Ditengah merosotnya kepercayaan investor terhadap komoditi logam mulia emas, PT Aneka Tambang Tbk atau Antam melebarkan sayap bisnis penjualan emas batangan dengan membuka gerai di kantor pusatnya, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan.
Sebagai gerai baru dengan nama “Butik Emas,” Antam akan menjual emas batangan dengan harga diskon. Opening Butik Emas Logam Mulia Antam ini akan dimulai operasional hari ini, Rabu, 09 Oktober 2013. Selain emas batangan, Butik Emas ini juga akan menjual Koin Dinar-Dirham.
Selama sepuluh hari ke depan, Antam akan memasang harga diskon untuk emas batangan, lebih tepatnya harga pabrik Pulogadung. Selain itu 100 pembeli pertama akan mendapatkan souvenir ekslusif menarik.
Setelah 10 hari diperdagangkan di kantor pusat Antam, harga emas batangan akan berubah karena ada biaya pengiriman dan asuransi untuk memindahkan emas dari pabrik ke Butik Emas.
Sementara itu dalam perdagangan global, kilau emas semakin pudar di tengah ketidakstabilan ekonomi dunia. Banyak prediksi mengatakan harga emas dunia akan sulit bangkit tanpa dipicu oleh kejadian yang luar biasa. Hanya perang dan bencana besar yang bisa membawa orang kembali menginvestasikan uang di logam mulia emas.
Tidak hanya pengamat yang tak mampu member prediksi tepat terhadap liarnya harga emas, Gubernur Bank Sentral AS, Ben S Bernanke juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap emas akibat harganya yang tidak bisa diprediksi. Bernanke mengatakan tidak mengerti arah dari harga emas.
AS merupakan negara yang banyak dirugikan akibat jatuhnya harga emas. Kerugian yang diakibatkan oleh jebloknya harga emas di AS mencapai US$ 545 miliar atau sebesar Rp 5.000 triliun sejak tahun 2011 karena mengumpulkan emas di cadangan devisanya.
“Tak ada yang mengerti mengenai harga emas, saya pun demikian,” ungkap Bernanke.
Bank Sentral AS menguasai delapan belas persen kepemilikan emas dunia. Bahkan baru saja cadangan devisa yang berbentuk logam mulia ini ditambahkan sekitar 350 ton lagi atau mencapai US$ 15 miliar
Ketika bank sentral beberapa negara, seperti AS, India Rusia dan Cina, berlomba-lomba untuk membeli emas, hal ini menyebabkan investor ritel pun ikut berinvestasi. Akhirnya, investor pun kecewa akibat harganya yang jeblok.
Sebut saja George Soros, pakar investasi yang sangat terkenal dan pernah membangkrutkan ekonomi Inggris di tiga dekade lalu, juga mengalami kerugian dari sisi asetnya hingga US$ 26 miliar akibat menjual emas di harga murah.
Sejak April 2013 ini, harga emas sudah terjun bebas sebesar dua puluh satu persen ke level US$ 1.316 per troy ounce. Penurunan ini, seperti dicatatkan kantor berita “reuter,” adalah yang terparah sejak 1981 lalu.
Para pelaku kebijakan, yang bertanggung jawab untuk melindungi perekonomian mereka dari inflasi juga merasa kebingungan dan tidak tepat ketika memutuskan untuk berinvestasi emas. Termasuk ketika membuat keputusan membeli dan menjual emas.
Mereka mengurangi kepemilikan bullion ketika mencapai titik terendahnya pada 20 tahun pada tahun terakhir.
“Bank-bank sentral telah biasanya membeli ketika Anda mungkin harus menjual dan menjual ketika Anda mungkin harus membeli,” kata Kepala Ekonom Commonfund Michael Strauss.
Hal ini menyebabkan kerugian bank-bank sentral di dunia.
Orang terkaya AS, Warren Buffett, mengatakan logam tidak memiliki utilitas hanya sekali ditambang saja.
Bagaimana nasib emas ke depan?
Kemilau harga emas diprediksi beberapa analis bakal meredup. Harga logam mulia ini cenderung lesu dari hari ke hari.
Puncak kenaikannya yaitu dua tahun silam, emas memecahkan rekor harga tertinggi di US$ 1.906 per troy ounce, Agustus 2011. Pada tahun 2011, emas bahkan sempat menyentuh US$ 1.923,7 per troy ounce. Harga emas batangan di pasar domestik pun mendekati Rp 600.000 per gram.
Tetapi, satu demi satu manajer investasi kelas kakap dunia memangkas proyeksi harga emas mereka. Goldman Sachs melontarkan prediksi bahwa harga emas tahun ini akan parkir di kisaran US$ 1.600 per troy ounce, turun dari prediksi Goldman semula di harga US$ 1.810 per troy ounce.
“Penurunan harga saat ini sejalan dengan kenaikan bunga riil Amerika Serikat (AS). Itu mencerminkan kombinasi dari membaiknya data ekonomi AS, menurunnya ketidakpastian kebijakan AS, dan berkurangnya kekhawatiran krisis utang Eropa,” kata analis di Goldman Sachs.