“Malas, ah..” Itu ucapan pertama yang dikemukakan oleh seorang istri ketika kegiatan rutin olahraga paginya diingatkan oleh sang suami. Malas. Itulah kemenangan alasan yang mengalahkan niat olahraga pagi.
Kemenangan ketika lingkar pinggang dan timbangan berat badannya menyusut, dan rasa malas karena sudah “cuti” selama dua minggu.
Bagi sang suami, alasan istri ini, nantinya, akan pupus setelah berat badan idealnya terlampaui dan keluhan kebas tangan sertan otot kendur akan menjadi keluhan. Saat itu sang istri pasti akan menetapkan kembali target untuk memiliki berat badan ideal atau pun lebih kencang berotot.
Semangatnya pasti akan menggebu melakukan latihan olahraga.
Keluhan istri semacam itu memang kecenderungan yang lazim. Sebuah survei yang melibatkan hampir tiga ribu responden menunjukkan, lima puluh empat persen dari peserta yang pada awal tahun berkomitmen
ntuk menjalankan hidup lebih bugar, ternyata gagal untuk memenuhinya pada beberapa bulan setelahnya.
Survei tersebut dilakukan oleh Fitness First di beberapa negara di Asia, termasuk Indonesia.
Survei juga menemukan, alasan terbesar orang untuk tidak berolahraga adalah karena kurangnya waktu dan motivasi. Itulah mengapa kebanyakan orang gagal untuk melanjutkan komitmen yang sudah dibuat sejak awal.
CEO Fitness First Asia, Simon Flint, yang memimpin langsung survey ini mengatakan, ada tiga faktor yang penting dalam membangun motivasi, termasuk motivasi berolahraga, yaitu competence, merasa kompeten atau merasa memiliki pencapaian dan melihat adanya kemajuan atas apa yang telah dilakukan.
Kemudian, autonomy yaitu memiliki kebebasan untuk memilih dan tidak ada keterpaksaan dalam melakukan sesuatu.
“Selain itu, social relatedness yaitu merasa menjadi bagian dari sesuatu, merasa berada dalam lingkungan yang nyaman dan juga mendukung apa yang dilakukannya,” kata Simon, ketika merilis hasil survey lembaganya, dua hari lalu..
Menurutnya, paling tidak ada tiga hal yang menjaga motivasi olahraga, yaitu atraktif, romansa, dan komitmen. Ia menganalogikan tiga hal tersebut mirip dengan mempertahankan jalinan pernikahan.
“Atraktif yaitu rasa ketertarikan, biasa didapat saat baru saja membuat janji. Seperti kalau berolahraga, alat-alatnya baru, sepatu baru, jadi bersemangat. Kemudian romansa dimulai ketika sudah merasa asiknya berolahraga. Setelah beberapa lama, barulah komitmen itu yang bekerja. Nah, kalau lupa dengan komitmen jadi lebih mudah gagal,” jelasnya
Karena itu, untuk menjaga motivasi tersebut, setiap individu harus merumuskan tujuan yang jelas sebelum membuat komitmen. Tujuan atau intensi dalam melakukan sesuatu sangat penting untuk menjaga melangsungan melakukan olahraga. Misalnya, intensinya untuk menjadi lebih langsing dan memiliki penampilan lebih menarik.
“Dengan adanya intensi yang jelas, maka melakukan komitmen itu seperti sudah menjadi kebutuhan,” kata dia.
Supaya tetap sehat dan bugar olahraga perlu dilakukan secara rutin. Penelitian menunjukkan, angka kejadian penyakit lebih banyak terjadi pada mereka yang kurang berolahraga.
Padahal olahraga sebenarnya tidak harus dilakukan dalam waktu lama. Meski sebentar, olahraga dengan intensitas tinggi tetap dapat memberikan manfaat yang optimal seperti olahraga intensitas lebih rendah yang dilakukan dalam waktu lama.
CEO Fitness First Asia Simon Flint mengatakan, selama olahraga menjadi prioritas, seharusnya tidak ada lagi alasan tidak ada waktu untuk melakukannya. Namun ia mengakui, orang yang tinggal di kota-kota besar seperti Jakarta memang terlalu banyak membuang waktu di jalan, sehingga harus ada efisiensi waktu.
“Bentuk efisiensi waktu itu bisa berupa olahraga yang dilakukan dengan waktu singkat, namun tetap memberikan manfaat optimal,” kata dia dalam konferensi pers peluncuran identitas dan kampanye baru Fitness First “Together, We Can Go Further” di Jakarta.