Thierry Henry, legenda Arsenal yang akrab di sapa dengan “King” Henry, secara mengejutkan memutuskan kembali ke London, tapi bukan untuk mel;atih Arsenal atau membantu Arsene Wenger memulihkan kepercayaan fans terhadap kepemimpinannya di Emirates.
Kembalinya Henry ke London adalah untuk bergabung dengan Sky Sports sebagai pengamat Liga Primer Inggris bersama Gary Neville, Jamie Carragher, Jamie Redknapp, dan Graeme Souness.
“Saya telah cukup beruntung memiliki karier dengan banyak kenangan mengesankan. Kini saya tidak sabar untuk menjalani lembaran baru bersama Sky Sports,” ujar Henry seperti yang dilansir dari Sky Sports.
“Saya telah bermain di sejumlah tim terbaik di dunia sepakbola, dan kini saya bergabung dengan tim televisi yang menurut saya yang terbaik.”
Selama kariernya, penyerang asal Perancis tersebut telah meraih lebih dari 35 penghargaan, baik secara individual maupun tim.
“Saya kembali bukan sebagai pelatih, asisten atau apa pun jabatan di Arsenal. Nonsen. Saya tidak yakin apa saya bisa menjadi pelatih yang baik,” katanya seperti dikutip The Telegraph ketika diwawancarai sekembalinya dari New York ke London, Rabu, 17 Desember 2014.
Menurut Henry, meski seseorang bisa bermain bola dengan baik, tak lantas berarti ia bisa menjadi pelatih yang baik pula.
“Mengalahkan ego sendiri dan mengatur orang lain itu sulit.”
Namun, pintu untuk Henry meneruskan karier sebagai pelatih tak benar-benar tertutup. Satu perjanjian antara mantan pemain lini serang Arsenal tersebut dengan mantan klubnya memungkinkan Henry menjadi pelatih saat ia tak lagi merumput.
Bahkan Arsene Wenger sendiri meyakini bahwa suatu saat Henry akan kembali ke Stadion Emirates, London. Pemain asal Perancis itu diharapkan akan membantu Wenger mengelola tim.
Manajemen The Gunners sendiri selalu membuka kesempatan kapan pun sang legenda akan kembali. Namun, pemain yang pernah dua kali membela Arsenal tersebut mengaku belum membicarakan hal itu dengan Wenger. “Berapa kali saya dizinkan kembali?” ujarnya mengakhiri.
Henry, pemain yang pernah membela Arsenal telah memutuskan untuk gantung sepatu pada Selasa kemarin) setelah kontraknya dengan New York Red Bulls berakhir.
Hingga saat ini, Henry tercatat sebagai pencetak gol terbanyak sepanjang sejarah Arsenal.
Henry juga merupakan bagian dari tim ‘tak terkalahkan’ Arsenal pada musim 2004 lalu.
“Semua pemain bertahan akan bernafas lega setelah dia Henry menggantung sepatunya. Dia merupakan lawan tersulit yang pernah saya hadapi dan mungkin pemain terbaik yang pernah dimiliki Liga Primer Inggris,” ujar Jamie Carragher menyambut Henry sebagai salah satu pengamat di Sky Sports.
“Saya akan sangat senang berada satu tim dengannya saat saya masih bermain. Kini saya senang karena kami akhirnya berada dalam tim yang sama.”
Beberapa waktu sebelum menjalani pertandingan terakhirnya sebagai pemain bersama dengan New York Red Bulls, Henry berkata bahwa klub London tersebut mengambil porsi paling banyak di hatinya.
Arsenal akan ada di darah saya demikian pula dengan hati saya. Saya akan selalu, selalu, mengingat kalian semua. Saya pernah berkata bahwa saya akan menjadi seorang Gunner seumur hidup, dan saya tidak berbohong.
Sekali menjadi Gunner, maka Anda akan menjadi Gunner seumur hidup. Klub ini ada di hati saya selamanya.
Ia juga mengungkap[kan, Highburry adalah seperti taman saya. Ada sesuatu dalam Highburry yang sulit untuk digambarkan.
Saya tak menyesal pernah pergi dari Arsenal. Saya tidak pernah menyesali hal apapun dalam hidup saya. Semua hal terjadi karena sesuatu alasan, apapun alasannya itu. Saya juga tak pernah menyesali apapun dalam kehidupan pribadi saya.
Dikatakannya, membutuhkan waktu untuk mengerti arti Arsenal. Hal ini yang menyebabkan saya terkadang sangat marah, karena saya benar-benar menyukai Arsenal. Saya menjadi pendukungnya.
Menurut Henry ia menyadari sebagai seorang yang sulit ditangani. Si Boss , Arsene Wenger, paham dengan hal itu. Tapi begitulah saya, selalu memberikan 100 persen. Apapun yang saya lakukan, saya selalu melakukannya dengan hati saya.
Ketika saya meninggalkan klub, sebagian diri saya ‘mati’. Saya menangis ketika itu, satu hal yang jarang terjadi pada diri saya bahkan ketika masih kecil.