Sebuah studi terbaru, secara mengejutkan, menemukan anak-anak dari orangtua yang bercerai memiliki kemungkinan lebih besar mengalami perceraian, dibanding mereka yang tumbuh dalam rumah dengan dua orangtua.
Studi yang ditulis dalam sebuah laporan panjang diPsychological Science menemukan, alasannya lebih berhubungan dengan genetik, dan bukannya pola asuh.
Para peneliti dari Swedia dan Amerika Serikat mencoba mencari tahu, apakah faktor genetik memiliki peran tentang kemungkinan perceraian pasangan.
Mereka menganalisis data populasi dari dua puluh ribuorang dewasa di Swedia, yang adalah anak adopsi.
Mereka menemukan, para orang dewasa yang kecilnya diadopsi ini, riwayat perceraian mereka lebih menyerupai orangtua kandung, dibanding orangtua angkat mereka.
Menurut penulis penelitian, Jessica Salvatore, PhD, asisten profesor psikologi di Virginia Commonwealth University, mengatakan hasil temuan ini mengejutkan.
Kepercayaan selama ini adalah, perceraian bisa jadi bersifat turunan karena anak-anak melihat dan belajar dari perilaku orangtua mereka.
“Banyak bukti ilmiah sampai saat ini menunjukkan bahwa melihat orangtua Anda melalui proses perceraian berkontribusi pada kemungkinan Anda sendiri untuk bercerai,” ujar Salvatore.
“Namun, studi-studi ini belum dipengaruhi fakta bahwa para orangtua itu ternyata juga mengontribusikan gen mereka pada anak-anaknya. Dengan meneliti anak-anak yang diadopsi, kami bisa memisahkan faktor genetik dan faktor lingkungan,” ujarnya melansir Health, Rabu, 11 Oktober.
Salvatore mengatakan, koneksi genetik yang baru saja ditemukan ini bisa jadi disebabkan oleh faktor kepribadian yang juga telah dihubungkan dengan genetik, seperti impulsif dan kestabilan emosi.
“Kita tahu dari studi lain, faktor-faktor ini berkontribusi terhadap perceraian,” ujarnya.
“Hal ini bisa membuat seseorang jadi lebih sulit untuk bertahan dalam satu hubungan, atau apakah orang lain mau terus bersama mereka.”
Namun Salvatore juga menekankan, hanya karena perceraian bisa bersifat turunan, lantas anak-anak dari orangtua yang bercerai sudah pasti mengalami hal yang sama.
“Temuan ini sama sekali bukan perkiraan yang sempurna,” jelasnya.
“Hal ini hanya meningkatkan risiko, selayaknya ketika Anda memiliki orangtua dengan penyalahgunaan alkohol, risiko Anda juga lebih tinggi mengalami hal yang sama.”
Salvatore mengatakan, koneksi genetik yang baru saja ditemukan ini bisa jadi disebabkan oleh faktor kepribadian yang juga telah dihubungkan dengan genetik, seperti impulsif dan kestabilan emosi.
“Kita tahu dari studi lain, faktor-faktor ini berkontribusi terhadap perceraian,” ujarnya.
“Hal ini bisa membuat seseorang jadi lebih sulit untuk bertahan dalam satu hubungan, atau apakah orang lain mau terus bersama mereka.”
Namun Salvatore juga menekankan, hanya karena perceraian bisa bersifat turunan, lantas anak-anak dari orangtua yang bercerai sudah pasti mengalami hal yang sama.
“Temuan ini sama sekali bukan perkiraan yang sempurna,” jelasnya.
“Hal ini hanya meningkatkan risiko, selayaknya ketika Anda memiliki orangtua dengan penyalahgunaan alkohol, risiko Anda juga lebih tinggi mengalami hal yang sama