Gaza adalah “killing field” sesungguhnya. “Ladang pembantaian.” “Di sini tak ada kompromi atas nama hak hidup. Di sini yang berbicara saya atau dia. Pertaruhannya mati,” tulis Adriana seorang dokter anestasi asal Norwegia yang datang ke Gaza atas nama kemanusiaan.
“Saya tidak peduli dengan harga sebuah nyawa yang saya miliki. Saya telah mengatakan kepada keluarga, mungkin saya akan tamat di sana. Relakan,” tulis perempuan yang lebih mencintai kemanusiaan dari penderitaannya sendiri. Di sini saya berjibaku,” lanjutnya dalam “blog” yang ia tulis sebagai catatan pribadi.
Dalam tulisan pekan terakhirnya, Adriana menulis, tentang amuk perang di Gaja. Senin malam, tulisnya, korban luka dan cedera membanjiri unit gawat darurat Rumah Sakit Al Shifa, Gaza.
Sebagian besar pasien adalah pindahan dari RS Al Aqsa yang terkena tembakan tank Israel sehari sebelumnya.
“Misil Israel meledak beberapa kilometer dari kantor Dokter Lintas Batas tempat saya mengabdikan diri di Gaza. Tim bedah segera menuju ke RS Al Shifa. Di sana staf medis sudah bersiaga mengantisipasi banyaknya pasien terluka.
”Saya merawat dua pasien baru di ruang perawatan intensif untuk pasien luka bakar serius,” ujar Adriana, yang baru bergabung dengan tim darurat MSF di Gaza.
”Seorang pasien saya adalah ibu muda berumur dua puluhan tahun. Ia tertimbun di bawah puing-puing rumahnya selama dua belas jam jam. Anak perempuannya dan sepuluh orang anggota keluarga lainnya meninggal. Kami melakukan segalanya yang kami bisa, namun dia akhinrya meninggal,” lanjut Adriana.
Pasien lainnya, seorang anak berusia sepuluh tahun. “Ayah anak ini meninggal saat misil rudal menghanta rumah mereka. Ia menderita luka bakar, crush syndrome atau kerusakan otot yang dapat menyebabkan gagal ginjal, serta mengalami seratusan luka di tubuhnya akibat ledakan bom,” ujar Adriana.
Setelah dioperasi, anak itu dirawat di unit luka bakar RS Al Shifa. Kelly, dokter spesialis anestesi lainnya yang telah lama menjadi relawan MSF, mengatakan luka di perutnya cukup mengkhawatirkan.
“Luka di dalam perutnya terus mengeluarkan darah. Kami melakukan scan abdomen, dan hasilnya adalah pendarahan internal. Serpihan bom telah menyebabkan tujuh lubang di dalam ususnya,” tambah Adriana mengutip Kelly yang akhirnya berhasil menyelamatkan nyawa anak tersebut.
Di sudut lain RS Al Shifa, seorang ahli bedah MSF, kata Adriana, bernama Cosimo, baru saja menarik sebuah peluru dari nadi jantung seorang pasien perempuan berusia dua puluh tahun.
“Kedua pasien lainnya yang saya operasi tadi malam mengalami luka-luka di dada akibat ledakan,” catat Adriana di blognya.
Setelah RS Al Aqsa dibom sehari sebelumnya, banyak pasien yang dipindahkan ke RS Al Shifa.
“Seorang perempuan berusia dua puluh tahun tahun sedang dirawat di Al Aqsa ketika RS itu diserang,” ujarnya. ”Ia dibawa ke unit darurat Al Shifa, dan kami segera mengamputasi kedua kakinya di bawah lutut. Operasi memakan waktu tiga jam.”
Karena kebanyakan pasien mengalami luka serius, penanganannya membutuhkan beberapa ahli bedah sekaligus. “Kemarin, ada dua pasien bedah saraf,” ujar Adriana.
“Kadang-kadang, pada saat pasien tiba di ruang bedah, keadaannya sudah terlambat untuk ditolong. “Seorang anak berusia delapan tahun dibawa masuk ke ruang bedah,” ujar Adriana.
”Ia kehilangan kedua kakinya dalam ledakan dan menderita beberapa trauma, termasuk di kepala. Tak banyak yang dapat dilakukan selain mengurangi rasa sakitnya,” papar dia.
Ruang darurat juga penuh anak-anak dengan luka ringan. Menurut Cosimo, sekitar 30 persen pasien di rumah sakit itu adalah anak-anak.
Korban berdatangan berkelompok, antara lain dari permukiman Shuja’iyeh dan permukiman lain di sekitar RS Al Aqsa. Selasa pagi, serangan udara terjadi lagi. ”Ruang rawat luka bakar bergetar hebat, seperti gempa bumi,” ujar salah satu anggota tim MSF.
Pada pukul 08.00 pagi, tim meninggalkan RS dan kembali ke kantor MSF. PBB melaporkan lebih dari sepuluh orang tewas dan seratus tiga puluh cedera dalam pengeboman tadi malam. Jumlah ini terdengar lebih sedikit dibandingkan apa yang disaksikan malam sebelumnya di RS Al Shifa.