PENANTIAN panjang Anas Urbaningrum, Ketua Umum DPP Demokrat, sebagai tersangka kasus Proyek Hambalang, Sentul, Bogor, akhirnya menjadi kenyataan dengan adanya penegasan yang disampaikan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Abraham Samad, Jumat sore, usai melantik pejabat di lembaga rasuah yang “superbody” itu.
Namun, menurut Abraham seperti yang dikutip dari “Tempo.Co, Jumat malam, surat perintah penyidikan kasus suap Gedung Olahraga di Bukit Hambalang, Sentul, Bogor, masih belum diteken, walau sudah disiapkan. “Sudah sepakat, tetapi kan harus ditandatangan semua (pimpinan KPK),” ujar Abraham seusai melantik Direktur Penuntutan KPK, Ranu Mihardja, dan Sekretaris Jenderal KPK, Anis Zaid Basalama, di kantornya, Jumat, 8 Februari 2013.
Abraham, seperti ditulis di laman “Tempo.Co,” mengatakan KPK belum meneken surat itu lantaran tiga dari pimpinannya masih bertugas di luar daerah, yakni Bambang Widjojanto, Busyro Muqoddas, dan Adnan Pandu Praja. Adnan mengaku akan mengikuti sebuah penandatanganan nota kesepahaman di Selandia Baru pada pekan depan. “Tapi mudah-mudahan dalam satu atau dua (hari), tapi kita liat saja lah nanti lah,” ujar dia tak melanjutkan kalimatnya.
Selain klarifikasi tentang status Anas, Jumat sore, sehari sebelumnya, Kamis, beredar kabar bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan mantan Ketua Umum HMI dan Anggota KPU itu sebagai tersangka kasus suap proyek Gedung Olahraga di Bukit Hambalang, Sentul, Bogor.
Dari hasil ekspose KPK, Kamis malam, 7 Februari 2013, sumber Tempo menyebutkan KPK meyakini Anas menerima suap berupa duit yang kemudian dibelikan mobil Toyota Harrier pada 2010. Masih menurut sumber yang sama, Anas diduga melanggar pasal suap karena menerima hadiah selaku penyelenggara negara. Pada saat penerimaan tersebut, Anas menjabat sebagai Ketua Fraksi Demokrat di DPR. “Dia diduga melanggar Pasal 12 a dan b atau Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi,” ujar sumber yang sempat membacakan surat perintah penyidikan Anas.
Abraham menegaskan tidak ada perbedaan pendapat maupun perpecahan dari para pimpinan KPK dalam menentukan status hukum Anas. Hanya saja, “Ada hal-hal yang mungkin perlu disinergikan,” ujar dia. “Ini tidak mungkin diungkapkan ke hadapan publik.”
Saat ditanyai sejauh mana bukti dugaan gratifikasi berupa mobil Anas, Abraham belum bersedia memberikan penjelasan. “Tunggu saja nanti karena kalau disampaikan sepotong-sepotong nanti jadi tidak utuh.”
Kalau penetapan Anas sebagai tersangka sudah ditandatangani Pimpinan KPK, Partai Demokrat akan bisa terlepas dari belit jebakan yang telah menyiksa citranya selama dua tahun terakhir.
Banyak pengamat menduga langkah KPK ini diambil setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta KPK untuk secepatnya mengambil keputusan apakah Anas bersalah atau tidak. Dalam permintaan yang disampaikan dari Jeddah, Arab Saudi, pekan lalu, SBY menegaskan Demokrat memang tersandera dengan kasus yang membelit partainya oleh kasus Hambalang dan akan mengambil langkah untuk menghentikan penurunan popularitas partai yang dibangunnya itu.
Kasus ini telah mengantarkan Andi Alifian Malarangeng, Menteri Pemuda dan Olahraga menjadi tersangka. Sebelumnya, beberapa pejabat di lingkungan Kemenpora juga telah dijatuhi hukuman oleh Pengadilan Tipikor. Kasus Hambalang ini, sebelumnya, sudah dibeberkan oleh mantan bendahara umum Partai Demokrat M Nazaruddin. Bahkan Nazaruddin menyebut, Anas lah sebagai orang yang terlibat dalam kasus ini. Nazaruddin secara berulang-ulang menuding Anas sebagai aktor utama dalam merekayasa suap di Hambalang.
Para pengamat politik mengatakan, bila benar Anas ditetapkan sebagai tersangka, salah satu simpul kemorosotan suara Demokrat berdasarkan banyak hasil survei akan akan bisa ditahan. Demokrat harus melakukan restrukturisasi besar-besaran “pasca” Anas ditetapkan sebagai tersangka.