Anda ingin berumur panjang?
Kalau jawabannya iya, maka batasilah kalori sebagai sumber lemak dibatasi
Tahu dampak jangka panjangnya?
Peneliti memastikan akan terjadi peningkatan usia hidup.
Dalam eksperimen yang dilakukan oleh beragam spesies, pembatasan kalori dalam batas wajar terbukti dapat meningkatkan harapan hidup pada ragi, cacing, lalat, dan tikus.
Terakhir studi yang dilakukan bersama oleh peneliti di University of Wisconsin dan National Institute on Aging juga telah membuktikannya pada empat monyet rhesus.
Monyet rhesus sendiri adalah primata yang rata-rata diketahui memiliki harapan hidup maksimal tiga puluh tahun.
Namun pada studi yang dipublikasi di jurnal Nature Communications empat monyet rhesus yang mendapat perlakuan kontrol kalori mampu hidup sampai berusia empat puluh tahun.
Julie Mattison dari National Institute on Aging mengatakan diet kalori yang dilakukan pada monyet di dalam studi termasuk ketat sehingga kemungkinan sulit dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Studi dilakukan hanya untuk memahami bagaimana pembatasan kalori dapat berdampak pada penuaan sel-sel tubuh.
“Pada akhirnya tujuan utama kita adalah untuk meningkatkan kesehatan manusia,” kata Julie seperti dikutip dari New Scientist.
Peneliti mengatakan pembatasan kalori tersebut mulai dilakukan ketika para monyet menginjak usia dewasa.
Kalori penting untuk pertumbuhan sehingga bila makan para monyet sudah dibatasi sejak muda efek yang muncul malah sebaliknya.
Anda mungkin dapat terus merasa muda secara mental dan emosional, tetapi suatu hari nanti Anda mungkin akan menjadi orang muda dalam tubuh yang tua.
Hal ini dapat terjadi jika Anda tidak memperhatikan makanan apa yang Anda makan.
Makanya,dalam kebiasaan makan pilihlah menu yang tepat
Kesalahan terhadap pilihan menu dapat menyebabkan penuaan mulai dari sel-sel tubuh, membuat tubuh tidak prima dan pada akhirnya dapat menyebabkan kematian dini.
Seperti ditulis Naturalnews, makan makanan olahan yang mengandung lemak trans dan minyak terhidrogenasi akan menyebabkan ketuaan
Lemak trans dan minyak terhidrogenisasi ini dapat Anda jumpai dengan mudah pada makanan cepat saji.
Anda juga dapat mendapatkan efek buruk minyak terhidrogenisasi pada penggunaan margarin, yang jauh akan lebih baik jika Anda menggantinya dengan mentega.
Beberapa studi menyatakan bahwa makanan yang mengandung lemak trans dan minyak terhidrogenasi dapat memperpendek telomer kromosom dan meningkatkan penuaan selular. Sel-sel tubuh yang mengalami penuaan membuat fisik seseorang lebih cepat mengalami penuaan dini dan usia harapan hidup yang lebih pendek.
Bila Anda makan hindari tekanan.
Jika Anda merasa lapar tetapi sedang dalam keadaan tergesa-gesa, makanlah apel atau pisang untuk mengganjal perut sampai Anda dapat duduk dan makan dengan nyaman, sehingga mampu mengunyah dengan baik.
Kebiasaan makan tergesa-gesa dapat membuat metabolisme tubuh dan pencernaan buruk, sehingga secara tidak langsung juga akan mempengaruhi penuaan karena kualitas kesehatan yang buruk.
Makanan manis dapat menyebabkan lonjakan gula darah yang pada akhirnya mempengaruhi respon insulin, menyebabkan obesitas dan diabetes.
Bukan hanya itu saja, makanan manis juga mempengaruhi proses oksidasi yang ironisnya dapat mempercepat penuaan.
Sukrosa juga dapat meningkatkan akumulasi AGEs yang membuat seseorang mengalami penuaan dini.
Pemanis buatan dalam soda yang dikenal dengan aspartam bahkan lebih buruk daripada sukrosa, sehingga Anda benar-benar harus menghindari soda.
Aspartam adalah excitoxin neuron yang dapat merangsang kematian sel-sel otak jika dikonsumsi jangka panjang.
Kematian sel otak dapat menyebabkan demensia atau bahkan kanker otak, yang dapat mempersingkat usia kehidupan Anda.
Hindarilah mengonsumsi minuman yang mengandung bahan tambahan sirup jagung tinggi fruktosa sebanyak Anda menghindari soda.
HCFS juga kadang ditambahkan dalam kue-kue atau permen, sehingga Anda perlu mewaspadai makanan yang diberi label ‘sirup jagung’.
Metabolisme tubuh tidak mampu mengolah HCFS menjadi energi dengan cepat, bahkan lebih lama dari glukosa. Setengah dari bahan tersebut akan terjebak dalam hati dan berkontribusi terhadap gangguan hati, diabetes tipe 2, atau kanker.
Jika Anda menggemari makanan seperti roti putih, pasta, atau pizza, Anda mungkin juga akan mengonsumsi segenggam gula.
Akan lebih baik jika Anda makan makanan yang terbuat dari biji-bijian seperti gandum dan kacang-kacangan yang bebas dari tambahan gula.
Gangguan makan atau eating disorder kerap kerap terjadi pada remaja yang terlalu memerhatikan bentuk tubuh. Namun studi mengungkap bukan remaja saja yang berisiko.
Dr Nadia Micali dan rekan-rekannya melakukan penelitian kepada 5.658 wanita Inggris untuk melihat risiko gangguan makan di usia paruh baya, yakni usia 40 hingga 50 tahun. Ditemukan bahwa sekitar 15,3 persen partisipan pernah atau masih mengalami gangguan makan dalam hidupnya.
“Banyak dari partisipan yang mengalami gangguan makan menyebut ini pertama kalinya mereka bicara soal kondisinya. Mereka tidak tahu bahwa mereka mengidap gangguan makan dan akhirnya tidak mencari bantuan,” tutur Nadia, dikutip dari BBC.
Baca juga: Alis dan Rambut Menipis karena Rontok, Pertanda Alopecia Areata?
Dalam penelitian yang diterbitkan di jurnal BMC Medicine, peneliti menyebut ada beberapa sebab mengapa seseorang bisa mengalami gangguan makan di usia paruh baya.
Pertama, mereka memiliki faktor risiko saat muda dan baru menjadi penyakit saat paruh baya.
Hal ini rentan dialami oleh perempuan yang pernah mengalami kekerasan seksual, berasal dari keluarga broken home dan tidak memiliki sosok ibu yang baik.
Menurut Nadia, kondisi-kondisi ini berhubungan dengan pengendalian diri yang tidak sempurna, menyebabkan seseorang lebih mudah mengalami gangguan makan.
Faktor kedua adalah munculnya penyakit kronis. Sebagian partisipan mengalami menopause dini, penyakit metabolik seperti diabetes dan tekanan darah tinggi serta kelebihan berat badan yang berujung pada gangguan hormon. Gangguan hormon inilah yang menyebabkan terjadinya gangguan makan.
Tom Quinn dari Beat, yayasan amal yang fokus menangani kasus gangguan makan, menyebut penelitian Nadia dan rekan-rekannya membantah mitos yang menyebut gangguan makan hanya menyerang remaja.
Adanya stereotipe seperti inilah yang membuat gangguan makan pada orang dewasa sulit dikenali dan ditangani.