Emosi adalah luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat. Emosi dapat pula berarti perasaan intens yang ditujukan kepada seseorang atau sesuatu.
Emosi dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni emosi positif seperti gembira, bersyukur, merasa beruntung, dan sebagainya dan emosi negatif(di antaranya, marah, sedih, tegang, iri hati, merasa bersalah, dan malu.
Emosi itu perlu distimulasi. Sering melihat kan anak yang seenaknya memarahi pengasuh di rumah atau ngamuk kepada temannya. Itu pertanda anak tidak dapat mengendalikan emosi. Bisa dibayangkan kelak saat anak harus bersosialisasi dengan teman-temannya.
Selain itu, orangtua juga perlu mengenal emosi anaknya, sehingga komunikasi antara orangtua dan anak dapat terjalin dengan baik. Kapan ia sedang senang, sedih, dan lainnya, sehingga komunikasi dapat dilakukan dengan tepat.
Ketika anak menunjukkan muka marah, alihkan dulu perhatiannya pada hal-hal yang menyenangkan, setelah kemarahannya mereda, barulah ajak ia membicarakan permasalahannya.
Sebaliknya, anak pun perlu dilatih untuk mengenali emosi orangtuanya. Ia tahu kapan mood orangtuanya bagus, kapan tidak.
Sering kali terjadi, orangtua sedang banyak persoalan, tetapi karena ketidaktahuannya, si anak justru meminta perhatian lebih dengan melakukan hal-hal yang membuat orangtua semakin emosional. Akibatnya, tanpa disadari anak menjadi sasaran kemarahan orangtuanya.
Namun semua hal ini takkan terjadi bila setiap pihak mengenali emosi masing-masing, hubungan orangtua dan anak pun tetap terjaga harmonis.
Menurut para ahli, anak balita sebenarnya sudah bisa memperlihatkan emosi atau suasana hati yang mereka rasakan pada orangtua. Namun, emosi ini umumnya ditanggapi orangtua sebagai “sinyal” akan rasa lapar, mengantuk, dan tidak nyaman karena popok yang telah penuh.
Seperti dikutip dari Psychology Today, Victoria Manion Fleming, Psikolog, mengatakan “Selain pendidikan, sebaiknya orangtua juga mengajarkan anak untuk cakap dalam mengelola emosinya. Sebab, kualitas perilaku merupakan bekal yang terbilang penting untuk masa depan anak,”
Apabila buah hati Anda mudah marah, mengamuk, dan menangis, lain waktu emosi mereka sedang memuncak, bantulah sang buah agar tenang dengan langkah berikut:
Pantangan untuk orangtua dalam menangani anak yang suka marah-marah adalah meresponnya dengan omelan, pukulan, dan hukuman. Sebab, hal seperti itu hanya akan membuat si kecil semakin frustrasi dan menganggap Anda sebagai musuh.
Redakan amarah anak dengan menggenggam tangannya dan tataplah matanya, tenangkan si dia dengan usapan yang nyaman pada pundak serta punggung.
Kemudian, setelah emosinya mereda, ajak anak bicara baik-baik dengan menanyakan apa yang menyulut emosinya. Setelah anak menjelaskan, berikanlah nasihat positif bahwa kebiasaannya tersebut dapat membuatnya sesak napas, kepalanya pusing, dan matanya perih karena berteriak-teriak sembari nangis.
Selain itu, Anda sendiri sebagai orangtua dan panutan dalam keluarga, jangan terbiasa marah-marah di rumah, apalagi di depan anak. Ingat, anak selalu mencontoh apa yang dilakukan oleh orang-orang terdekatnya.
Apabila si kecil mudah merasa sedih, ini berarti ia memiliki hati yang sensitif dan terlampau peka.
Jangan menyudutkan anak dengan menyebutnya cengeng, sebaliknya hiburlah hatinya saat sedang merasa muram dengan melakukan berbagai hal yang ia sukai, entah makan es krim, menonton tayangan kartun favoritnya, sembari mengajaknya berbagi kesedihan yang ia rasakan pada Anda.
Anak yang mudah sedih umumnya merasa kesepian, maka dari itu ketika Anda mendengarkan keluh kesahnya, itu akan membesarkan hati dan meringankan beban pikirannya.
Hanya karena anak takut tidur di dalam kamar yang gelap, Anda langsung melabelinya sebagai si penakut atau si pengecut. Hentikan kebiasaan memberikan julukan bermakna negatif, cara ini hanya akan meluruhkan rasa percaya diri anak.
Sebenarnya, wajar saja kalau si kecil takut dengan kegelapan, atau tidak berani bermain dengan hewan-hewan tertentu. Sebagai orangtua sudah kewajiban Anda melindungi anak dari hal-hal yang membuat mereka ketakutan, tetapi juga jangan berlebihan.
Cari tahu apa yang menyebabkan si kecil takut dan latihlah dirinya secara perlahan untuk menaklukan fobianya tersebut, agar tidak terbawa-bawa ketika mereka dewasa.
dikutip dari nakita dan psychologi today