Hipertensi kini mejadi wabah dan statusnya menjadi penyakit global yang menyentuh semua makhluk manusia bumi. Hipertensi, menurut peneltian terbaru dari WHO sudah menjadi tren penyakit di semua belahan dunia. Ia tidak lagi menjadi perbincangan di negara maju, tapi sudah merambah kawasan negara terpencil dan miskin.
Hipertensi, sebagai penyakit, merupakan faktor risiko dari banyak cabang penyakit mematikan antara lain stroke, penyakit jantung, gagal ginjal, dan penyakit-penyakit lainnya. Karena itu pengobatan hipertensi merupakan hal yang penting untuk dilakukan, selain perubahan gaya hidup.
Tekanan darah tinggi tidak lagi menjadi isu kesehatan serius di negara-negara Barat saja, tetapi juga menimbulkan dampak pada setiap lapisan masyarakat, kaya dan miskin, di kota dan desa.
Tekanan darah tinggi atau hipertensi menyebabkan serangan jantung, stroke dan gagal ginjal. Para pakar mengatakan, tahun lalu hipertensi menjadi penyebab 45 persen kematian akibat serangan jantung dan 51 persen kematian akibat stroke di seluruh dunia.
Penelitian tentang Kesehatan Orang Dewasa dan Lansia yang dilakukan Organisasi Kesehatan Sedunia WHO mengumpulkan informasi tentang tekanan darah pada lebih dari 35 ribu orang di enam negara berpendapatan rendah dan menengah, yaitu di Afrika Selatan, China, Ghana, India, Meksiko dan Rusia.
Afrika Selatan memiliki tingkat hipertensi tertinggi di dunia yaitu 78 persen pada orang dewasa berusia 50 tahun ke atas. Hanya 1 dari 10 penderita yang memperoleh perawatan yang layak atas kondisinya itu.
Tim peneliti dari Kelompok Penasehat Ahli Strategis WHO, Strategic Advisory Group of Experts atau SAGE menemukan prevalensi tekanan darah tinggi pada hampir 72 persen orang dewasa yang mereka survei di Federasi Rusia.
Prevalensi hipertensi yang lebih rendah, tetapi masih tetap tinggi, terdapat di beberapa negara lain, yaitu 58 persen di Meksiko, 57 persen di Ghana, 53 persen di China dan 32 persen di India.
Menurut survei tersebut, lebih banyak perempuan yang mengidap tekanan darah tinggi dibanding laki-laki.
Dalam wawancara melalui Skype, Shah Ebrahim dari London School of Hygiene and Tropical Medicine mengatakan, seperti halnya di negara-negara Barat, tekanan darah tinggi telah menjadi hal biasa di negara-negara berkembang.
“Ada tren yang barangkali sudah kita ketahui selama 30 atau 40 tahun, tetapi sangat sedikit data pasti untuk benar-benar memeriksa secara eksklusif dan objektif apa yang terjadi,” ujar Ebrahim.
Ebrahim mengatakan, peningkatan hipertensi di negara-negara berkembang sebagian besar karena kadar garam yang tinggi dalam makanan, obesitas dan konsumsi alkohol oleh kaum laki-laki.
Ebrahim menambahkan, mayoritas masyarakat di negara-negara yang diambil contohnya tidak terdiagnosa dan tidak dirawat. Tanpa perawatan medis, ujar Ebrahim, dampak tekanan darah tinggi bisa sangat merugikan keluarga. Padahal, tambahnya, obat-obatan untuk mengontrol kondisi ini tidak mahal.
“Obat-obatan yang paling mahal tersedia luas di negara-negara miskin. Dan layanan kesehatan dengan dokter-dokter swasta cenderung mempromosikan obat-obatan yang sangat mahal. padahal obat-obatan yang jauh lebih murah sama efektifnya,” ujarnya.
Studi yang didanai oleh US National Institute on Aging ini diterbitkan dalam International Journal of Epidemiology. Sebuah editorial yang menyertai terbitan ini membandingkan jangkauan luas hipertensi dengan HIV dan mengatakan kedua penyakit ini sama-sama mematikan tetapi mudah didiagnosa dan dirawat.