Depresi tidak hanya berdampak negatif pada kondisi psikologis atau kesehatan mental, tapi juga dapat merusak otak penderitanya.
Sejumlah penelitian kini menemukan bahwa orang yang mengalami depresi rentan mengalami penuaan dini pada otak serta gangguan fungsi otak.
Depresi adalah gangguan suasana hati atau mood yang membuat cara berpikir dan perilaku seseorang berubah menjadi lebih murung, tidak semangat menjalani hidup, bahkan muncul ide atau percobaan untuk mengakhiri hidup atau bunuh diri.
Gejala depresi berbeda dengan rasa sedih atau duka biasa yang biasanya akan membaik dengan sendirinya. Tanpa penanganan yang tepat, penderita depresi dapat mengalami perburukan gejala dan kualitas hidup.
Depresi bisa dialami oleh siapa saja, baik anak-anak, remaja, atau orang dewasa. Ada banyak faktor yang dapat menjadi penyebab munculnya depresi, seperti mengalami peristiwa hidup yang traumatis, misalnya perceraian dan kematian keluarga atau pasangan.
Menjadi korban kekerasan, baik kekerasan fisik, seksual, maupun bullying.
Ketergantungan obat-obatan dan minuman beralkohol.
Memiliki riwayat gangguan mental lain, seperti gangguan bipolar, gangguan kepribadian, dan gangguan cemas.
Dan adanya gangguan pada fungsi otak, misalnya pada demensia dan stroke.
Selain itu, faktor keturunan (memiliki keluarga dengan depresi) juga dapat menjadi faktor risiko seseorang lebih rentan terkena depresi.
Beberapa hal di atas disebut dapat menyebabkan depresi karena pengaruhnya dalam merusak kinerja dan kadar zat kimia otak (neurotransmitter) yang mempengaruhi mood seseorang.
Depresi yang merupakan masalah kejiwaan serius dapat membuat fungsi otak terganggu dan merusak jaringan otak. Depresi yang tidak diobati dengan tepat dapat menimbulkan berbagai masalah pada otak
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa depresi bisa membuat ukuran otak pada area tertentu menyusut. Penyusutan ini tergantung pada seberapa lama depresi itu terjadi dan tingkat keparahan depresi yang dialami.
Pada penderita depresi, bagian otak yang dapat menyusut
Hipokampus bertanggung jawab menyimpan memori dan mengatur produksi hormon kortisol, yakni hormon stres yang akan diproduksi lebih banyak ketika tubuh mengalami stres, baik dari segi fisik atau emosional.
Normalnya, hormon ini akan meningkat jumlahnya di pagi hari dan menurun pada malam hari. Namun pada orang yang terkena depresi, hormon ini akan terus bertambah jumlahnya, baik pada pagi atau malam hari.tan.
Tak hanya bagian otak yang telah disebutkan, depresi juga diduga berpengaruh pada kerusakan dan penurunan fungsi bagian otak yang lainnya.
Beberapa studi menunjukkan bahwa depresi berkaitan dengan dengan kurangnya kadar oksigen pada tubuh (hipoksia) yang dapat merusak jaringan dan sel tubuh. ama- kelamaan, kondisi ini dapat menyebabkan jumlah oksigen di organ tubuh berkurang, termasuk di otak.
Berkurangnya oksigen di otak pada penderita depresi ini diduga disebabkan oleh peradangan pada otak dan kurang lancarnya aliran darah di otak akibat depresi.
Depresi juga dipercaya memiliki kaitan dengan peradangan pada otak. Peradangan ini dapat menyebabkan sel-sel otak mati dan menurunkan kinerja serta fungsi otak, serta membuat aliran darah pada otak menjadi tidak lancar.
Namun, hal ini masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut.
Depresi dalam jangka panjang dapat menyebabkan peradangan, kerusakan jaringan otak, dan menghambat kemampuan otak untuk memperbaiki jaringan dan sel otak yang rusak. Hal ini dapat menyebabkan otak lebih cepat menua.
Oleh karena itu, jika dibiarkan terus-menerus, depresi dapat meningkatkan risiko terjadinya demensia atau pikun.
Karena dapat menimbulkan kerusakan dan gangguan fungsi otak yang cukup berat, penderita depresi perlu segera mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan dari dokter kejiwaan atau psikiater.
Jika penanganannya dilakukan sejak dini, efek depresi terhadap kerusakan otak dapat dicegah. Namun jika sudah berat dan dibiarkan berlarut-larut tanpa penanganan, kerusakan otak akibat depresi akan sulit untuk diobati.