Gunung Sinabung di Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara, masih menunjukkan peningkatan aktivitas. Sejak pukul 00.00 WIB hingga 06.00 WIB, Selasa, 31 Desember 2013, telah terjadi 39 kali guguran lava pijar. Jumlah warga yang mengungsi pun makin membludak.
“Terlihat asap putih tebal-kecoklatan setinggi 150-3.500 meter. Teramati luncuran guguran lava pijar 1.000-1.500 meter dan awan panas ke arah Tenggara sejauh 1.000-2.500 meter,” tulis Kepala Pusat Data dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugraho, dalam rilis yang diterima “nuga.co,” seperti di ungkapkan Arminsyah, dari Medan , Selasa siang.
Gunung tertinggi di Sumatera Utara tersebut sudah sembilan kali erupsi sejak kemarin. Ketinggian letusan kisaran 1.000 sampai 7.000 meter. Pada pukul 22.24 WIB semalam, dengan menggunakan Thermalcam teramati tinggi kolom erupsi 7.000 meter dan jarak luncur awan panas sejauh 3,5 kilometer ke arah Tenggara.
“Lama gempa erupsi 288 detik. PVMBG tetap menetapkan status level IV dan radius lima kilometer dari puncak kawah harus bebas dari aktivitas penduduk,” terangnya.
Lantaran aktivitasnya masih tinggi, warga yang ada di sekitaran gunung memilih meninggalkan pemukiman mereka. Hingga Senin 30 Desember sore jumlah pengungsi mencapai 19.126 jiwa dan tersebar di 31 titik pengungsian. Ada penambahan sekira 305 jiwa, dari sehari sebelumnya.
“Aparat TNI dan Polri terus melakukan patroli agar warga yang belum mau mengungsi segera kembali ke pengungsian. Warga di Desa Sukameriah, Desa Guru Kinayan, Desa Bekerah, Desa Simacem, dan Desa Sukanalu, kita pastikan agar betul-betul mengungsi demi keselamatannya,” imbaunya.
BNPB akan melakukan rapat evaluasi dan koordinasi bersama PVMBG dan kementerian/lembaga untuk mematangkan rencana kontinjensi dengan skenario terburuk dari erupsi Sinabung. “Gubernur Sumut telah memerintahkan seluruh SKPD untuk membantu penanganan pengungsi Sinabung mulai hari ini,” tutupnya.
Sinabung berstatus Awas sejak November 2013. Pemerintah pun meminta warga yang bermukim di radius lima kilometer dari kawah untuk mengungsi. Wilayah mereka masuk dalam zona berdampak, jika erupsi terjadi.
Namun saat ini, bukan hanya warga di radius tersebut yang khawatir dengan aktivitas gunung yang terus menunjukkan peningkatan tersebut.
Ina Sembiring, warga Desa Kutambelin, mengungkapkan, meski daerahnya berada pada radius aman, namun lava pijar dengan intensitas dan volume tinggi yang keluar dari kawah sejak kemarin, membuat dirinya dan seluruh keluarga memilih tinggal di pengungsian.
“Dari tempatku terlihat sekali lava pijarnya. Jadi meskipun kata pemerintah aman, daripada tiap saat ketakutan kami akhirnya mengungsi. Saya ke pengungsian, karena suamiku harus kerja di Berastagi. Keluarga yang lain ada yang mengungsi ke rumah saudara di Medan dan Sibolangit,” ujarnya.
Kekhawatiran yang sama juga disampaikan Mulia Tarigan, warga Desa Naman, Meski tidak mengungsi, dia mengaku sejumlah pemuda di desanya secara bergantian melihat ke arah gunung tiap lima menitnya. Aksi bersama itu sebagai bentuk kesiagaan jika erupsi puncak terjadi.
“Kami sudah sepakat untuk tidak mengungsi seluruhnya. Kami pun bergantian tiap lima menit melihat ke gunung. Sengaja kami pilih tempat berjaga yang memang dapat melihat lurus ke kawah. Dua hari ini memang luar biasa aktifnya. Selama ini enggak pernah seaktif itu,” sebutnya.