Kini ia sudah kompol. Komisaris polisi. “Sejak januari lalu.. om,” sapanya di sebuah pesan whatsapp ujung pekan lima belas hari lalu.
Itu berarti: komisaris polisi itu sudah delapan bulan disandangnya jika dihitung dari durasi hari saya menulis ini… alhamdulillah..
Berarti juga sudah setahun delapan bulan direntangan perjalanan waktu ketika pertama kali saya menurunkan sebuah tulisan profil setengah serius tentang dirinya di sebuah media online.
Sebuah tulisan bergenre esai ringan yang “ups”nya di desember tahun dua ribu dua puluh dua lalu. Atau persisnya satu tahun setelah saya jumpa untuk pertama kali di tempat tugasnya.
Kala itu saya sendiri yang datang menjemput isi tulisan itu. Saya menyambanginya. Di direktorat reserse dan kriminil kepolisian daerah metro Jakarta. Kawasan Sudirman.
Saat saya datang dan bla..bla itu ia masih berpangkat a-ka-pe.
A-ka-pe: lengkapnya ajun komisaris polisi. Pangkat yang saya prediksi di tulisan itu akan segera mendaki. Mendaki sesuai dengan jenjang karirnya. Yang ketika itu sebagai kanit di ditserse itu
Ajun komisaris polisi di jenjang kepangkatan di lembaga penegak hukum dan ketertiban itu sama dengan kapten di ketentaraan.
Tanda pangkat a-ka-pe secara fisik: tiga garis lurus kuning. Seperti yang ada dibahunya kala itu.
Pangkat yang saya candai menunggu mekar untuk kemudian kempis menyatu menjadi satu bak kembang melati.
Satu melati yang berati komisaris. Sama sebangun dengan mayor di ketentaraan. Maaf. kali ini saya gak ingin menulis kapan ia akan menjadi ajun komisaris besar. Dua kembang melati….
Semoga… amin…
Semoga saya masih tetap bisa saling menyapanya sembari datang ke tempat tugasnya yang entah di mana…..
Dua melati itu saya tahu. Sering berseliweran di bahu para kepala kepolisian tingkat kabupaten dan kota distrata bawah dan sedang. Strata kabupaten dan kota macam di “nanggroe” saya dan dia…
Saya datang ke kepolisian daerah metro di hari itu memenuhi janji untuk ketemu. Janji di perjumpaan pertama kami di sebuah helat anak “sakampuang.” Sempat ha…ho..ha..ho ringan.
Ha..ho … dikenalan pertama di kawasan gondang dia dan langsung blass… berpilin ke saling sapa serta menerima tawaran berkunjung ke tempat ia bertugas. Janji yang saya amini.
Kunjungan yang sempat mendera saya oleh kesulitan mencari lowongan parkir Kesulitan yang hampir saja mengubah niat saya untuk berjumpa dengannya.
Dan setelah berputar-putar naik turun ke gedung parkir terbuka akhirnya saya dapat satu ruang kosong di area valet. Area yang kalau di senayan city bisa hitungan tinggi gemah rupiahnya.
Valet itu area parkir untuk tamu-tamu khusus. Dan saya menjadi bagian dari tamu khusus di gedung kepolisian daerah itu yang masya allah berjubelnya.
Yang jubelannya luber hingga ke mana-mana
Area valet parkir itu tidak saya dapatkan secara gratis. Sebab saya tidak menganut paham makan siang gratis. Saya mendapatkannya usai meng”hack”nya lewat sebuah kriiing…
Jubelan di polda metro jaya itu tidak hanya di area parkir, tapi melimpah hingga ke kios-kios kuliner di halaman belakangnya.
Saya sempat menikmati cane aceh dari sebuah kios yang pemiliknya ta..tat.. meu-aceh saat menunggu waktu luang ia bisa menerima saya.
Di hari saya berkunjung itu, kios kuliner di polda metro itu di penuhi jejeran banyak kursi. Kursi yang sebagiannya di isi orang berdasi sembari menenteng jas.
Orang-orang berdasi yang berseliweran sembari bercas..cis..cus.. dengan banyak logat. Yang dominasi logatnya ada kosakata “ hadong dong an”nya dalam volume besar.
Saya tak perlu memberitahu dari mana muasal logat itu karena sudah sering menjadi tontonan di jaringan tv di acara infotainment. Anda pasti mafhum
Kembali ke komisaris polisi itu. Namanya Rezeki Revi Respati.
Ada tambahan tiga gelar akademis di ujung namanya. Yang saya sebut saja secara lengkapnya: sarjana hukum, sarjana ilmu kepolisian serta master of science yang semuanya diakronimkan.
Untuk selanjutnya dengan alasan sederhana, namanya cukup saya tulis dengan Respati.
Mengenai gelar strata akademik yang disandangnya, saya paham tatarannya teknis dan ilmiahnya. Yang waktu pendidikannya bisa satu atau dua tahun.
Bagi saya pertemuan pertama itu menimbulkan kesan mendalam. Terutama dengan pilihannya mendalami ilmu di luar penugasannya di kepolisian.
Dan saya tahu tugas sebagai penegak hukum menyita hari-hari yang dijalaninya. Tapi ia berani keluar dari zona nyaman di awal berkarir.
Melanjutkan pendidikan usai lulus dari akademi kepolisian tahun dua ribu sepuluh Untuk kemudian meraih sarjana hukum dari universitas trauma negara
Untuk kemudiannya ia lulus strata yang sama di perguruan ilmu kepolisian. Lanjut menyabet magister sains dari universitas indonesia.
Tentu tidak mudah bagi seorang Respati untuk menjalani kehidupan tiga dimensi selama empat belas tahun usai ia di wisuda sebagai anggota kepolisian negara. Dimensi ini berpendar di tiga kutub.
Eksistensinya sebagai aparat kepolisian, privacy dirinya dan pencarian jati dirinya lewat keilmuaan. Yang pasti ada onak duri yang harus ia singkirkan untuk pengejawantahan itu.
Saya gak tahu onak dan duri apa yang harus disingkirkannya untuk bisa sampai Respati seperti hari-hari ini. Ia gak pernah memberitahu. Entah nanti… saya tak tahu.
Memang ada penggal informasinya yang ia share di sapa dua pekan lalu itu. Sapa di sebuah sore tiga hari sebelum peringatan tujuh belas agustus.
Sapa yang disertai tentang penunjukan dirinya sebagai cadangan komandan upacara peringatan hari kemerdekaan di lapangan banteng. Yang saya diminta untuk datang. Tapi….
Lantas kemarin ia share fotonya. Foto yang yang bisa bercerita tentang jejak langkahnya terhadap pilihan untuk menjadi seorang polisi. Pilihan yang awalnya sangat khas milik remaja.
Pilihan yang tidak mudah. Respati mengaku itu. Pilihan jalan hidupnya di dunia kepolisian. Usai dua dua kali gagal. Hingga akhirnya bisa tercapai Menjadi taruna di akademi kepolisian di tahun ke tiga.
Itu terjadi di tujuh belas tahu silam. Dan dilantik menjadi perwira remaja tiga tahun berikutnya.
“Itu semua berkat kerja keras, usaha dan doa dari orangtua, apalagi setiap ada harapan atau permasalahan saya selalu minta doa dari ibunda tercinta. “
“Insya Allah senantiasa diberikan jalan yg terbaik” katanya seperti yang saya kutip dari sebuah media online.
Di media yang sama ia juga berkisah tentang aktifitasnya berorganisasi di kepanduan.
Dikepanduan ini pula Respati tumbuh dan berkembang menggelembungkan megalomania cita-citanya.
Cita-cita awalnya ingin menjadi seorang pilot.Cita-cita remaja yang terus bermutasi bersama dengan pencarian jati dirinya.
Lantas ketika ia duduk di bangku sekolah menengah atas keinginan untuk menjadi seorang pilot memudar bersamaan dengan waktu.
Pergeseran cita-citanya ini seperti yang ceritakan muasalnya gara-gara keseringan menonton film action dan terinspirasi pasukan polisi khusus negeri paman sam, swat dan fbi
Dua institusi dikepolisian negeri itu yang sangat prestise. Swat adalah satuan kepolisian yang memiliki taktik dan tugas khusus. Yang sering diterjunkan dalam operasi khusus.
Sedangkan fbi sendiri adalah federal bureau of investigation, Sebuah badan investigasi utama dari departemen kehakiman yang bertanggung jawab untuk menyelidiki kejahatan keamanan nasional
Di era itu jenis fiem ini sering di putar hingga ke pelosok daerah yang memiliki gedung bioskop. Dan menjadi tontonan dan inspirasi bagi seorang Respati
“Dari sini saya tertarik untuk menjadi polisi,” ungkapnya.
Selama bertugas dan berkarir di kepolisian ia memungut banyak pengalaman dari berbagai pengalaman.
Respati juga sudah melingkari berbagai rotasi penugasan dengan meninggalkan jejak dalam bentuk prestasi. Pernah menjadi juara nasional lomba ketangkasan brigade mobil
Ikut terjun paying freefall. Bahkan, pernah mengejar tersangka hingga ke cina dengan berkoordinasi dengan Interpol dan atase indonesia di negeri panda itu.
Prestise lainnya pernah jadi tim penertiban mafia tanah di wilayah hukum kepolisian metro yang saya tahu peliknya ampuuunn…
Namun penanganan kasus yang menjadi salah satu momentum untuk lebih maju dan berbuat lebih baik saat dirinya menangani kasus ilegal mining, Tambang liar. Yang siapapun tahuk peliknya.
Peliknya yang mengapung bersama mafia tanah.
“Pengalaman itu memberi catatan khusus bagi karir saya. Tugas sebagai tim di satuan tugas khusus illegal minning di bareskrim dan satgas khusus mafia tanah di subdit harda polda metro,” ujarnya.
Keterlibatannya dalam illegal minning ini berskala nasional . Meliputi beberapa kawasan. Meliputi sumatera, kalimantan, sulawesi, maluku dan wilayah lainnya
Baginya, seorang polisi harus berani dan konsisten terhadap nilai-nilai integritas, dirinya meyakini mungkin kebenaran bisa kalah tapi tidak akan pernah salah.
Kekukuhannya dalam menjalankan tugas ini berdasarkan latar belakang kehidupannya.
Sejak kecil sudah aktif dalam kegiatan kepanduan di sekolah rupanya membentuk sikap dan pandangannya bahwa dalam menjalankan tugas harus dijalani dengan tulus dan ikhlas.
Dirinya meyakini, melayani dan membantu orang lain dengan tulus dan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan atau pamrih, merupakan amalan kebaikan yang dapat menjadi penolong kita di kemudian hari.
Kesuksesan dan keberhasilan yang seseorang dapatkan, bukan mustahil ada peran doa dari orang-orang yang pernah kita bantu.
Itulah salah satu prinsip yang diyakini dan dijalani seorang abdi negara pengayom masyarakat,
“Karena dalam hidup ini amal kebaikan kitalah yg akan menolong kita di kemudian hari, dan yakinlah doa orang-orang yang kita bantu pasti akan mengubah jalan hidup kita ke arah yang lebih baik,” ucapnya.
“Jadi, cukuplah berbuat baik sekecil apapun, teruslah membantu dan banyak memberi manfaat kepada orang lain dan anggap tugas sebagai ibadah”
“Biarkanlah alam semesta yg menentukan takdir dan nasib kita dalam kehidupan ini,” ujarnya.
Dan ketika ia menyapa saya lewat pesan di whatsapp beberapa hari lalu Respati sudah berotasi dari polda ke polres metro jakarta pusat.di posisi wakil kepala satuan reskrim.
Satuan yang masih dalam link tugasnya terdahulu. Satuan yang menjadi ujung tombak penegakkan hukum di lingkungan kepolisian. Satuan yang prestise.
Saya yakin lingkungan rotasi tugasnya sebagai penyidik yang fungsional selama ini akan menjadikannya pribadi yang kukuh.
Apalagi penugasan penyidik di kawasan jakarta tidak selalu mudah-mudah saja. Semuanya ada di Jakarta. Yang saya gak perlu merinci Bagaimana godaan kota ini menjadi pusat yang plus.
Pusat yang gak akan musnah walaupun ada ibu kota nusantara.
Di Jakarta pula Respati disepuh menjadi pribadi kukuh dengan segala sentuhan dan pergesekan tugasnya sebagai penegak hukum… Entah lah…
Untuk itu, saya ingin mengutip pernyataannya untuk bisa mengimplementasikan diri sebagai polisi yang presisi, modern dan humanis dan memiliki visi bersamaan dengan modernisasi insitusinya.
Institusi kepolisian ke depannya di era empat titik kosong menuju lima titik kosong. Polri sebagai lembaga dan institusi yg besar dipandang perlu menerapkan sistem meritrokasi.
Sistem meritokrasi sumber daya manusia yang efektif agar bisa mengoptimalkan dalam memilih dan menentukan orang yang tepat dalam posisi yg tepat. “Put the right man in the right place”
Itu obsesi seorang Respati
“Hal ini dapat diukur dari prestasi saat di lembaga pendidikan, riwayat hidup, jenjang penugasan dan bakat serta iIndikator-indikator lainnya yang dapat menjadi tolak ukur dalam menilai kompetensi individu atau personil kepolisian,” pungkasnya.
Karena menurutnya, tantangan kejahatan atau gangguan kamtibmas yang dialami kepolisian di era saat ini kompleksitasnya sangat tinggi dan terstruktur
Sehingga dibutuhkan individu yang memiliki pengalaman, kompetensi dan keterampilan yang baik juga dalam mencegah dan mengatasi tantangan dan dinamika tersebut.