Suatu hari, seorang sahabat keluarga kami berkunjung ke rumah. Itu kunjungan pertamanya setelah kami “ngumpul” di sebuah kota yang sama. Sebelumnya kami terpisah selama puluhan tahun dengan kota yang terpisah.
Tentu, setelah berada di sebuah kota yang sama, kami saling kunjung. Dan kunjungan pertamanya ke rumah keluarga kami meninggalkan kesan yang mendalam baginya.
Wow. “Open space,” ujarnya setengah memekik begtu masuk ke ruang tamu yang menyatu dengan ruang keluarga, ruang makan dan dapur, serta dipisahkan oleh sekat-sekat lemari yang bisa digeser-geser. Ruang terbuka.
Ya, sang teman kesengsem dengan ruang terbuka yang menjadi ciri selera keluarga kami. Rumah yang tidak dibatasi oleh dinding atau kelak-kelok lorong yang menyemak dan sering menyesatkan. Rumah yang juga kami bangun dengan plafon menjulang hingga tujuh meter dan menyergap pandang yang luas dengan cat putih menambah keleluasaan.
Kami, mungkin, termasuk sebagian kecil yang memiliki selera rumah ruang terbuka. Mungkin, karena kami keluarga kecil dengan satu anak, merasa mudah untu mengatur interior konsep open space. Bagi kami cara itu merupakan solusi yang tepat.
Pengaturan rumah semacam ini terbuka. Jadi, meski luas rumah tidak terlalu besar, namun interiornya tetap terasa lega dan segar.
Bukan berarti konsep rumah dengan ruang terbuka memudahkan segalanya. Pengaturan semacam ini juga membawa tantangan. Konsep terbuka berarti juga minim sekat. Lantas, bagaimana cara membagi ruang tanpa sekat, apalagi dengan dinding?
Mungkin kontributor Houzz.com Jen Dalley punya jawabannya untuk membantu setiap orang yang punya selera dengan rumah dengan ruang terbuka..
Dalley menyarankan Anda mengubah ketinggian lantai untuk membedakan atau menonjolkannya dari area lain. Meski tidak ada dinding, perbedaan ketinggian membuat area tersebut tampak atau terasa istimewa. Tidak hanya meninggikan satu area.
Anda juga bisa “menenggelamkan” area tersebut, membuatnya lebih rendah dari area lain. Cara ini membuat area tersebut terasa lebih intim dan menenangkan.
Cara kedua merupakan kebalikannya. Alih-alih membuat area panggung atau “menenggelamkan” satu area tertentu, berikan aksen berbeda pada plafon. Ada beberapa cara untuk memberikan aksen berbeda pada plafon. Dalley mencontohkan penggunaan aksen kayu.
Tidak hanya bagian plafon, dinding yang menempel pada area plafon ditutup dengan papan kayu. Menempatkan aksen ini dalam ruangan yang dipenuhi warna putih, memberikan kesan hangat tersendiri, sekaligus mengkhususkan area tersebut dan memisahkannya dari area lain.
Jika Anda tidak ingin menambahkan material baru pada ruangan tersebut, Anda bisa menggunakan cat. Pilihlah warna yang dramatis dan pertahankan konsistensi warna tersebut dari dinding ke plafon.
Anda pun bisa “membagi” ruangan dengan membuat plafon hias dari papan gipsum. Buat efek drop ceiling dan sempurnakan dengan memasang pencahayaan yang menarik.
Dalley juga mencontohkan cara lain untuk membagi ruangan. Dia membagi ruangan dengan memanfaatkan “layar” atau sekat yang tidak menutup satu area dengan sempurna.
Cara ini membuat Anda masih bisa melihat area di balik sekat, namun ada rasa terpisah dari area tersebut. Anda bisa menggunakan perpaduan antara kaca dan besi atau besi dengan kayu. Rak buku pun bisa Anda manfaatkan. Kuncinya adalah tetap memberikan akses visual antar-ruang.
Terakhir, Dalley mengusulkan untuk membagi area dengan menggunakan penutup lantai berbeda. Hanya dengan menggunakan material atau bahkan warna berbeda, misalnya parket untuk dapur dan marmer untuk ruang makan, Anda bisa membagi kedua ruang tersebut. Cara yang lebih tidak permanen bisa Anda lakukan dengan menggunakan area rug.