Apakah Anda tahu apa itu skoliosis?
Berbeda dengan bungkuk, penyakit skoliosis merupakan kelainan pada rangka tulang belakang yang melengkuk ke samping secara tidak normal.
Penyakit ini dapat dideteksi dini dengan mengenali ciri-ciri kelainan pada tulang belakang.
Dokter ahli anatomi fisiologi Labana Simanihuruk menjelaskan skoliosis dapat terjadi pada siapa saja.
Namun, pada banyak kasus, skoliosis lebih banyak menimpa anak-anak dan perempuan. Perbandingan penderita skoliosisi laki-laki dan perempuan mencapai satu banding tujuh.
“Kasus ini dapat menyerang siapa saja. Pasien paling tua yang saya tangani itu berusia delapan puluh enam tahun. Tapi memang kebanyakan anak-anak dan perempuan,” kata
Berdasarakan data WHO, prebalensi penderita skoliosis semakin meningkat dan sudah menyerang 3 persen masyarakat dunia.
Sedang di Indonesia, pasien skoliosis mencapai empat hingga lima persen dari total penduduk.
Menurut Lahbana kelainan skoliosis disebabkan oleh faktor genetik, bawaan dari lahir, kelainan pembentukan tulang, kebiasaan buruk dalam sehari-hari, dan idiopatik atau tidak diketahui penyebabnya.
Sebanyak delapan puluh persen kelainan skoliosis merupakan idiopatik.
Skoliosis lebih banyak menyerang perempuan disinyalir karena perempuan memiliki jumlah otot yang lebih sedikit dibanding laki-laki. Selain itu, otot dan tulang perempuan juga disebut lebih lemah dibandingkan kaum Adam.
Sedangkan pada anak-anak umumnya merupakan idiopatik dan dapat berubah menjadi penyakit yang serius seiring pertumbuhan.
Sementara pada orang dewasa, skoliosis terjadi karena degenerasi pada tulang belakang, faktor usia dan kebiasaan buruk seperti duduk yang salah dan kebiasaan membawa barang berat.
Labana menyarankan setiap orang dan khususnya para orang tua untuk memeriksakan kondisi tulang belakang diri sendiri dan anak-anak melalui deteksi dini.
Pada anak-anak terutama perempuan terdapat dua waktu krusial dan wajib untuk memeriksakan skoliosis yakni pada usia sembilan dan empat belas tahun.
“Karena ini adalah dua momen anak putri bisa mempunyai skoliosis. Penelitian menyebut dua usia ini rentan terkena skoliosis. Anak-anak wajib cek skoliosis,” tutur Labana.
Deteksi skoliosis dapat dilakukan dengan dua cara yakni mengecek dari belakang dan mengecek dengan membungkuk.
Mengecek dari belakang ditandai dengan ciri-ciri berupa bahu asimetris atau miring, ada tonjolan pada tulang bahu, terlihat kurva pada tulang belakang, pinggul miring, serta pinggang miring.
Sedangkan pengecekan dengan membungkuk ditandai dengan terdapat punuk di pungguk atas dan punuk di bawah punggung.
Biasanya, pada anak-anak tidak disertai dengan sakit atau nyeri karena postur yang cenderung masih ideal.
Rasa sakit atau nyeri biasanya muncul pada orang dewasa, lengkungan yang sudah mencapai lebih dari empat puluh derajat atau terdapat komplikasi patologi.
Saat ini, pengecekan juga dapat dilakukan melalui aplikasi skoliosis yang banyak tersedia di App Store dan Play Store.
Jika memiliki gejala atau ciri-ciri ini segera lakukan pemeriksaan ke fisioterapis atau dokter bedah.
Perkembangan teknologi membuat skoliosis kini tidak hanya bisa ditangani dengan operasi, tapi juga dengan menggunakan brace yang relatif lebih aman.
Untuk mengurangi risiko terkena skoliosis, seseorang dianjurkan untuk rutin berolahraga agar otot menjadi kuat dan membiasakan diri denagn duduk yang benar dan tidak membawa barang berat