Facebook mengklaim mampu melakukan peredaran berita bohong alias hoax di layanannya seperti juga selama ini dilakukan Google.
Google lewat jaringan AdSense juga mamp[u memblokir informasi hoax
Seperti ditulis laman situs i Phone Arena, Facebook sudah mengambil langkah seperti yang dilakukan Google.
Kepada The Wall Street Journal, juru bicara Facebook mengatakan, mereka bakal mulai memblokir laman-laman yang menghadirkan informasi atau berita bohong dari Facebook Audience Network.
Laman-laman itu tak akan bisa ditampilkan di Facebook lantaran telah dikategorikan sebagai informasi menyesatkan, ilegal atau dianggap sebagai penipu. Dengan demikian, pendapatan iklan dari situs-situs hoax itu bisa dipotong.
“Kami telah memperbarui kebijakan secara eksplisit yang menjelaskan bahwa hal ini berlaku untuk situs-situs berita hoax.”
“ Kami semangat menegakkan kebijakan dan mengambil tindakan cepat bagi situs dan aplikasi yang dinyatakan melanggar,” tutur juru bicara Facebook.
Lebih lanjut, ia mengatakan, tim Facebook terus memantau seluruh calon penerbit untuk mematuhi aturan tersebut.
Bagi situs-situs berita yang dikategorikan menyesatkan atau ilegal, tentunya kehilangan kesempatan untuk muncul baik di Google maupun Facebook merupakan hal merugikan.
Sebab, kedua perusahaan teknologi itu merupakan dua dari banyak platform terbesar di dunia bagi pengiklan.
Lagi-lagi jejaring sosial Facebook harus berhadapan dengan hukum, kali ini Facebook diduga telah melanggar privasi penggunanya.
Lewat Pengadilan Distrik North California disebutkan bahwa Facebook kemungkinan telah melanggar privasi pengguna, terutama mereka yang menggunakan Facebook Messenger.
Seperti juga ditulis ubergizmo, raksasa media sosial yang bermarkas di Menlo Park itu dikabarkan telah memindai seluruh isi pesan pribadi milik penggunanya tanpa pemberitahuan.
Disebutkan, jika Facebook mendeteksi adanya sebuah tautan atau link di antara pesan pribadi akan dianggap sebagai sebuah ‘Like’ untuk laman tersebut.
Berdasarkan ‘Likes’ inilah, media sosial besutan Mark Zuckerberg itu menjadikan pengguna sebagai target iklan.
Pihak Facebook mengakui bahwa hal ini dulu pernah dilakukan, tetapi tidak serupa dengan yang saat ini. Memberi tanggapan kepada The Verge, juru bicara Facebook memberi ucapan selamat atas temuan pengadilan.
Pada 2012, terungkap bahwa Facebook menghitung ‘Like’ pada sebuah link yang dikirimkan dalam pesan pribadi. Namun lewat keterangan resminya, Facebook menjawarkan kalau bahwa praktik ini telah dihentikan.
Sesaat setelah Facebook tak lagi menggunakan data dari pesan pribadi untuk menambah jumlah ‘Like’, penggugat menuduh Facebook mengumpulkan URL dari pesan pribadi untuk kepentingan segmentasi iklan.
Sebagian besar informasi pengguna secara sengaja telah diketahui Facebook dan disimpan tanpa batas waktu tertentu untuk menargetkan konten dan iklan tanpa implikasi hukum.
Namun, jika link yang dikirimkan terdapat dalam pesan pribadi maka bisa dianggap melanggar privasi penggunanya.
Google dan Facebook telah mengumumkan kebijakan baru mereka perihal ads atau iklan yang terpasang di situs web.
Dalam kebijakan terbarunya, situs web yang memiliki konten pemberitaan palsu atau menyesatkan tidak akan bisa lagi menggunakan layanan iklan milik dua raksasa internet tersebut, seperti yang dikutip dari laman PC World
Perubahan kebijakan Google dan Facebook ini merupakan imbas dari kejadian pemilihan presiden Amerika Serikat ke-45 pekan lalu.
Saat itu, banyak anggapan yang mengatakan kalau Google dan Facebook menyebarkan berita dan informasi palsu tentang hasil pemilihan tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Mark Zuckerberg mengatakan, “semua konten di Facebook, lebih dari sembilan puluh sembilanpersen yang dilihat adalah asli.
Hanya sedikit jumlah berita tersebut yang palsu dan hoax.”
Belajar dari kejadian dan masalah tersebut, ada kekhawatirkan dari masyarakat pengguna internet kalau sistem monitoring situs berita palsu dan hukumannya dapat memberikan kekuasaan tak terbatas bagai perusahaan raksasa internet tersebut.