Anda termasuk orang yang tak mampu nmencampakkan gadget kala berada di tempat tidur?
Wah, kalau benar Anda berada di ambang bahaya.
Kok!!
Ya, Anda berada dalam bahaya seperti kebanyakan orang saat ini tak bisa lepas dari ponsel pintar atau dikenal dengan smartphone di ranjang
Penelitian terbaru mengungkapkan, bermain media sosial pasti akan mengganggu kualitas tidur Anda.
“Ini adalah bukti bahwa menggunakan media sosial benar-benar bisa memengaruhi tidur Anda,” ujar peneliti, Jessica Levenson dari University of Pittsburgh School of Medicine seperti dikutip dari health.com.
Tim peneliti mengamati ribuan warga Amerika dari usia muda hingga pertengahan yang menggunakan media sosial.
Hasil penelitian menunjukkan, sebanyak tiga puluh persen dari mereka pun mengalami gangguan tidur.
Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Preventive Medicine itu pun menunjukkan, mereka yang sering menggunakan media sosial, tiga kali lebih berisiko mengalami gangguan tidur dibanding yang lebih jarang.
Mengapa kecanduan media sosial bisa menyebabkan gangguan tidur?
Menurut peneliti senior Brian Primack, media sosial kadang bisa membuat penggunanya penuh emosi marah maupun senang ketika membahas sesuatu di media sosial.
Bisa juga membuat lupa waktu karena keasyikan diskusi kontroversial yang dibahas di media sosial.
Sementara itu, mata yang sulit terpejam saat bermain media sosial diduga karena pancaran sinar dari layar smarthphone yang mengganggu irama sikardian tubuh.
Meski demikian, beberapa anak muda mengaku bermain media sosial untuk mengisi waktu ketika tidak bisa tertidur atau tidak bisa kembali tidur.
“Kesulitan tidur memang dapat menyebabkan penggunaan media sosial meningkat, yang pada akhirnya bisa menyebabkan masalah tidur lebih besar,” kata Primack.
Menurut peneliti, rasanya dokter perlu bertanya pada pasien gangguan tidur, apakah sering bermain media sosial.
Jujur saja, mungkin kita sering kesal karena hasil cake yang Anda buat tak secantik foto yang diposting teman di blog, atau status Facebook Anda tak selalu mendapat banyak “like”.
Tapi, sebenarnya media sosial memiliki banyak manfaat positif bagi kita.
Media sosial memang telah mengubah cara kita berkomunikasi.
Sekarang kita bisa dengan mudah dan murah berkomunikasi dengan siapa saja: keluarga yang jauh, teman satu sekolah yang bertahun-tahun tak bertemu, hingga dengan selebriti idola dan pejabat publik.
Sebuah survei lainnya mengungkapkan, wanita yang rutin menggunakan media sosial dan juga teknologi lain untuk terhubung dengan teman dan keluarganya ternyata lebih jarang stres.
Hasil survei itu seolah meredupkan anggapan negatif yang selama ini terlanjur melekat dengan media sosial.
Beberapa studi yang lalu memang mengaitkan kebiasaan memakai media sosial dengan perilaku narsistik, perselingkuhan, hingga rasa depresi karena kita melihat kehidupan orang lain lebih menyenangkan.
Lewat berbagai saluran media sosial, kita bukan hanya mengetahui kabar-kabar bahagia dan humor yang beredar, tapi terkadang juga kabar tak menyenangkan dari teman.
Misalnya saja, ada teman yang kehilangan anak atau pasangannya, anggota keluarga yang bercerai, atau mantan teman sekantor yang dipecat dari kantornya.
“Saat kita mengetahui kemalangan yang sedang dialami teman atau keluarga, hal itu juga bisa menambahkan stres pada diri kita. Stres memang bisa menular,” kata Keith Hampton, kandidat profesor komunikasi dan peneliti yang melakukan survei ini.
Media sosial dan teknologi digital lainnya memang didesain untuk membuat orang dengan cepat mengetahui apa yang terjadi pada hidup orang lain, bukan hanya kabar yang membahagiakan tapi juga kesedihan.
Itu sebabnya kita juga bisa merasa ikut stres atau sedih.
“Wanita sebenarnya lebih peka pada situasi yang dihadapi orang lain, ini membuat mereka lebih rentan mengalami stres yang menular tadi,” kata Hampton.
Teknologi memang bagaikan dua sisi mata uang.
Tinggal bagaimana kita secara bijak menyikapinya dan memanfaatkan media sosial untuk melakukan gerakan sosial.
Salah satu contohnya adalah gerakan pengumpulan dana untuk membantu bayi yang sedang menghadapi penyakit langka.