Pakar biologi evolusioner, Scott Solomon menyatakan koloni manusia di Planet Mars akan punya keistimewaan.
Pakar dari Rice University, Amerika Serikat itu mengatakan, manusia yang hidup di Mars akan berevolusi secara cepat.
Momen dengan cepat dikenal dengan ‘founder effect’, yakni fenomena spesies memasuki lingkungan baru dan mampu beradaptasi dengan cepat.
Kini berbagai proyek berambisi untuk membawa manusia tinggal di Planet Mars.
Dan mereka juga menyadari hidup di Mars akan berdampak signifikan terhadap kehidupan manusia.
Scott Soloman menyebutkan, manusia pertama yang menetap di Mars bisa mengalami perubahan evolusioner sangat cepat.
Hal ini disebabkan mereka beradaptasi dengan lingkungan yang tidak bersahabat.
Seperti ditulis media Inggris “Mirror, Selasa, dalam bukunya yang berjudul Future Humans: Inside the Science of Our Continuing Evolution, Solomon menyatakan, pigmentasi kulit dan struktur rangka manusia akan berubah sesuai dengan lingkungan Mars.
“Ini evolusi juga terjadi secara rutin untuk hewan dan tanaman terisolasi di pulau-pulau,” kata Solomon.
Namun, perbandingannya, jika di pulau-pulau evolusi terjadi dalam ribuan tahun. Di Planet Mars, evolusi terjadi lebih cepat dari itu.
Hal itu karena kondisi mencolok yang jauh berbeda antara Bumi dan Mars.
Solomon memprediksi, perubahan gravitasi di Mars bisa membuat manusia mengembangkan tulang lebih tebal.
Demikian pula dengan warna kulit manusia, mungkin akan lebih gelap, ini sebagai akibat dari pigmen karotenoid.
Dikutip dari Sputniknews, fenomena ‘founder effect’ terjadi pada sebuah area luas dengan jumlah populasi baru yang sangat kecil.
Solomon mengatakan, fenomena ini sering teramati di kepulauan dan area terpencil.
“Konteks di Mars tingkat mutasi bisa terakselerasi, sementara spesies di pulau (Bumi) butuh waktu ribuan tahun. Apalagi kondisi kontras antara Bumi dan Mars, ini akan mempercepat proses,” tulis Solomon.
Dia menjelaskan, lemahnya gravitasi di Mars, sekitar nol koma tiga puluh delapan persen gravitasi dibanding Bumi, bisa membuat kepadatan tulang hilang dengan cepat.
Sementara menurut pakar endokrinologi, Michael Holick, tinggal tiga tahun di Planet Merah itu, maka lima puluh persen massa tulang akan menurun.
Kondisi ini menyebabkan tingginya tingkat kerusakan tulang koloni manusia di Mars.
Namun lambat laut dia yakin manusia di Mars akan bisa menyesuaikan lingkungan Mars yang berbeda dengan Bumi tersebut.
“Sehingga merespons tekanan itu, setelah beberapa generasi penduduk Mars akhirnya punya tulang alami yang lebih tebal dari leluhurnya dan tampilannya lebih kuat” kata Solomon.
Hasil adaptasi manusia di Mars yakni meningkatnya produksi melanin yang melindungi manusia dari radiasi.
Tapi produksi melanin itu berdampak menggelapkan kulit.
Sehingga kemungkinan, manusia Mars nanti punya warna kulit yang lebih gelap dari penduduk Bumi.
Sementara itu, wahana penjelajah Badan Antariksa Amerika Serikat di Planet Mars, Curiosity telah menemukan bukti Planet Mars pernah berlimpah air.
Wahana itu menemukan jejak air Planet Mars di masa lalu. Curiosity menemukan boron yang pertama kalinya di Planet Merah tersebut.
Dikutip dari Science Daily,, temuan boron mengindikasikan di Mars pernah lama memiliki air tanah yang mendukung kehidupan.
Boron merupakan penanda kimia untuk berlimpahnya air. Dengan temuan boron tersebut, berarti menjadi bukti Planet Mars pernah berlimpah air dan mendukung kehidupan.
Boron di Bumi dikaitkan dengan lokasi yang dulunya pernah berlimpah air, tapi kemudian menguap kering. Kondisi jejak boron yang pernah di Bumi terjadi di Lembah Kematian di California, AS.
Setelah menemukan boron untuk pertama kalinya, pekerjaan rumah peneliti selanjutnya yaitu mendalami bagaimana boron bisa menguap dari Mars dan penjelajahan area lain di Planet Mars yang belum diteliti apakah ada boron atau tidak.
Curiosity menemukan boron di lereng Gunung Sharp dan di kawah Gale. Wahana tersebut mengidentifikasi komponen mineral itu dengan menggunakan instrumen penembakan laser bernama Chemistry and Camera.
Curiosity menjejaki lereng Gunung Sharp dan mengebor tiap melaju dua puluh lima meter.
Dalam sampel dari pengeboran itu, wahana itu menemukan bukti perubahan komposisi batuan yang mengindikasikan perubahan danau kuno dan lingkungan bawah tanah yang basah pada Mars kuno.
Temuan boron tergolong momen bersejarah, sebab ini merupakan yang pertama kali.
“Belum ada misi ke Mars yang menemukan boron,” tutur Patrick Dasda, salah satu tim peneliti dari Los Alamos National Laboratory, Amerika Serikat.
Peneliti mengatakan, lokasi penemuan boron mengindikasikan boron telah larut dan menjadi hangat serta cocok untuk kehidupan mikroba