Wouuww…..Tim bangkit dari kubur…
Taman Ismail Marzuki. Pusat kesenian yang sapaannya Tim. Di jalan cikini raya tujuh puluh tiga, menteng, Jakarta.
Pusat kesenian seluas delapan hektar bekas kebun binatang yang dipindahkan gubernur Ali Sadikin ke Ragunan. Diresmikan November empat puluh delapan tahun silam.
Saya hampir terpekik. Pangling. Subhanallah. Setelah ia menjadi “kuburan” bertahun-tahun. Mungkin puluhan tahun. Saya tak menghitung persisnya usai ia menjadi bangunan “hantu.”
Hari itu ketika saya datang, karena diberi tahu seorang teman, usai memesan tiket secara online sepuluh hari sebelumnya, sudah sempurna.
Seluruh revitalisasinya sudah selesai. Gedung-gedungnya sudah sangat modern, Gedung teater tertutupnya sudah menyelenggarakan pertunjukan.
Ada teater kecil dan teater besar dengan kapasitas untuk jenis pagelaran berbeda. Di hari saya datang ada pegelaran kolosal klasik “Petualangan Sherina” sedang manggung diteater besar.
Perpaduan gerak dan lagu.
Tokoh sherina, plus sadam, dalam pertunjukan berbau teater musikal itu seperti mengulang ingatan saya ke masa dua puluh dua tahun lalu. Tahun kehadiran film petualangan sherina.
Sebelumnya musikal petualangan sherina pernah hadir lima tahun silam. Tapi tak sehebat penampilan kali ini yang seluruh tiketnya terjual ludes. Terjual di dua pertunjukan dalam satu hari Tiga hari berturut-turut.
Yang menurut Nurul Susantono, kerap disapa Nuya, selaku producer and director penentuan enam pertunjukan dilakukan agar kualitas pertunjukan menjadi lebih apik dan menarik.
Terutama bagi para pengunjung muda. Apalagi dalam pertunjukan itu ada Isyana Sarasvati. Seorang penyanyi dengan bakat sangat hebat
Yang lagunya “anganku anganmu” bak nyanyian puitis. Isyana selain penyanyi adalah penulis lagu. Merupakan lulusan Nanyang academy of fine art Singapura dan royal college of music britania raya
Semua lagu yang dibawakannya disusunnya sendiri. Tak kecuali kala ia menjadi penyanyi opera di kota singa itu
Bahkan dalam membawakan lagu-lagu klasik, ia dapat mengeluarkan kemampuannya dalam bernyanyi lewat suara sopran.
Perpaduan tata panggung, permainan lighting dan sound di teater besar itu membuat penonton tersihir. Itulah pagelaran tiga hari yang saya hanya bisa mendengar cerita karena tiketnya sudah ludes untuk enam pertunjukan.
Saya bergumam dengan kerjaan yang pervect revitalisasi taman ismail marzuki ini. Kerjaan Anies Baswedan. Yang masih ada orang membully-nya dengan sebutan cebong atau kadrun.
Revitalisasi Tim ini seperti juga revitalisasi sarinah. Sarinah bukan pasar raya di kawasan blok em. Tapi sarinah di jalan thamrin. Sebuah mall legendaris dari duit pampasan perang Jepang.
Mall yang nggak sempat diresmikan Soekarno kerena gejolak g-tiga puluh-s pki ditahun enam puluh lima.
Tim dan sarinah usai direvitalisasi kembali menjadi ikonik Jakarta. Menjadi bagian lonely style.
“Ini ide dan kerjaan Anies,” tutur teman saya seorang penulis hebat di media hebat, Bre Redana. Oecahannya berlanjut, “saya nggak peduli apakah ia cawapres atau pengangguran nantinya.”
Saya mengiyakan saja ocehannya. Ocehan yang menyebabkan saya melayangkan memori ke empat puluh delapan tahun silam. Ketika masih menjadi salah satu penghuninya, Penghuni Tim.
Di sudut kecil sayap selatannya. Di sebuah bangunan sederhana tipe asrama. Bernama wisma seni. Tempat saya pernah tinggal. Nggak ingat berapa lama. Mungkin dua tahun. Entahlah…
Tapi kenangannya “masya-allah” indahnya. Kenangan yang masih cas di memori Kenangan ketika Srimulat menjadikan wisma seni sebagai asrama bagi pelawaknya.
Pelawak yang dikumpukan Teguh Slamet Rahardjo setiap pagi duduk lesehan. Lesehan di pelatarannya untuk membahas skenario dan script bagi pertunjukan untuk malam berikutnya, Yang saya ikut nimbrung, mendengar dan menyimaknya.
Nama srimulat ditabal menjadi nama kelompok ini merupakan istri Teguh. Srimulat yang saya tahu kemudiannya tumbuh bercabang-cabang. Di Solo, Jakarta, Surabaya dan semarang
Srimulat termasuk grup lawak yang cukup lama bertahan meski di perjalanannya banyak menghadapi persoalan lewat bongkar pasang pemain.
Mereka malang melintang di pentas dan gedung pertunjukan serta televisi swasta pada akhir delapan puluhan. Anggotanya mendadak menjadi selebriti.
Grup ini merupakan satu-satunya grup lawak indonesia yang memiliki anggota paling banyak. Yang lawakannya, kemudiannya, dikalahkan oleh grup lawak senayan milik anggota terhormat.
Yang gedungnya lebih hebat dari pentas Srimulat di taman ria senayan.
Suasana inilah yang saya rasakan ketika memasuki pusat kesenian itu. Di sore kedatangan saya itu ada gerimis kecil. Gerimis pertanda ia menyambut saya dengan ramah.
Gerimis seperti dulu ketika saya datang dan pergi ke tempat kerja. Di segi tiga senen.
Bisa lewat prapatan yang ada gedung lembaga pendidikan manajemen prasetya mulia di ujung cikini-nya dan toko buku gunung agung di kwitang luarnya.
Atau pun menempuh jalan ringkas menyusuri kramat dalam yang kwitang terus ke kramat raya,
Kramat kwitang yang sering saya gumamkan sebagai rumah persinggahan. Karena disana ada kantor penerbit bulan bintang. Yang pemiliknya saya kenal. Amelz. Abang dari Amran Zamzami. Sahabat saya.
Yang trahnya asli Meukek Di pojok negeri selatan negeri indatu..
Yang abangnya Amran lainnya, Hasanuddin. Pemilik toko buku tamadun di kramat raya. Berseberangan dengan lapau nasi kapau. Depan perusahaan angkutan kota, ppd.
Taman Ismail Marzuki kini memiliki wajah baru. Menjadi tempat hiburan sekaligus tempat wisata edukasi, hingga wisata seni plus budaya.
Saya baru tahu proses revitalisasinya baru selesai Masih fresh. Revitalisasinya mengusung konsep the new creative hub and art center plus the new urban tourism destination
Tampilannya lebih modern dan futuristik.
Ada teater besar dan teater kecil yang menjadi tempat untuk menggelar pertunjukan teater hingga pementasan musik Dinamakan teater besar karena panggungnya lebar. Mampu menampung dua ratus lima puluh penonton
Untuk fasilitas kedua teater ini sama. Hanya saja untuk teater kecil tidak memiliki ruang ganti khusus. Operasionalnya juga sama. Menjelang malam hingga tengah malam.
Selain dua teater itu ikon Tim masih seperti dulu. Ada planetarium. Wahana wisata perbintangan dan benda-benda langit. Wisata yang cocok untuk keluarga karena pelajaran astroniminya
Di planetarium ada teater bintang. Teater yang membuat pengunjung dapat melihat pertunjukan bintang-bintang di dalam ruangan dengan langit-langit dalam kubah besar.
Pertunjukannya menyajikan sistem tata surya dengan segala isinya seperti adanya galaksi, matahari, bulan, dan planet-planet.
Selain teater bintang, pengunjung bisa mencoba teleskop observatorium yang ada di sini untuk melihat gugusan bintang.
Masih ada lagi gedung panjang. Sebuah tempat baru. Gedung yang memiliki empat belas lantai dengan beragam fasilitas
Ada co-working space, perpustakaan hingga pusat dokumentasi sastra Hanss Bague Jassin. Perpustakaan yang kini sangat moderen. Bukan seperti ketika saya menjadi penghuni Tim yang disekat-sekat.
Perpustakaan yang juga meyediakan dua lantai untuk anak-anak bermain sembari membaca serta bisa memilih satu buku untuk dibawa pulang.
Dilantai delapan hingga dua belasnya, ketika menapakinya, saya kecut. Disan ada wisma seni. Wisma penginapan bagi para seniman yang ingin menginap sebelum melakukan pementasan.
Wisma menterang dibanding dengan tempat mondok saya di bagian selatannya dulu. Yang kini sudah raib.
Saya baru tahu gedung ini setelah mendapat informasi dari guide yang memandu kami. Gedung yang dulunya pusat kuliner. Direvitalisasi menjadi sebuah bangunan dengan desain yang modern.
Desain gedung panjang terbilang unik karena bentuknya menyerupai not balok lagu “rayuan pulau kelapa” milik Ismail Marzuki pada bagian fasadnya
Dari lantai dua belas saya melayangkan pandangan menyapu wujud Tim secara keseluruhan. Tersapu juga sebuah taman hijau tepat di atas bassement.
Taman ini memiliki tampilan yang instagramable sehingga sering kali dijadikan lokasi sebagai tempat selvie.
Dan datanglah di sore hari karena pengunjung bisa sambil melihat sunset yang berlatarkan pemandangan gedung-gedung tinggi kota Jakarta.
Cara datang ke kompleks ini sangat mudah. Banyak cara yang bisa digunakan. Mulai dari menggunakan kendaraan pribadi hingga menaiki kendaraan umum. Bisa ka-er-el ke arah stasiun cikini, ojek online, atau berjalan kaki karena jaraknya kurang dari dua kilometer
Bisa juga naik busway trans-jakarta koridor lima h jurusan kampung melayu-tanah abang atau senen-lebak bulus
Ya, taman ismail marzuki menjadi kenangan banyak orang. Menjadi kerinduan bagi saya untuk terus berkunjung.
Sembari menantikan kunjungan mendatang di pekan kedua agutus ketika ada pementasan “di tepi sejarah” serial monolog “ismail marzuki: senandung di ujung revolusi”.
Sebuah kisah sejarah tentang peran “mahaguru” itu di kesenian Peran sejarah dari ismail marzuki untuk memberi makna ke-indonesia-an Peran perjuangannya dengan lagu.
Mengisahkan momen-momen perjalanan hidup dan kreativitasnya ketika di usia tujuh belas tahun. Kala menciptakan lagu “O Sarinah” Yang mengajak para perempuan desa untuk giat bekerja di sawah agar dapat membangun negara.
Juga di masa kreatifnya mencipatakan lagu-lagu “rayuan pulau kelapa”, “sapu tangan dari bandung selatan”, “indonesia pusaka”, dan “sepasang mata bola”, yang menjadi inspirasi para pejuang
Sampai di akhir hayatnya ismail marzuki dicatat menciptakan dua ratus lagu.
Termasuk lagu “taman ismail marzuki” yang dibangkitkan dari kubur.
Woouuwww…