Majelis Ulama Indonesia mengklasifikasikan para dai dalam tiga katagori. Pengakatagorian nini ditegaskan MUI sehubungan adanya kasus-kasus tarif yang menghebohkan para jamaah. Kasus terakhir adalah, tarif selangit, 10 juta dollar Hong kong yang disodorkan oleh Solmed, seorang dai seleb, kepada pengundangnya, jamaah TKI di Hong Kong.
MUI mengingatkan para jamaah, yang ingin mengundang para penceramah yang biasanya disebut dengan ustazd, agar berhati-hati karane ada ustazd yang mengkomersilkan dakwahnya dengan bayaran selangit.
MUI mengimbau masyarakat agar selektif memilih dai. Menurut MUI, ada tiga kategori seorang dai. Pertama, dai yang memang tulus, ikhlas dan berilmu. Kedua, dai yang suka dibumbui dengan humor, atau ada juga dai yang memag setengah dai dan setengah artis.
Untuk masyarakat, MUI mengingatkan, kalau mau belajar agama ya belajar yang sungguh-sungguh. Apakah mau dakwahnya, apakah humornya, apakah karena panampilannya..
Mengenai kisruh Solmed, MUI tidak ingin ikut campur. Jika selama isi dakwah Solmed tidak bertentangan dengan agama, pihaknya tidak bisa bertindak.
MUI tidak ingin menyinggung seseorang atau siapa pun, itu tidak baik. Kalau kita akan bertindak kalau isi dakwahnya bertentangan dengan agama, kalau caranya sih ya bebas-bebas saja.
Sementara itu, guru spiritual Solmed, KH. Nur Isqandar SQ, menegeaskan. Solmed membantah kabar dirinya telah mengkomersilkan dakwahnya. Nur mengaku Solmed telah menceritakan kejadian sebenarnya, perihal kisruh dirinya dengan majelis taklim di Hong Kong.
“Iya, saya sudah bicara sama Solmed. Dia bilang enggak benar bahwa dia pasang tarif saat diundang untuk dakwah di Hong Kong,” ujar Nur.
“Enggak benar. Malah katanya, dia itu ngelarang panitia untuk jualan tiket. Kalau pun tiketnya gratis, Solmed juga bakal tetap hadir untuk dakwah di sana,” pungkasnya.