Bayangan indahnya pantai dan lautan tanoh indatu di Lhoknga kembali menyita pikiran untuk beberapa saat. Ya, bayangan itu seolah menyergap batin ini ketika melihat hamparan pasir putih dan birunya lautan sesaat sebelum pesawat yang membawa saya dan suami mendarat di Belize, sebuah destinasi wisata yang terletak antara hutan belantara Amerika Tengah dan Laut Karibia.
Mencapai Belize memang tergolong berongkos mahal. Cara terdekat mencapai negara ini adalah melalui kota-kota besar di Amerika Serikat seperti Miami atau Houston. Bagi warga kita yang ingin langsung mencapai negara ini dari Indonesia tentu saja perlu merogoh kocek sedikit lebih dalam, karena harus lebih dulu terbang melalui Amerika Serikat atau negara terdekat lainnya. Nasib baik sedang di tangan ketika saya dan suami mengunjungi Belize tengah Mei 2011 lalu. Saat itu saya tengah menempuh studi di Amerika Serikat. Bagi seorang mahasiswa, tentu saja harus cerdik menyiasati biaya perjalanan untuk mendapatkan klimaks berwisata. Perburuan tiket murah sudah dimulai jauh-jauh hari sebelum masuk musim liburan. Begitu juga berbagai informasi berguna lainnya mengenai destinasi yang ingin disinggahi.
Belize menawarkan banyak aktivitas menyenangkan bagi para pelancong. Aktivitasnya tergolong lengkap, mulai dari kayaking, rafting, diving, snorkeling, memancing, atau hanya untuk bersantai menikmati keindahan panorama alamnya. Bagi orang-orang yang hobi menjelajah hutan dan ingin merasakan sensasi petualangan ala “Robinson Crusoe”, tersedia lebih dari 1.000 cayes (pulau kecil) yang juga dipenuhi dengan bermacam vegetasi pepohonan, beragam jenis fauna dan flora, sehingga cocok untuk kegiatan seperti hiking, jungle trekking, dan bird watching (mengamati burung). Bahkan untuk pelancong berkantong tebal bisa menikmati tur udara menggunakan helikopter.
Pariwisata memang telah menjadi tulang punggung ekonomi negara ini. Kenyamanan para wisatawan menjadi prioritas utama. Karenanya tak jarang terlihat tanda bertuliskan “No Fancy Shirt, No Shoes… No Problem”; tidak punya baju bagus, tak bersepatu, di sini hana masalah.
Beriklim Tropis
Lazimnya ciri negeri tropis seperti negara Indonesia, Belize hanya memiliki musim hujan dan musim kemarau. Pelancong dianjurkan membawa selalu krim tabir surya agar terhindar sengatan panasnya matahari dan juga spray anti nyamuk/serangga. Tanaman buah yang tersedia di sini juga relatif mirip dengan di negeri kita, tapi jangan tanya kapan musim durian atau rambutan. Dua jenis buah-buahan ini tidak tersedia di Belize.
Kombinasi lingkup geografis dan warisan sejarah sepertinya menjadi inspirasi kuliner di sini yang menyediakan banyak pilihan makanan ala Meksiko dan Karibia bagian barat serta Inggris yang dulunya pernah mengokupasi Belize. Bagi perut melayu seperti kita, jangan khawatir! Nasi sebagai “pelengkap” makan juga tersedia. Cuma jenis beras yang mereka gunakan adalah beras merah, dan dimasak dengan menggabungkan satu atau beberapa macam kacang-kacangan. Bagi para pelancong muslim, perlu ekstra hati-hati. Rata-rata rumah makan di sini menyediakan masakan non-halal. Tempat-tempat makan yang menyediakan menu bagi vegetarian ataupun menu seafood yang kerap dijumpai bisa menjadi alternatif pilihan terbaik mendapatkan makanan halal. Bagi saya, kuliner di sini makin sempurna saat menemukan banyak penjual pisang goreng, dan juga keripik pisang di mana-mana.
Caye Caulker, Pulau Tersantai di Belize
Di antara sekian banyak pulau, Caye Caulker merupakan pulau paling rileks dibandingkan pulau-pulau lainnya di Belize. Kehidupan berjalan sangat santai, tidak ada asap kendaraan bermotor, hanya ada kereta golf dan sepeda. Satu-satunya rambu lalu lintas yang bisa kita temui di pulau ini cuma “go slow” yang ditujukan bagi para pengendara dua jenis kenderaan tersebut. Hal ini mengingatkan saya pada Gili Trawangan di Nusa Tenggara Barat, dimana hanya ada sepeda dan kereta kuda, dan tidak ada sepeda motor atau pun mobil. Tidak ada kebisingan dan tidak ada macet!
Karena pulau ini sangat kecil, seluruh penduduknya saling mengenal satu sama lain. Tinggal beberapa hari saja di sini, kita akan bertemu wajah-wajah yang sama ketika sedang berjalan-jalan. Selain suasana santai dan damai, wisatawan juga dimanjakan dengan pasir putih, pantai yang bersih, birunya laut, dan angin sepoi-sepoi. Suasana ini sedikit melemparkan kenangan saya ke Pulau Weh, sembari membatin, “Ah, andai saja kebersihan dan berbagai fasilitas yang memudahkan wisatawan juga tersedia di sana”.
The Great Blue Hole
Jacques Cousteau, oceanografer ternama dunia pernah dengan lantang menyebutkan bahwa The Great Blue Hole di Belize merupakan satu dari empat titik wisata bawah laut yang harus kita selami di dunia ini. Karena itu wajar saja ongkos trip diving di Blue Hole, dengan durasi normal berkisar hanya 10-15 menit ini, minta ampun mahalnya dibanding spot lainnya di Belize.
Sebagai pecinta olahraga selam, menyelami blue hole merupakan target utama kami mengunjungi Belize. Spot ini merupakan gua bawah laut, terbentuk sekitar 10.000 tahun lalu dan terletak di tengah atol lighthouse reef. Apabila dilihat dari udara, maka kita akan melihat lingkaran yang nyaris sempurna dengan diameter 1.000 kaki (304 meter) dan kedalaman 412 kaki (125 meter), yang dipenuhi dengan stalaktit. UNESCO juga sudah mencatat gua ini sebagai salah satu World Heritage Site.
Sedikit tips bagi para penyelam yang ingin menjelajahi blue hole. Mengingat kedalaman yang dituju mencapai sekitar 135 kaki (41 meter) dan dengan tingkat pencahayaan yang rendah, selain memastikan kondisi badan dalam keadaan sangat fit, juga dianjurkan sekali agar Anda menyelam secara berkelompok dengan orang-orang yang mempunyai tingkat pengalaman dan kemampuan yang relatif sama. Hal ini akan berperan besar ketika berada di bawah laut. Kelompok penyelam yang tidak mempertimbangkan faktor terakhir ini sering harus mengakhiri penyelaman dengan perasaan kecewa. Penyelam yang tergolong pemula acap diserang perasaan ketakutan karena sangat terbatasnya penglihatan atau pun panik karena sedang berpapasan dengan hiu-hiu buas sedang berlalu-lalang. Situasi ini bisa mempercepat habisnya oksigen dalam tangki persediaan. Bagi penyelam lebih senior yang masih memiliki persediaan udara lebih banyak, hal ini tentu merugikan. Meski belum puas menikmati blue hole, mereka juga harus segera naik kembali ke permukaan bersama anggota kelompok yang lebih dulu kehabisan oksigen.
Menyelami spot ini kita akan bertemu sensasi bawah laut yang luar biasa! Ketika berada di kedalaman, adrenalin kita seketika bisa terpompa cepat saat melihat seliweran monster-monster laut dalam seperti nurse shark, Caribbean reef shark, blacktip shark, ataupun giant groper yang ukurannya hampir seukuran tubuh saya. Sayang saat itu kami belum sempat melihat hiu jenis bull shark dan hammerhead seperti cerita yang sempat kami dengar sebelum menyelami gua laut ini. Ketidakberuntungan itu sedikit terhibur dengan kehadiran devil ray yang melintas sangat anggun hanya beberapa depa dari posisi kami. Untuk urusan biota laut, saya harus katakan di sini jumlahnya lebih sedikit, tidak sekaya beberapa spot yang pernah dikunjungi seperti Pulau Rubiah, Iboih, Bunaken, Bali, dan Koh Lanta.
Persediaan udara yang semakin menipis menjadi penanda waktu bagi kami untuk segera menyudahi sesi penyelaman ini. Setelah beberapa saat melakukan safety stop, pemandu memberi kode “naik” ke permukaan. Tuntas sudah “petualangan” di Belize, “secuil surga” Tuhan yang akhirnya membuka sekaligus mengisi ruang baru dalam perjalanan hidup kami. []