Banyak orang yang menganggap seks sebagai pengalaman yang menyenangkan dan memuaskan.
Namun, masih banyak orang yang keliru karena ada beragam mitos tentang seks di luar sana yang masih simpang siur kebenarannya.
Dalam beberapa kasus, persoalan psikologis dapat mengakibatkan gangguan ereksi. Selain itu, kehilangan libido juga diakibatkan oleh kehidupan seks yang kurang sehat.
Selain faktor psikologis, kehidupan seks yang kurang sehat juga disebabkan oleh beredarnya mitos keliru dan justru dipercaya para pasangan. Boldsky pun merangkum enam mitos seks yang sebaiknya tidak dipercaya pasangan.
Ini mitos terbesar dan sebagian besar pria masih percaya akan hal ini. Pria percaya bahwa ukuran penis yang besar bisa memuaskan pasangan.
Padahal banyak studi yang menunjukkan bahwa hanya dua inci pertama bagina vagina yang sensitif dan penis kecil pun sudah mampu memuaskan wanita.
Faktanya, berdasarkan survei yang pernah ada banyak wanita mengakui bahwa mereka lebih menyukai penis yang lebih kecil karena rasa sakit yang ditimbulkan tak akan sesakit penis berukuran besar.
Belum berencana memiliki anak? Banyak pasangan meyakini mengeluarkan sperma di luar vagina bisa mencegah kehamilan. Penis ditarik keluar tepat sebelum ejakulasi. Metode ini sangat tidak aman dan bahkan bisa menularkan penyakit seksual.
Banyak pria mungkin tak bisa mengontrol ejakulasi dan kemungkinan cairan awalan keluar sebelum ejakulasi yang sesungguhnya sehingga pasangan hamil.
Kondom banyak disarankan sebagai alat kontrasepsi yang aman. Namun, sebagian orang masih percaya bahwa kondom yang telah dipakai bisa digunakan kembali. Padahal ini sama sekali tidak benar.
Kondom bekas hanya menimbulkan infeksi dan kehamilan karena kemungkinan kondom robek sangat besar.
Memiliki pasangan dan aktif secara seksual maka perlu melakukan pemeriksaan secara rutin.
Infeksi penyakit menular seksual memiliki masa inkubasi cukup lama, bisa dalam hitungan bulan atau bahkan tahun hingga menunjukkan gejala.
Tak ada gejala bukan berarti tubuh sehat, orang masih bisa menularkan penyakit.
Mitos yang cukup populer dan beredar luas adalah wanita yang sedang haid dan berhubungan intim tidak akan hamil.
Faktanya, wanita dapat hamil kapanpun sebab sperma dapat bertahan hidup di tubuh wanita hingga lima hari. Jadi, wanita tetap bisa hamil meski haid saat berhubungan seks.
Seks penetratif atau masuknya penis ke vagina diyakini sebagai satu-satunya jalan masuk bagi penyakit menular
Hal ini salah. Seks oral atau berciuman bibir bisa menularkan beragam penyakit seksual.
Ada berbagai macam “aturan” seks pada masing-masing orang, baik pria maupun wanita.
Banyak yang mengira jika wanita harus diberikan rangsangan pada klitoris dulu baru bisa mencapai klimaks.
Padahal, anggapan tersebut tak sepenuhnya benar. Dilansir dari laman Women’s Health, ada banyak cara agar wanita bisa mencapai orgasme. Misalnya dengan merangsang puting payudara, telinga, leher, hingga klitoris.
Menurut Vreeman dan Caroll, orgasme yang muncul dengan melakukan sentuhan-sentuhan pada area tubuh lainnya ini kemudian disebut dengan nama “zona orgasme”.
Mungkin banyak pasangan akan memilih langkah seks yang satu ini guna menghindari terjadinya kehamilan.
Padahal dengan melakukan oral seks, tetap tidak menutup kemungkinan terjadinya penularan penyakit infeksi menular seksual , misalnya penyakit herpes, gonore, dan klamidia bisa menular meski dilakukan dengan seks oral.
Untuk itu, agar Anda dan pasangan lebih aman dan nyaman saat bercinta, sebaiknya gunakan kondom saat seks oral demi mencegah penularan penyakit kelamin.
Faktanya, menurut Debby Herbenick, Ph.D seorang profesor di Indiana University sekaligus penulis buku The Coregasm Workout, bahwa vagina wanita bersifat fleksibel sehingga cenderung tidak akan terlalu berubah dalam ukuran maupun bentuknya meskipun telah berkali-kali melakukan hubungan seksual.
Mitos tentang seks ini diperkuat dengan studi yang membandingkan kelompok wanita yang sudah melahirkan dengan wanita yang belum melahirkan maupun berhubungan intim.
Hasilnya menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam perubahan ukuran vagina.
Menurut Departemen Kesehatan di Brown University bahwa ada banyak wanita yang sulit untuk mencapai orgasme yang maksimal melalui penetrasi.
Temuan ini diperkuat oleh Medical News Today yang mengatakan bahwa bukan berarti suatu pendapat bisa Anda telan mentah-mentah dan cocok pada semua orang, contohnya dalam hal mencapai orgasme.
Sebab sebuah penelitian menunjukkan presentase klimaks saat seks pada wanita, di mana dua puluh lima persen wanita mudah mencapai orgasme dengan penetrasi, sementara tujuh puluh lima persen sisanya lebih memilih untuk mendapatkan rangsangan pada klitorisnya.
Jadi jangan berpikir kalau Anda tidak bisa mencapai orgasme maksimal melalui penetrasi, atau berpikir Anda sulit untuk memuaskan pasangan karena tak kunjung mencapai klimaks.
Pasalnya, sebagian wanita mungkin akan lebih memilih diberikan rangsangan pada klitorisnya dibandingkan melakukan penetrasi pada vagina.
Maka itu, ada baiknya jika Anda dan pasangan berdiskusi atau sekadar bertanya, bagian apa yang disukai saat bercinta atau bagaimana caranya untuk membuat masing-masing klimaks.