Siapa yang tidak kenal dengan istilah matre atau materialistis yang sering dikaitkan dengan sifat wanita?
Kebanyakan orang menganggap sifat ini adalah hal yang cukup normal, tetapi ternyata materialistis berhubungan dengan gangguan kesehatan mental.
Mengapa demikian?
Menurut American Psychological Association, materialistis adalah sifat yang memprioritaskan nilai yang berbentuk uang, harta, gengsi, dan popularitas.
Biasanya, orang dengan sifat seperti ini mengejar uang dan harta dan tidak jarang membuang nilai norma di sekitarnya untuk mencapai hal ini.
Materialistis sering dilihat negatif oleh orang-orang yang mungkin memiliki kenangan buruk terkait sifat ini.
Orang yang matre cenderung memperlakukan orang lain dengan lebih kompetitif, manipulatif, egois, dan kurang berempati. Keempat hal tersebut tentu tidak diterima di masyarakat.
Oleh karena itu, kebanyakan orang menganggap materialistis berhubungan dengan kesehatan mental seseorang.
Faktanya, materialistis dapat menyebabkan gangguan mental yang cukup serius.
Menurut penelitian dari jurnal Personality and Individual Differences, orang yang materialistis lebih sulit untuk mensyukuri apa yang mereka miliki. Akibatnya, mereka mungkin merasa sengsara ketika tidak mencapai apa yang diinginkan.
Di dalam penelitian tersebut terdapat diantara mereka adalah wanita. Para peserta penelitian ini berasal dari mahasiswa jurusan pemasaran di Amerika Serikat.
Mereka diminta untuk mengisi sepuluh hingga lima belas survei yang dilakukan secara daring terkait rasa terima kasih, rasa puas terhadap kebutuhan, dan kepuasan hidup.
Hasilnya, dari survei tersebut terlihat bahwa materialisme memengaruhi kepuasan hidup dan rasa terima kasih seseorang. Padahal, rasa terima kasih dan bersyukur merupakan hal yang cukup penting untuk merasa puas.
Dengan begitu, penelitian ini menunjukkan orang yang materialismenya tinggi terlihat kurang bahagia dibandingkan mereka yang materialismenya rendah.
Akibatnya, materialistis tidak jarang menimbulkan gangguan kesehatan mental tertentu karena kurang bahagia, seperti depresi atau sering merasa cemas.
Mengapa materialistis membuat hidup kurang bahagia dan bisa menyebabkan gangguan kesehatan mental? Jawabannya ternyata sederhana, kurang berterima kasih, sehingga selalu tidak merasa puas terhadap apa yang dimiliki.
Menurut Jo-Ann Tsang, profesor psikologi dan ilmu saraf di College of Arts and Sciences, Texas, perasaan bersyukur termasuk emosi yang positif. Bahkan, perasaan tersebut memengaruhi Anda untuk membantu orang lain, sehingga menimbulkan perasaan senang.
Ia juga menambahkan bahwa manusia adalah makhluk sosial dan memperhatikan orang lain dengan cara positif ternyata bisa meningkatkan kesehatan mental Anda.
Sedangkan, orang dengan sifat materialistis terlalu berpikir tentang kepuasan dan kebutuhan dirinya sendiri. Mereka cenderung berfokus terhadap apa yang tidak dimiliki dan kurang berterima kasih dengan apa yang sudah dipunyai.
Misalnya, keluarga harmonis, karier yang bagus, dan rumah untuk tempat berteduh.
Oleh karena itu, materialistis bisa menimbulkan stres tersendiri dan memengaruhi kesehatan mental untuk mencapai target yang sebenarnya tidak begitu Anda butuhkan.
Anda terus membeli lebih banyak barang, tetapi tidak pernah mencapai kebahagiaan. Hal ini dikarenakan rasa senang ketika memperoleh barang baru hanya bertahan beberapa hari.
Perasaan ini sebenarnya bisa bertahan lama, tergantung ketika membandingkan diri sendiri dengan orang lain yang keadaannya di bawah Anda. Di sisi lain, kepuasan tersebut bisa hilang ketika dibandingkan dengan orang yang lebih kaya daripada Anda.
Tidak peduli berapa banyak jumlah uang atau harta yang Anda butuhkan, hal tersebut tidak akan pernah cukup karena keinginan tidak akan pernah habis.
Materialistis memang dapat dikaitkan dengan masalah kesehatan mental, seperti depresi dan stres. Namun, mengejar impian pun mungkin tidak ada salahnya, asalkan Anda bisa mensyukuri dan berterima kasih terhadap apa yang dimiliki sekarang ini.