close
Nuga News

Belukar Feature

Saya punya alasan menolak untuk mewejang materi “feature” di sebuah klas penulisan milik seorang teman di kawasan bintaro, sabtu pekan lalu.

Asbabul.. penolakan itu sah. Saya tahu diri. Bukan seorang penulis feature yang baik. Hanya seorang penulis tekstual. Belum melampaui tekstur kerenyahan.

Singkat kata: masih di strata tengah…

Yang artinya: bawah gak atas juga belum. Tengah-tengah lah.

Alasan lainnya, saya takut tersesat. Karena jalan penulisan feature itu berliku. Berliku dari hulu hingga kehilirnya. Gak mudah untuk mengemasnya dalam sebuah wejangan.

Ya… ngomongnya enak tapi hasilnya payah…

Bagi saya pribadi, untuk menulis feature sama seperti belajar seumur hidup. Terus belajar. Gak akan pernah lulus.

Karena begitu seseorang merasa lulus, berhentilah ia menjadi penulis feature ….  Dan siapkan lamaran untuk memulai menjadi humas…

Saya tahu, tulisan feature untuk saya yang menjalani profesi jurnalis “never die”  gak teramat istimewa. Gak beda dengan saudara sepupuannya. Separti opini, esai, bahkan straight news.

Yang membedakannya cuma postur. Feature itu memerlukan usaha keras dan panjang untuk menaklukkan hati pembaca.

Alasan ini menjadi dasar penolakan saya. Tapi ikhtiar ini kandas lewat bisikan sang teman… Biskin yang gak akan saya tulis di sini.  Ya sudah….

Saya mulai lagi, penulis feature ini akan berupaya agar pembaca jangan mengalihkan perhatiannya setelah membaca judul, lead dan seterusnya…. dan .. seterusnya..

Para penulis feature  hanya dibedakan soal kengototan untuk menceritakan  manusia dan posisinya dalam penulisan kreatif

Ini sering disebut secara popular creative wraiting. Menggali sisi manisiawi. Menggali “human interst.”

Ya.. cerita manusia, Saya yakin semua kita sudah tahu. Beda dengan penulis abal-abal lima w+h straiht news. Sebagai creative writing, penulis feature harus terus-menerus memperbaiki diri.

Tujuannya agar tulisannya tetap segar, anyar, sanggup memukau hingga paragraf akhir, dan terus mengatasi kejunuban yang ditimbulkan oleh gaya penulisan yang klise.

Singkat kata, tulisan feature akan awet. Gak lapuk di waktu dan gak juga hanyut di banjir serta gak lekang di panas…..

Di tempat saya kerja dulu, sebuah majalah dengan jargon “enak dibaca dan perlu,” penulisannnya mengacu pada satu pola. news feature dengan lead deskripsi.

Lead deskripsi yang eksklusif, yang istimewa, yang pada akhirnya mampu membuat tulisan tetap segar.

Untuk tulisan feature, deskripsi hancurnya rumah atau bangunan. misalnya, tak akan memberikan banyak arti, bila penulis tidak melukiskan barang-barang yang tertinggal setelah ledakan.

Penulis harus mampu mendiskripsikan lokasi, desain rumah, interiornya dan semuanya.. Semua itu dipatutkan dengan cerita keluarga  Cerita manusia..

Siapun tahu feature itu awet. Long lasting.

Saya tahu bahwa feature selalu menampilkan kelembutan manusia, ironi, tragedi –bahkan sedikit main-main juga boleh.

Inilah kekayaan feature yang tentunya tidak terdapat dalam berita model siapa, apa dan apa…

Feuture akan  menghindari penggambaran yang terlalu fisik atau verbal — kecuali kalau disampaikan oleh “aku eksklusif” atau mewakili suatu kondisi yang istimewa.

Deskripsi yang sensitif –juga selektif– memainkan peran besar ketika melukiskan keadaan ekonomi yang semakin mencekik rakyat jelata.

Ini contohnya: “pemerintah ini sudah zalim” Itu kutipan teriakan seorang perempuan yang rumahnya terpaksa dibongkar satpol pamong praja.

Kalua saya disuruh menulis cerita ini pasti tidak meletakkan kata-kata itu sebagai lead, melainkan sebagai kesimpulan dari suatu keadaan yang dideskripsikan.

“Pemerintah ini sudah zalim,” ujarnya si ibu dengan suara lirih dalam gumaman yang nyaris tak terdengar.

Supaya tidak terperangkap dalam klise, lead yang bersifat menyimpulkan juga bisa menjadi alternatif.

Sekali lagi, sebagai creative writing, feature memberi ruang yang lebih luas untuk kebebasan si penulis.

Ooo… jangan pernah abai. Sebuah tulisan feature tetap berlandas fakta, bukan tulisan fiktif.

Namun seperti halnya esai dan resensi, sepanjang bisa dipertanggungjawabkan, penulis feature tak diharamkan samasekali membubuhkan analisisnya.

Jadi, subyektivitas tak hanya ditampilkan dalam “aku eksklusif” yang masuk dalam cerita, tapi juga dalam menafsirkan).

Ya, katakanlah atau sampaikanlah dengan cerita. Kita tengah hidup di masa ketika perubahan-perubahan besar berlangsung, bahkan tanpa aba-aba

Kalau sudah begini, tidak ada kompromi lagi, judul atau lead harus atraktif menarik perhatian pembaca.

Sebagaimana sebuah cerita, kekuatan feature tersimpan pada judul, lead, angle yang bagus, dan tentu saja plot.

Tentang plot, untuk memelihara alur cerita yang mengalir mulus diperlukan penguasaan masalah yang kuat dan logika yang baik.

Bukankah paragraf yang satu dihubungkan dengan paragraf yang lain dengan garis kausalitas, garis sebab-akibat yang tak kelihatan.

Alur feature terpelihara seperti cerita pendek: setting dan waktunya bisa melompat-lompat, tapi hubungan kausalitas antara paragraf yang berdekatan terjalin sangat erat.

Makanya saya selalu mengatakan, mendefinikasikan profesi sebagai penulis  seseorang adalah sosok yang biasa menempuh jalan penulisan yang tidak biasa.

Ia akan menemui orang-orang yang tidak mau ditemui; berbicara dengan mereka yang tidak mau diajak bicara; dan mengunjungi tempat yang justru dihindari orang.

Penulis feature yang baik akan mendatangi orang bermasalah. Menemui saksi kunci dalam kasus pembunuhan di tempat persembunyiannya.

Pada kondisi hari ini ia akan memaksa seorang koruptor untuk bersaksi dan mengakui dosa-dosa korupsinya.

Pada satu kejadian, ketika semua orang panik bergegas keluar dari sebuah gedung yang terbakar, ia mengambil langkah sebaliknya: menyelinap masuk untuk mendapatkan berita yang eksklusif.

Bukankah seorang penulis feature adalah pilihan hidup?

Pilihan untuk tidak menerima amplop  Satu perilaku destruktif bagi dunia penulis yang sayang sekali dapat terus bertahan dari satu generasi ke generasi yang lain.

Penulis feature bagi saya juga sejarawan di skala yang lebih kecil. Ia mencatat  hal yang paling kontemporer, kemudian memuat laporan hasil observasi dan penyelidikannya

Penulis feature tidak Cuma memberitakan rilis dari istana tapi juga menyuarakan betapa negara ini tidak siap ketika harus menjalankan fungsinya sebagai welfare state.

Tanggungjawab yang dipikulnya  mempertanggungjawabkan setiap paragraf yang telah ia tuliskan.dengan meletakkan data dan fakta di atas segalanya.

Fakta itu sakral. Fakta yang terverifikasi sebelum menyebarkan berita yang ditulisnya.

Saya selalu mengatakan kepada siapa pun dan kapanpun bahwa jiwa saya adalah seorang skeptis yang meragukan narasi cet langet.

Apakah masih ada mereka yang mempertahankan sikap skeptis ini?

Saya percaya masih banyak orang dengan akistensi moral. Banyak media yang mengharamkam bagian dari pelacuran.

Semu aini adalah bagian wejangan terpaksa saya di sekolah penulisan bintaro iu.

Tags : slide