di sekolah, bahkan remaja itu sendiri harus sadar dan paham akan bahaya yang ditimbulkan dari cyber bullying.
Jika Anda sebagai orangtua dan memiliki anak yang “aktif” di dunia maya, tidak ada salahnya Anda memantau setiap detail kegiatannya saat menggunakan media sosial.
Bangun situasi obrolan yang santai, lalu ajak remaja aja bicara dan katakan padanya untuk senantiasa berhati-hati dalam bergaul di dunia maya.
Sementara bila Anda sendiri adalah pengguna sosial, sebisa mungkin hindari melakukan hal-hal yang bisa memicu tindak kejahatan.
Sebagai gantinya, pergunakan semua akun media sosial Anda sesuai porsinya.