Krisis Mesir, usai penggulingan Presiden Mohamed Morsi, Rabu lalu, makin mendekati “perang saudara” antara dua kekuatan besar, liberal dan agamis. Kedua kelompok ini, yang hampir tidak mungkin lagi didamaikan lewat dialog, “bertempur” dijalanan yang menyebabkan, sedikitnya, 26 orang tewas.
Aksi demo yang digelar oleh Ikhwanul Muslim, kelompok pendukung presiden terguling, pada Jumat, 5 Juli waktu setempat itu, diikuti puluhan ribu orang Mereka menyerbu kantor-kantor pemerintah di kota El-Arish usai terjadi kontak senjata. Sementara di kota Alexandria, terjadi bentrok antara para pendukung dan penentang Morsi. Akibatnya, sedikitnya 12 orang tewas.
Di Lapangan Tahrir, Kairo, sedikitnya dua orang tewas ketika para pendukung Morsi terlibat kontak senjata dengan para penentang Morsi. Bentrok senjata itu berakhir setelah militer memisahkan para demonstran dengan menggunakan kendaraan-kendaraan lapis baja.
“Kami tidak berpihak. Misi kami adalah mengamankan nyawa para demonstran,” ujar juru bicara militer Mesir, Kolonel Ahmed Ali.
Empat demonstran juga tewas di luar markas besar Garda Republik. Keempatnya tewas ditembak militer Mesir. Kekerasan antara para pendukung dan penentang Morsi juga merenggut nyawa seorang demonstran di Assiut dan satu lagi di Minya.
Sementara di Sinai, beberapa pria bersenjata menewaskan lima polisi dan seorang tentara dalam serangan roket dan senapan mesin. Di El-Arish, sedikitnya 16 orang luka-luka dalam bentrokan antara para pendukung dan penentang Morsi.
Sebelumnya pada Rabu, 3 Juli larut malam waktu setempat, militer Mesir menyatakan berakhirnya kekuasaan Morsi. Jenderal Sisi pun mengumumkan ketua Mahkamah Konstitusi Adly Mansour sebagai presiden sementara.
Sisi juga menyerukan digelarnya kembali pemilihan presiden dan parlemen di Mesir. Pengumuman ini mendapat sambutan meriah rakyat Mesir di berbagai wilayah. Warga yang berkumpul di jalan-jalan bersorak-sorai dan menggelar pesta kembang api untuk merayakan kejatuhan Morsi.
Kekerasan terjadi saat pendukung Morsi menggelar demonstrasi besar-besaran di seluruh negeri, menyerukan pengembalian Mursi ke kursi presiden. Demonstrasi itu berbalas dengan demonstrasi yang sama besarnya oleh kubu oposisi penentang Mursi yang merayakan kejatuhan Mursi.
Bentrokan ini diikuti kabar bahwa lima pendukung Morsi ditembak mati tentara, di depan markas Garda Republik yang diduga merupakan tempat Morsi ditahan. Informasi ini dilansir oleh sayap politik Ikhwanul Muslimin, Partai Keadilan dan Kebebasan, Jumat malam waktu setempat.
Demonstran pendukung Mursi ini berhadapan dengan barikade kawat berduri dengan barisan tentara di belakang barikade melemparkan granat flash dan menembakkan gas air mata sebagai upaya menyingkirkan para demonstran.
Nile TV, mengutip sumber keamanan yang tidak disebutkan namanya, mengatakan, amunisi tajam belum digunakan menghadapi para demonstran. Mereka mengklaim tidak ada korban terluka dan tewas dari demonstran pendukung Mursi.
Massa pro-Morsi melempar batu ke arah lawannya, dan menyerang sejumlah kantor-kantor pemerintahan. Mereka bersumpah akan melakukan perlawanan terhadap militer yang menggulingkan presiden sipil pertama yang terpilih secara demokratis.
“Allah memenangkan Morsi dan mengantarkannya kembali di istana, kami adalah pasukannya dan kami siap mempertahankannya dengan nyawa kami,” ujar pemimpin sekaligus politisi senior dari fraksi Ikhwanul Muslimin Mohammad Badlie di tengah demonstran, seperti dikutip Associated Press, Sabtu 6 Juli 2013.
Badie sebelumnya dikabarkan ditangkap namun pria yang sering disebut sebagai Presiden Mesir sesungguhnya di era kepemimpinan Morsi, muncul dalam demonstrasi. Badie menegaskan kembali, militer seharusnya mengabdi pada pemerintah. Militer juga tidak diperkenankan melepaskan tembakan ke warga.
“Pemimpinmu, Morsi akan kembali ke Mesir. Peluru-peluru kalian seharusnya tidak digunakan untuk menembak warga,” tegas Badie.
Setelah Badie berorasi, para pendukung Morsi langsung membanjiri Jembatan 6 Oktober yang berada di dekat Lapangan Tahrir. Bentrokan pun berlangsung, suara tembakan terdengar disekitar wilayah itu.
Beberapa simpatisan anti-Morsi juga berunjuk rasa dan berseteru dengan pendukung Morsi. Simpatisan anti-Morsi berupaya untuk berlindung dengan bantuan militer.