Menonton sepakbola di Inggris kini tak lagi sekadar bermodal semangat dan teriakan lantang untuk mendukung tim kesayangan. Ada harga mahal yang harus dibayar, ada kocek yang harus dirogoh dalam. Dompet suporter pun makin tipis.
Menonton ke stadion kini tak lagi jadi sesuatu yang mudah bagi sebagian penggemar sepakbola di Inggris. Keinginan untuk mendukung dan menyaksikan tim kesayangan berlaga secara langsung kini terbentur harga tiket yang kian tinggi.
Itu baru untuk menyaksikan laga kandang, belum menyaksikan laga tandang. Untuk menyaksikan laga tandang, yang perlu diperhitungkan bukan sekadar harga tiket, tetapi juga ongkos untuk perjalanan. Di luar harga tiket masih pula ditambah “remeh-temeh” lain seperti membeli minuman dan panganan ketika jeda pertandingan.
Asal tahu saja, untuk sekadar membeli secangkir teh saja saat jeda pertandingan, seorang penggemar sepakbola di Inggis bisa mengeluarkan dua setengah pounds atau setara dengan Rp 48 ribu!. Dari catatan BBC, mahalnya harga secangkir teh itu bisa ditemui di Liverpool, Manchester, dan Southampton.
Makin tingginya harga tiket di Inggris, terutama pada klub-klub Premier League, membuat Menteri Olahraga Helen Grant kesal. Bagaimana tidak, sepakbola merupakan olahraga nasional buat Inggris, namun untuk menikmatinya kini tidak lagi sederhana.
“Untuk membawa satu keluarga yang berjumlah empat orang, ke sebuah pertandingan Premier League, sekarang kita perlu seratus tiga puluh pound atau setara dengan Rp 2,5 juta. Itu belum termasuk bensin, parkir, makan dan minum,” ujarnya seperti dilansir BBC.
Seberapa mahal memangnya harga tiket di Inggris –terutama di Premier League? Harga tiket musim termurah dimiliki oleh Manchester City dengan hampir tiga ratus poundsterling atau lima juta rupiah. Sementara tiket musiman termahal dimiliki oleh Arsenal dengan bisa mencapai tiga puluh sembilan jut rupiah.
Arsenal juga memiliki harga tiket matchday paling mahal di Premier League, yakni sebesar sembilan puluh tujuh poundsterling sekitar dua juta rupiah Sedangkan Newcastle United memiliki harga tiket matchday paling murah, yakni lima belas pounds.
Sebagai pembanding, di La Liga fans Barcelona bisa mendapatkan tiket musiman termurah dengan harga sekitar dua juta rupiah para pendukung Borussia Dortmund di Bundesliga bisa mendapatkan tiket musiman termurah dengan harga sekitar tiga juta rupiah.
Wajar kalau para suporter di Inggris iri melihat harga tiket di Bundesliga. Di Bundesliga, bahkan klub raksasa seperti Bayern Munich dengan bangga mengatakan bahwa suporter bukanlah sapi perah. Oleh karenanya, mereka berusaha menjaga agar harga tiket tetap bisa dijangkau para fans.
Ini juga yang membuat stadion-stadion di Bundesliga, entah itu klub kecil atau besar, mayoritas selalu terisi penuh.
Menggilanya harga tiket Premier League membuat Menteri Olahraga Inggris geleng-geleng kepala dan meminta FA, PSSI-nya Inggris, menelaah kembali soal itu.
Kenaikan itu mencapai tiga belas persen sejak 2011, sementara di saat yang sama biaya hidup orang Inggris naik “hanya” tujuh persen Dari tahun ke tahun kenaikan harga tiket pertandingan lebih dari tiga kali dari angka inflasi.
“Saya merasa klub-klub tidak semestinya tidak menganggap fans,” cetus Menpora Inggris, Helen Grant, dikutip BBC.
“Saya bisa paham kenapa fans merasa jengkel. Saya pun merasa jengkel. Fans adalah darah yang menghidupi permainan ini. Tanpa fans, sepakbola takkan menjadi seperti sekarang ini.
“Ini sungguh tak terjangkau oleh kebanyakan keluarga. Jadi, klub-klub harus memperhatikan masalah ini,” imbuh sang menteri.
Harga tiket pertandingan klub-klub Liga Inggris terus menanjak, bahkan persentase kenaikannya lebih dari tiga kali lipat angka inflasi. Tim-tim dinilai terlalu memanfaatkan loyalitas para pendukungnya.
Sebuah studi yang dilakukan BBC mengungkapkan bahwa harga tiket sepakbola di Inggris mengalami kenaikan besar. Untuk tiket per pertandingan, rata-rata harga termurah dari Premier League sampai League Two adalah atau sekitar lima ratus ribu rupiah.
Mantan Chief Executive supermarket top Inggris Sainsbury, Justin King, menilai klub-klub Inggris hanya memanfaatkan dukungan suporternya untuk mendapatkan pemasukan besar.
“Bisnis apapun yang merasa bisa mengandalkan hanya pada loyalitas pelanggannya, terlepas dari bagaimana perlakuan mereka, pada akhirnya akan gagal. Ini adalah fakta absolut,” kata King kepada BBC.
“Oleh karena itu, saya akan bertanya pada klub-klub tersebut ‘apakah para penggemar kalian saat ini lebih bahagia daripada lima tahun lalu dengan pengalaman yang mereka dapatkan, dengan nilai yang mereka dapatkan atas uang yang dikeluarkan?'” tambahnya.
Sementara Federasi Suporter Sepakbola meminta klub untuk lebih memaksimalkan kesepakatan hak siar ketimbang membebankan tiket mahal pada suporter. Dengan begitu, diyakini harga tiket bisa turun
“Tiga kali lipat dibandingkan tingkat inflasi benar-benar tidak bisa diterima dari sebuah industri yang mendapatkan limpahan uang sangat besar,” ujar Malcolm Clarke, ketua kelompok tersebut.