Menikahlah?
Lantas?
Dengan menikah bisa menaikkan tingkat kelangsungan hidup, terfutama bagi orang-orang yang menderita penyakit jantung.
Menurut penelitian terbaru dari Emory University di AS, dengan menikah, penderita penyakit jantung memiliki kemungkinan lima puluh dua persen lebih kecil untuk meninggal karena kondisi tersebut.
Mereka juga memiliki dua puluh empat persen penurunan risiko meninggal prematur dari sebab apapun, dibandingkan dengan mereka yang bercerai, janda, atau tidak pernah menikah.
“Saya agak terkejut dengan besarnya pengaruh pernikahan telah ,” kata peneliti, Dr Arshed Quyyumi dari Emory University.
Berdasarkan temuan tersebut, peneliti percaya bahwa dukungan sosial yang menyertai pernikahan, bersamaan dengan menghindari tekanan emosional dan finansial dari perceraian, dapat meningkatkan kelangsungan hidup pasien penyakit jantung.
“Dukungan sosial yang diberikan oleh pernikahan, dan mungkin banyak manfaat pertemanan lainnya, penting bagi orang-orang yang menderita penyakit jantung,”
Sebaliknya, janda berada pada risiko terbesar, dengan tujuh puluh satu persen lebih mungkin meninggal karena penyakit jantung yang mereka derita.
Sementara orang yang bercerai memiliki kemungkinan meninggal empat puluh satu persen, dan kemungkinan empat puluh persen bagi mereka yang belum pernah menikah.
Dalam penelitian ini, para peneliti menganalisis enam ribuan orang yang memeriksakan kesehatan jantung mereka untuk dugaan atau adanya penyakit arteri koroner selama lima belas tahun.
Peserta penelitian diwawancarai tentang status perkawinan mereka, lalu mereka dipantau selama hampir empat tahun.
Temuan penelitian saat ini dipublikasikan di Journal of American Heart Association.
Lantas umur berapa sebaiknya seseorang untuk menikah?
Memang banyak orang menikah dengan alasan yang berbeda-beda.
Dari keinginan menikah karena sudah lama sendiri, merasa kesepian dan membutuhkan teman, ingin kehidupan lebih terjamin, hingga keinginan untuk segera menggendong bayi.
Namun, setelah menikah sebagian orang justru menyesali keputusan tersebut. Ini lantaran mereka menikah karena alasan yang salah.
Lalu bagaimana cara memastikan apakah pilihan seseorang untuk menikahi calon pasangannya adalah keputusan yang tepat?
Apakah alasan menikah yang salah bisa membuat kehidupan rumah tangga jadi tidak harmonis di kemudian hari? Temukan jawabannya di sini.
Menikah bisa jadi prosesi terindah yang akan dikenang seumur hidup. Bagi beberapa orang, menikah adalah gerbang utama menuju kehidupan yang benar-benar baru.
Ternyata, pernikahan juga bisa jadi adalah gerbang menuju berbagai kondisi kesehatan yang baru. Pernikahan memang terbukti bisa memberikan berbagai manfaat.
Namun, pernikahan tidak sehat terbukti membawa orang yang mengalaminya terkena berbagai penyakit.
Sebuah studi seperti yang dikutip dari WebMD membuktikan bahwa pernikahan yang tidak memuaskan bagi pasangannya, meningkatkan tingkat stres dan memperburuk kesehatan.
Studi lain yang dikutip dari sumber yang sama menyebutkan bahwa orang-orang dengan hubungan yang tidak bahagia berisiko terkena penyakit jantung.
Memang, studi di atas tidak membuktikan secara mutlak bahwa pernikahan yang baik akan membuat Anda sehat dan sebaliknya, pernikahan yang buruk akan membuat Anda sakit.
Namun, pada intinya pernikahan yang buruk tidak baik bagi Anda.
Sebenarnya, Anda bisa mencegah hubungan pernikahan yang tidak sehat ini sejak awal.
Pencegahan bisa dilakukan sejak Anda baru berpikir untuk akan menikah. Alasan menikah yang tidak tepat bisa jadi akan membuat hubungan pernikahan Anda ke depan menjadi tidak sehat atau tidak harmonis.
Sebelum menikah, ada beberapa pertimbangan yang biasa dipikirkan oleh setiap pasangan. Tentunya ada berbagai harapan dan fantasi yang berkembang yang terbentuk dari hubungan yang sedang dijalani sebelum menikah. Harapan tersebut sering dijadikan pertimbangan yang paling berat untuk memutuskan menikah atau tidak.
Misalnya saja, “Walaupun baru kenal, kami merasa sudah saling mengenal sejak lama sekali,” atau, “Aku pasti bakal hidup bahagia dengannya selamanya,”.
Ternyata, harapan-harapan tersebut belum tentu jadi alasan menikah yang cukup kuat. Pasalnya, pemikiran seperti itu muncul akibat aktivitas hormon pada otak yang membuat Anda merasa nyaman untuk sementara.
Namun, di kemudian hari setelah beberapa waktu menjalani pernikahan, Anda bisa jadi akan mendapatkan kenyataan-kenyataan lain yang berbeda dari apa yang Anda impikan di awal. Dengan kata lain, alasan-alasan di atas adalah alasan yang tidak tepat untuk memulai pernikahan.
Shauna H Springer Ph.D., seorang psikolog dari VA Northern California Relationship Seminar Series yang mendalami isu pernikahan, mengemukakan pendapatnya terkait alasan untuk menikah di Psychology Today.
Anda percaya bahwa satu-satunya hal yang bisa membuat Anda cukup berharga di mata orang lain atau di mata Anda sendiri adalah status sebagai suami atau istri seseorang.
Padahal, belum tentu calon pasangan Anda adalah orang yang tepat buat Anda. Bisa juga dalam hati sebenarnya Anda belum siap berkomitmen penuh dengan orang lain, tapi Anda tak kuasa menahan hasrat untuk segera menikah.
Mengapa Anda ingin menikah?
Berbagai alasan menikah di atas disebut dengan alasan pragmatis. Bila Anda termasuk orang yang pragmatis, maka sederhananya Anda menikahi pasangan karena itu menguntungkan buat Anda.
Jangan salah kaprah. Sah-sah saja, kok, kalau Anda menikah karena punya kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi.
Namun, alasan menikah seperti itu tidak sehat bila Anda jadi mengabaikan faktor-faktor penting lainnya dalam mengambil keputusan menikah. Misalnya Anda sebenarnya belum begitu mengenal sifat-sifat calon pasangan atau keluarganya secara mendalam.
Tidak jarang pasangan yang menikah karena alasan-alasan pragmatis tersebut akhirnya merasa tidak puas dengan pernikahannya.
Pasalnya, di tengah-tengah pernikahan, Anda mungkin baru menyadari bahwa hubungan yang sehat itu bukan cuma urusan masakan yang enak atau rumah mewah saja. Anda harus bisa menyatukan dua pribadi yang berbeda dan hal ini memang tidak mudah.