Bacalah buku The Science of Positivity: The Science of Positivity: Stop Negative Thought Patterns by Changing Your Brain Chemistry
Itulah anjuran dari laman situs “new health.com,” Kamis, 09 Maret 2017.
Lantas?
Buku baru itu akan menjelaskan bagaimana pemikiran sinis berkembang dan bagaimana Anda dapat menata ulang “kabel” otak Anda untuk mengatasi pemikiran negatif
Ya, kebanyakan dari kita, memiliki satu atau beberapa sifat negatif yang seakan selalu mengikuti.
Kita cenderung fokus pada kritik saat bibir mengucapkan pujian dan kerap menguatkan diri untuk hasil terburuk.
Dalam buku itu, Loretta Graziano Breuning, PhD, sang penulis mengungkapkan Anda akan bisa melihat dunia yang realistis dengan lebih optimis, sehingga mental Anda menjadi lebih sehat.
Sebuah penelitian terbaru oleh para peneliti Harvard University menemukan bahwa orang yang optimis memiliki risiko lebih kecil untuk meninggal karena kanker, infeksi dan penyakit jantung.
Breuning, yang adalah profesor bidang manajemen di Universitas California State East Bay, memberikan tip mengenai cara menghapus kacamata negatif dan memprioritaskan hal-hal yang positif agar kehidupan kita lebih seimbang dan sehat. Ini dia tipnya
Untuk Anda juga tahu, jalur saraf otak terbentuk selama masa kanak-kanak dan remaja.
Dan menurut Breuning. “Pengalaman di awal-awal kehidupan kita membentuk “jalan tol” di mana sinyal listrik dapat mengalir dengan mudah.”
“Akibatnya, saat selesai pubertas, kita condong ke jalur berpikir dengan pola tertentu , seperti mudah menemukan hal yang dianggap buruk dalam kebanyakan situasi.”
Cara terbaik untuk mengukir jalur baru adalah melalui pengulangan, kata Breuning.
Mungkin, ini terasa aneh pada awalnya, tetapi Anda dapat mengarahkan kebiasaan berpikir dengan membuat catatan hal-hal positif dalam hidup Anda tiga kali sehari selama enam minggu.
Jika Anda membutuhkan inspirasi untuk menyebutkan apa yang positif pada diri Anda atau orang lain, Breuning merekomendasikan Anda untuk menghargai prestasi-prestasi “kecil”.
“Saya tidak bicara soal daftar riwayat hidup seperti saat Anda melamar kerja,” kata Breuning.
Fokuslah pada hal sehari-hari seperti keputusan Anda untuk rajin memantau tinjauan cuaca, sehingga Anda selalu tahu kapan untuk sedia payung dan mantel.”
“Insting makhluk hidup adalah khawatir tentang kelangsungan hidupnya. Walhasil, kita sering merasa panik dalam banyak situasi, karena menganggap situasi itu pasti mengancam kehidupan, padahal belum tentu,” katanya.
Kekhawatiran ini sering muncul kecuali sirkuit di otak kita merasa baik atas keputusan yang kita ambil. Karena itu, biasakan menghargai keputusan-keputusan kecil namun tepat yang Anda atau orang lain ambil.
Biarkan diri Anda mengalami berbagai kesenangan sederhana dan Anda akan menghargai hidup ini lebih dari sebelumnya.
“Otak kita dirancang untuk mencari pahala atau kesenganan. Tapi, untuk setiap kesenangan yang sudah kita miliki, otak akan berhenti memicu senyawa kimia bahagia Anda,” kata Breuning.
“Begitulah cara hormon dopamine bekerja.” Dengan kata lain, jika ada satu kebutuhan atau keinginan kita terpenuhi, kita akan cenderung mengalihkan perhatian pada kebutuhan atau keinginan lainnya. Ini adalah fenomena yang dikenal dengan sebutan habituasi.
Jadi bagaimana cara mengelola keinginan atau kebutuhan yang seperti tak ada habisnya? Jawabannya adalah biarkan diri Anda merangkul berbagai jenis kesenangan.
Misalnya, Anda suka menikmati secangkir teh hijau panas. Alih-alih menikmatinya setiap hari, cobalah nikmati hanya dua atau tiga kali seminggu. Ini akan mendorong otak tetap menghargai nikmatnya teh hijau ketika Anda mendapatkannya.
Jika Anda menuruti nafsu untuk meminumnya setiap hari, dengan segera otak akan berhenti memicu dopamin dan akhirnya Anda bosan, serta tak lagi menghargai secangkir teh hijau seperti sebelumnya. Selingi kesukaan Anda akan teh hijau dengan jenis minuman lain atau aktivitas lain.
Breuning juga mengatakan, “Keberagaman sumber kesenangan akan menimbulkan rasa bahagia dalam jangka panjang. Hal itu akan mendorong Anda lebih bahagia, dan artinya lebih positif.”
Untuk Anda juga tahu, pikiran dan tubuh itu saling terhubung satu sama lain.
Coba saja perhatikan, kalau Anda sedang stres, biasanya suka terjadi gangguan lambung.
Karenanya, jangan sepelekan kekuatan pikiran, terlebih pikiran negatif. Mengingat pikiran negatif dapat menjurus pada masalah kesehatan yang serius.
Banyak emosi negatif seperti rasa marah, takut, dan frustasi, dikatakan Emiliana Simon-Thomas, Ph.D, direktur sains dari Greater Good Science Center, UC Berkeley, menjadi masalah ketika emosi tersebut menetap. Contoh saja sinisme.
Studi tiga tahun silam yang dipublikasikan dalam jurnal Neurology, menghubungkan kadar sinisme yang tinggi dengan kepikunan di kemudian hari.
Studi lainnya yang dipublikasikan dalam jurnal Circulation menjumpai, bahwa dari seratus ribu ribu perempuan yang diteliti, mereka yang paling sinis lebih cenderung mengalami penyakit jantung.
Dan semakin pesimis seorang perempuan, mereka lebih tinggi memiliki kemungkinan untuk meninggal selama periode studi dibandingkan yang lebih optimis.
Perilaku jelek lainnya yang telah dihubungkan dengan kesehatan yang buruk adalah kebencian.
Sebuah studi terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Stroke menunjukkan mereka yang memiliki skor lebih tinggi atas ukuran ketidakramahan, berisiko lebih tinggi untuk stroke dibandingkan partisipan yang lebih ramah dan baik.
Sementara itu, depresi juga telah dihubungkan dengan peningkatan risiko atas diabetes melitus tipe 2, serangan jantung, kemungkinan lebih besar untuk kecacatan di kemudian hari.
Menurut Simon-Thomas, emosi telah menyebarkan efek terhadap proses tubuh seperti metabolisme, pelepasan hormon, maupun fungsi imunitas.
Satu teorinya adalah bahwa ketika Anda sedang stres atau mengalami depresi, kadar kortisol meningkat, membuat sistem imunitas kurang mampu mengontrol peradangan yang terjadi di dalam tubuh dan dapat menyebabkan penyakit di kemudian hari.
Kecenderungan lainnya, mereka yang merasakan emosi yang tidak enak, seperti stres atau sinis, lebih berkemungkinan untuk merokok, mengonsumsi minuman beralkohol, atau tidak aktif secara fisik.
Yang kesemuanya dapat memengaruhi kesehatan. Kemungkinan berikutnya, emosi negatif yang dialami seseorang, bisa merupakan gejala awal dari gangguan kesehatan.
Untungnya, ada hal yang dapat dilakukan untuk mengenyahkan hal negatif yang dialami, yaitu dengan mengubah perspektif Anda. Cara tersebut akan membantu memperbaiki kesehatan Anda.
Sebagai pengingat, sel otak menghasilkan sel baru sepanjang hidup.
“Dan neurogenesis ini, tidak hanya dihubungkan dengan pembentukan ingatan baru, tetapi juga stabilitas suasana hati. Karenanya, Anda perlu mengontrol perilaku dan kesehatan Anda,” lanjut Simon-Thomas.