Menjadi lajang atau kerap dilabeli jomblo di era millennial sangat tidak menyenangkan.
Apalagi banyak sindiran, dan ejekan yang kadang tanpa disadari oleh orang lain bersifat merendahkan.
Banyak orang yang sepakat dengan hal tersebut
Setiap pilihan hidup, kata dia, termasuk menjadi single memang punya sisi suka dan duka, seperti halnya jika seseorang memilih untuk berumah tangga. Masing-masing ada hal yang menyertainya.
Kehidupan pernikahan tak jarang menimbulkan stres. Memikirkan hal-hal mulai dari tagihan listrik, telepon, hingga hal-hal kecil seperti harus menghadapi dengkuran suami saat ingin tidur tenang.
Stres terbukti memunculkan tanda-tanda penuaan dini seperti kerutan. Wajah tak segar dan tampak lebih tua dari usia seharusnya.
“Itulah kenapa lajang tampak lebih muda dibanding yang sudah menikah, karena mereka tidak perlu memikirkan terlalu banyak hal memusingkan,” kata Feby.
Menangis terbukti punya manfaat kesehatan seperti melindungi mata dari dehidrasi, juga mengeluarkan racun dari dalam tubuh. Sendirian, lengang dan kesepian bisa jadi alasan untuk menangis.
Tak perlu ke gym, karena jadi single pun bisa bikin otot lengan lebih kuat. Kok bisa? Belanja kebutuhan sehari-hari di supermarket bisa dilakukan sendiri, otomatis akan membawa barang belanjaan semuanya sendiri. Jadi, lama-lama, menjadi kuat.
dijelaskanbahwa menurut penelitian, mereka yang telah menikah biasanya memiliki tubuh yang lebih subur.
Sebagai pembuktian, perhatikan teman sekitar dan coba runutkan. Biasanya yang sudah menikah tak lagi perhatian pada perawatan tubuh dan berat badan berlebih.
Oleh karenanya, single tak selalu lekat dengan derita, malah bisa memakai baju model apapun karena tubuh masih langsing.
Mengutip salah satu hasil penelitian, ada studi yang menunjukkan bahwa mereka yang lajang memang lebih bahagia daripada mereka yang menikah.
Ini disebabkan karena beban pikiran mereka yang menikah jauh lebih besar daripada mereka yang lajang. Dengan potensi stres lebih rendah maka gangguan kesehatan akibat stres pun terhindarkan.
Sebuah data mengungkapkan bahwa orang yang belum menikah ternyata jauh lebih bahagia dibanding orang yang menikah atau yang sudah bercerai.
Data tersebut mengungkapkan bahwa indeks kebahagiaan orang yang belum
Namun benarkah orang yang belum menikah adalah orang yang memiliki kehidupan sosial dan dan mengalami pertumbuhan psikologis yang lebih besar dibanding orang yang sudah menikah.
Mengutip The Guardian, dalam presentasi di konferensi tahunan American Psychological Association Bella dePaulo mengungkapkan bahwa orang lajang lebih terhubung dengan keluarga dan teman-temannya. Sementara orang yang sudah menikah cenderung hanya terpaku pada keluarganya.
Dia juga mengungkapkan karena semakin banyak orang lajang maka mereka semakin sedikit mengalami emosi negatif.
Berbeda dengan orang yang sudah menikah, mereka lebih mungkin terkait dengan stres dan kesulitan besar.
Hanya saja temuan dePaulo ini tergantung pada waktu dan kondisi seseorang.
Artinya, faktor kebahagiaan si lajang juga dipengaruhi oleh hubungan mereka dengan orang lain. Seseorang yang sedang menjalin hubungan, baik pernikahan atau pacaran akan merasa tak bahagia ketika mereka memiliki hubungan yang tak sehat.
Sebaliknya, orang yang memiliki hubungan sehat dengan pasangannya juga akan bahagia.
Orang yang belum punya pasangan dan belum menikah dikatakan bahagia karena mereka juga dianggap bisa memenuhi tujuan hidup mereka dalam berbagai hal, termasuk finansial dan karier.
Apa yang terjadi ketika seseorang masih melajang dan belum menikah hingga usia 35 tahun? Dia, baik pria maupun wanita, akan menikmati masa lajangnya, dan tak lagi punya hasrat untuk menikah.
Survei terbaru, seperti dilansir dari Bold Sky, mengungkapkan hal tersebut. Melibatkan sekelompok pria dan wanita lajang usia tiga lima hingga empat puluh tahun dengan latar belakang perkotaan, para partisipan mayoritas mengakui tak lagi berhasrat untuk menikah dan menikmati masa lajang.
Pada wanita, menikah menjadi prioritas ke-dua setelah pendidikan atau karier. Beberapa dari mereka juga mengatakan tak lagi butuh pria untuk melengkapi kehidupan mereka.
Temuan itu sejalan dengan pendapat seorang psikolog yang menilai ketika seseorang terbiasa nyaman dengan kehidupan yang dijalaninya, mereka enggan berubah. Begitu juga dengan apa yang terjadi ketika seseorang nyaman melajang hingga usia 35 tahun.
Ada beberapa fakta menarik untuk ditelusuri, khususnya mengetahui apa yang sebenarnya terjadi sehingga seseorang betah melajang hingga tiga puluh lima tahun.
Pertama, mereka melihat menjalin hubungan hanya akan membawa batasan. Ketika hidup tanpa batasan hingga tiga puluh lima tahun, bagaimana mungkin kemudian berpikir untuk menikah dan membatasi diri? Ragu, bukan?
Fakta ke-dua, meskipun menikah memberi banyak kebahagiaan di awalnya, tapi menikah juga membawa stress, hambatan dan suka duka yang berlarut-larut.
Sedangkan ketika melajang, hidup tak ada stress dan hambatan. Siapa yang mau merelakan itu dengan menikah, apalagi mengingat selama 35 tahun bahagia-bahagia saja?
Fakta berikutnya adalah mengenai manfaat ketika melajang. Hidup begitu fleksibel. Jika mau bepergian, bisa.
Jika mau ke pesta malam hari, bisa. Jika mau keluar dari pekerjaan dan berdiam di rumah saja, bisa . Keputusan yang diambil tidak akan mempengaruhi atau berdampak pada orang lain.
Fakta ke-empat, dengan melajang, seseorang memiliki banyak energi dan fokus untuk lebih produktif dan mengikuti apa yang diinginkan.
Bagaimana mungkin mau melepaskan ini jika sudah di usia tiga puluh lima tahun?
Kalau sudah terbiasa sendiri, maka seseorang tak lagi tertarik untuk dikontrol oleh pasangannya setelah menikah.
Di samping itu, mereka akan membenci kehidupan normal seperti orang kebanyakan. Ini benar adanya, apalagi setelah melihat banyak pasangan di sekitarnya yang kerap bertengkar satu sama lain, frustasi setelah menikah, atau ada yang berselingkuh dan mengkhianati pasangannya.
Di luar itu semua, hal terbaik menjadi lajang adakah bisa berkencan dengan siapa saja, dan kapan saja.