Brasil mempertaruhkan laga perempat finalnya melawan Kolombia di Piala Dunia 2014, Jumat malam WIB, 05 Juli 2014, di Estadio Castelao, Forteleza, dengan mengedepankan “head to head” antara Neymar da Silva dengan James Rodriguez, yang diprediksi akan berlangsung keras dan ketat.
Secara matematis, tim “Samba” jelas lebih superior ketimbang “Los Cafeteros,” julukan untuk tim Kolombia.
Laga ini, menurut para pengamat, merupakan pertandingan klasik karena kedua tim telah bertemu sebanyak enam puluh enam kali dengan posisi, Brasil memenangi lima puluh lima pertandingan, berbanding dua kemenangan bagi Kolombia. Brasil sukses mengalahkan Kolombia dalam tiga pertandingan terakhir.
Saat ini, kondisinya berbeda. Harapan publik agar Brasil meraih juara menjadi beban tersendiri bagi Neymar dan kawan-kawan. Terlebih lagi, tim besutan Luis Felippe Scolari harus melakoni adu penalti dengan Cile untuk meraih tiket perempat final.
Beruntung, Brasil memiliki kiper sehebat Julio Cesar yang berhasil menggagalkan tembakan Maurico Pinilla dan Alexis Sanchez.
Di kubu Kolombia, perjalanan James Rodriguez dan kawan-kawan terbilang mulus. Tim besutan Jose Pekerman ini sukses mengalahkan Pantai Gading, Jepang, dan Yunani.
Mereka berada dalam kepercayaan diri yang tinggi atas sejarah yang mereka torehkan untuk kali pertama lolos ke perempat final Piala Dunia. Hal ini sangat membanggakan mengingat Kolombia berhasil menyingkirkan Uruguay yang dua kali menjuarai Piala Dunia.
Saat itu, Rodriguez bersinar dengan dua gol yang diciptakannya saat Uruguay sedang limbung tanpa Luis Suarez. Rodriguez pun untuk sementara menjadi pencetak gol terbanyak dengan mengemas lima gol.
Mantan pelatih Brasil, Carlos Dunga, menilai Brasil sangat bergantung kepada Neymar. Terbukti, pemain Barcelona tersebut menciptakan empat gol dari delapan delapan gol yang dikemas Brasil. Sementara itu, Dunga menilai Kolombia tidak tergantung kepada Rodriguez. Kolombia bermain sebagai tim.
Menarik menyaksikan penampilan kedua pemain ini di lapangan pada pertandingan nanti. Terlepas dari itu, sebagai pemain muda, baik Neymar maupun Rodriguez memiliki kelemahan dan kelebihan yang layak disimak.
Dengan empat gol dalam empat pertanding Brasil menempatkan Neymar sebagai pemain muda yang bisa mengatasi tekanan. Tujuh bulan lebih muda dari Rodriguez, Neymar lebih banyak mendapatkan exposure, termasuk kepindahannya ke Barcelona dan penalti yang menentukan kemenangan atas Cile.
Neymar rata-rata lebih banyak menembak tepat sasaran dari rekan-rekannya. Lebih dari itu, Neymar merupakan pemain yang memiliki kecepatan dengan skill yang baik, cepat, dan gesit.
Selain hebat, Neymar tidak bagus dalam membantu pertahanan dan berkontribusi sedikit dalam bertahan. Neymar juga belum menyumbangkan assist. Selain itu, kondisi Neymar masih diperdebatkan mengingat ia mengalami cedera lutut saat melawan Cile.
Kapten timnas Brasil, Thiago Silva, sehari sebelum timnya menghadapi Kolombia, menepis anggapan bahwa rekan-rekan setimnya terlalu cengeng dan sering menangis dalam perhelatan Piala Dunia 2014 ini.
Silva merasa perlu mengatakan hal ini setelah adanya kritik terhadap tangisan para pemaan Brasil saat menang adu penalti menghadapi Cile di babak enam belas besar.
“Saya kira secara tim kondisi psikologis kami sangat baik. Kami melakukan apa yang kami sukai,” kata pemain klub Paris St Germain ini. “Tekanan buat kami terlalu berat dan kami tahu kami harus memberikan semua yang kami miliki. Ketika semua itu ssia diatasi, tak ada lasan untuk tidak menjadi emosional.”
‘Saya kira luapan emosi ini tidak akan mengganggu penampilan kami. Saya sudah mengatasi banyak kesulitan hidup. Saya pernah menderita TBC dan meregang nyawa. Tetapi sebagai seorang juara saya harus menunjukkan kedewasaan di dalam dan di luar lapangan,” kata Silva.
Kontrovertsi tangisan para pemain Brasil ini dipicu oleh pernyataan kapten tm Piala Dunia Brasil 1970, Carlos Alberto. Ia menganggap para pemain terlalu cengeng dan sering menagis. “Mereka menangis saat menynayikan lagu kebangsaan, saat kesakitan bahkan saat mereka melakukan tendangan penalti. Ayolah, berhenti menangis. Cukup!”
Pelatih Brasil, Luiz Felipe Scolari menyebut setiap orang memiliki cara masing-masing untuk mengatasi tekanan mental. “Ketika saya memegang Portugal, saya melihat Luis Figo berdoa di kamar ganti saat kami harus melakukan adu tendangan penalti melawan Inggris..