Sebuah studi terbaru dari peneliti Sinan Aral and Christos Nicolaides yang dimuat di jurnal ilmiah Nature Communications, berolahraga ternyata dapat menular, terutama di kalangan wanita
Jika Anda berolahraga di pusat kebugaran ternyata ada orang lain yang ingin melakukan hal yang sama.
Para peneliti ini menemukan jika olahraga memicu sisi kompetitif orang.
Jika satu orang berlari lebih panjang dari biasanya, pencapaian ini cenderung menginspirasi temannya untuk mendorong dirinya berolahraga lebih keras lagi.
Teori yang sama juga menjelaskan kenapa kelas grup sangat popular.
Para anggota pusat kebugaran memiliki kecenderungan untuk mendorong diri mereka berolahraga lebih keras lagi pada saat orang lain menonton mereka berlatih.
Hal yang sama juga terjadi jika Anda berlari dengan seorang teman, kecenderungan untuk berhenti akan lebih kecil dan bahkan mendorong lebih giat lagi berlari di treadmil untuk mencetak waktu terbaik pribadi.
Memang, pelari yang kurang aktif akan terpengaruh setelah melihat pelatih yang lebih aktif lagi. Namun, kondisi seperti ini hanya berlaku pada situasi tertentu saja.
Jika terbalik keadaannya, pelari aktif biasanya akan konsisten dengan rutinitas mereka.
Yang menarik adalah, walau baik pria dan wanita mempengaruhi pria, studi menyatakan jika hanya wanita yang bisa mempengaruhi wanita.
Penulis studi ini menyebutkan jika hasil seperti ini sebagian penjelasannya bisa diamati dari kebiasaan orang yang sering membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain.
“Perbandingan sosial mungkin bisa menyediakan penjelasan dari hasil seperti itu.”
“ Perbandingan dengan mereka yang lebih maju dapat memotivasi perbaikan diri sendiri, sedangkan perbandingan dengan mereka yang jauh tertinggal menciptakan sikap kompetitif untuk mempertahankan superioritas pribadi,” tulis Aral dan Nicolaides.
Dengan kata lain, daripada membuat kendor, kemunduran seseorang dapat memotivasi orang lain untuk tidak mau kalah atau lebih maju dari pada yang lain.
Apapun alasannya, mendorong diri sendiri untuk berolahraga terkadang sangat sulit.
Jadi, ada teman yang bisa memicu semangat berkompetisi dan berolahraga, tidak ada salahnya menikmati kesombongan teman yang berhasil menyelesaikan lari sepuluh kilometer di akun media sosialnya.
Setiap tipe olahraga kebugaran pasti memiliki manfaat khusus. Namun, jika manfaatnya dari sisi perpanjangan umur, para peneliti menunjuk satu jenis olah raga, yaitu lari.
Sementara itu, sebuah penelitian lainnya menemukan jika pelari hidup tiga tahun lebih panjang dibanding mereka yang bukan pelari.
Sebuah penelitian, yang baru-baru ini dipublikasi di jurnal Progress in Cardiovascular Disease, menemukan jika lari dapat mengurangi risiko kematian dini hingga empat persen
Kabar terbaiknya adalah berlari hanya lima menit setiap harinya bisa memperpanjang umur.
Dalam hitungan konkret, menurut laporan ini, satu jam lari secara statistik memperpanjang harapan hidup selama tujuh jam.
Para peneliti mengkalkulasikan jika orang rutin berlari selama dua jam setiap minggunya, hal itu dapat memperpanjang umur tiga tahun lebih panjang.
Konsistensi maksimal untuk perpanjang umur adalah berlari empat jam setiap minggunya.
Olahraga cardio ini secara umum memang bagus untuk kesehatan jantung. Selain bisa memperpanjang umur, berlari juga merendahkan risiko kematian dini hingga dua belas persen.
Orang yang rutin berolahraga juga memiliki kecenderungan untuk memiliki perilaku sehat lainnya seperti berusaha mempertahankan berat bada normal, tidak merokok, hanya mengkonsumsi alkohol dalam jumlah yang sedikit.
Perilaku seperti ini juga menambah kontribusi pada perpanjangan umurnya.
Sementara itu pula aktivitas bergerak dan statis yang dapat mempengaruhi kesehatan jantung.
Namun, seberapa banyak gerak tubuh yang dibutuhkan untuk menghindari serangan jantung. Hingga sekarang, itu masih menjadi pertanyaan.
Maret ini, ada penelitian baru yang dipublikasikan di The International Journal of Obesity dimana para peneliti di Universitas Warwick, Inggris bersama dengan institusi lainnya memutuskan untuk mengembangkan hasil penemuan dari London Transit Workers Study.
Mereka melakukan pemeriksaan pada grup pekerja pos di Glasglow, Skotlandia. Para pengantar pos tiap hari konsisten berjalan kaki sesuai dengan rute antar surat. Mereka berjalan kaki berjam-jam. Sementara petugas pos di kantor, layaknya pekerja kantor lainnya, hanya duduk berjam-jam selama jam kerja.
Perbedaan kontras ini diharapkan para peneliti bisa memberi wawasan baru terhadap hubungannya beraktivitas dan kesehatan.
Penelitian dilakukan pada seratus sebelas pekerja pos, baik pria dan wanita dan berumur antara 40 hingga 60 tahun. Tidak ada satu pun yang memiliki sejarah penyakit jantung, walau ada beberapa dimana anggota terdekatnya memiliki penyakit jantung.
Mereka mengukur indeks massa tubuh, ukuran pinggang, kadar gula darah dan profil kolesterol. Jika para pekerja pos ini memiliki ukuran keempat kategori di atas normal, kemungkinan alami penyakit jantung para pekerja pos ini akan semakin tinggi.
Penelitian dilakukan dengan pemakaian alat pelacak aktivitas canggih selama seminggu. Setelah itu, para peneliti menentukan berapa jam setiap partisipan berjalan kaki setiap harinya. Juga berapa langkah yang harus diambil tiap harinya.
Variasi ini ternyata penting sebagai bahan pertimbangan. Beberapa pekerja kantor bisa duduk hingga lima belas jam setiap harinya, baik di kantor maupun di rumah. Sementara, para pengantar pos itu jarang sekali duduk selama jam bekerja.
Hasil penelitian yang paling signifikan adalah pada faktor risiko penyakit jantung. Kecenderungan tinggi dialami para pekerja yang lebih banyak duduk. Mereka juga memiliki lingkar pinggang lebih lebar, indeks massa tubuh, kontrol gula darah yang buruk dan risiko tinggi kolesterol.
Risiko jantung ini lalu dilacak hingga detail. Setiap harinya, ada lima pekerja diminta duduk selama satu jam. Dari perhitungan akumulatif, ditemukan jika kebiasaan itu telah menambah 0,2 persen risiko sakit jantung.
Sementara itu, hampir semua aktivitas berdiri dan berjalan mengurangi kemungkinan terkena penyakit jantung dan melebarnya garis pinggang.
Namun, kabar paling menggembirakan dari penelitian ini adalah para pengantar pos yang berjalan 3 jam setiap harinya dengan jarak rata-rata sebelas kilometer dan melakukan lima belas ribu langkah memiliki indeks massa tubuh, lingkar pinggang dan profil metabolisme normal.
Secara efektif, aktivitas itu membantu mereka tidak menambah risiko penyakit jantung.
Penelitian ini memang tidak membuktikan berjalan atau duduk menyebabkan adanya perbedaan risiko orang terkena serangan jantung. Namun, penemuan ini dapat dijadikan sebagai alasan orang untuk bergerak.
“Bergerak memang butuh usaha tetapi jika kita bisa mengakumulasi lima belas ribu langkah setiap harinya dengan berjalan selama dua jam, kenapa tidak? Metabolisme tubuh kita tidak cocok jika hanya duduk-duduk saja,” ungkap Dr. William Tigbe, dokter dan peneliti kesehatan publik di Universitas Warwich yang memimpin penelitian terhadap pekerja kantor pos ini.