Jangan anggap remeh kebiasaan menonton video porno atau biasa disebut film biru.
Menurut penelitian, menonton tayangan ini bisa membahayakan kesehatan fisik, mental, dan sosial seseorang, terutama jika dilakukan secara berlebihan.
Orang tua perlu memerhatikan anak-anak usia remaja, karena mereka termasuk golongan yang rentan mengalami hal ini.
Jika dulu sarana pornografi seperti media cetak dan keping DVD relatif tidak mudah didapat, kini konten tersebut dapat diakses dengan mudah, termasuk melalui gadget
Penelitian menunjukkan bahwa tak hanya pria, sebagian wanita juga menggunakan internet untuk menonton video porno.
Bangkitnya gairah seseorang oleh video porno, dipengaruhi beberapa bagian otak. Menurut penelitian, video porno menegaskan peran sel saraf cermin (mirror neurons), yaitu aktivitas neuron yang mencerminkan gerakan stimulus.
Dalam hal ini sel-sel saraf di otak menjadi aktif ketika seseorang mengamati sebuah aktivitas pemicu, termasuk aktivitas seksual, sehingga kemudian membangkitkan gairah seksual.
Sebagian orang menonton video porno dengan alasan untuk mewujudkan fantasi mereka menjadi adegan yang dapat mereka lihat atau berharap bisa mempraktikkan apa yang mereka tonton menjadi tindakan nyata.
Sementara sebagian orang lain menggunakan video porno sebagai alat bantu untuk memuaskan hasrat seksual, misalnya melalui masturbasi.
Alasan seseorang menonton video porno belum tentu karena kehidupan seksual atau pernikahannya bermasalah.
Sebaliknya, video porno sering digunakan sebagai sumber inspirasi pasangan suami istri untuk bereksperimen dalam berhubungan seksual. Meski begitu, video porno sering memuat adegan seks yang tidak aman atau bahkan menyimpang.
Meski jarang menyebabkan masalah yang mengganggu aktivitas sehari-hari, namun sebelum berpikir untuk mengakses lebih banyak video porno, lebih baik baca dulu beberapa potensi dampak buruk yang mungkin dialami sebagian orang, seperti:
Video porno mungkin dapat membuat penontonnya cenderung membutuhkan stimulasi seksual yang lebih tinggi dan ingin melakukan hubungan seksual yang lebih ekstrem. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk membuktikannya.
Sama seperti bentuk kecanduan lainnya, pecandu pornografi membutuhkan durasi dan frekuensi seksual yang makin tinggi dengan materi yang makin bervariasi untuk memuaskan diri.
Terlalu sering menonton video porno menghabiskan banyak waktu yang mungkin dapat berujung pada hal lain yang lebih serius, seperti pekerjaan yang terbengkalai, dan beragam tanggung jawab lain yang terlupakan.
Waktu yang harusnya dapat digunakan untuk beristirahat, melakukan kegiatan produktif atau kegiatan bersama keluarga maupun orang terkasih juga dapat terbuang sia-sia, akibat terlalu sering melakukan kegiatan ini.
Dalam jangka panjang, kebiasaan menonton video porno dianggap berpotensi menumbuhkan perilaku seksual menyimpang, misalnya masokisme yang melibatkan kekerasan kepada pasangan.
Meski tidak dapat digeneralisasi, tapi kebiasaan menonton video porno berpotensi menyebabkan penontonnya mengabaikan tanggung jawab, kurang waktu tidur, serta diabaikan oleh pasangan.
Beberapa orang menganggap video porno sebagai pengalihan ketika pasangan mereka enggan melakukan hal yang mereka sukai, seperti melakukan seks oral.
Pada situasi ini, video porno menjadi penghalang intimasi hubungan sebagian pasangan suami istri.
Relasi sosial orang yang terlalu sering menonton video porno dapat menjadi tidak sehat karena risiko berkurangnya interaksi nyata dengan orang lain.
Pada kasus yang cukup ekstrem, kurangnya interaksi ini dapat berujung pada potensi gangguan lain, seperti depresi dan merasa terisolasi secara sosial.
Meski tak selalu dialami, namun dalam jangka panjang, menonton video porno juga bisa memengaruhi penghargaan terhadap hubungan monogami dan cara untuk mendapatkan keturunan.
Seringkali konten video porno digambarkan sebagai hubungan dua orang yang baru bertemu atau tanpa komitmen, sehingga hubungan seksual digambarkan tanpa unsur perhatian, tanggung jawab dan cinta di dalamnya.
Yang juga patut diwaspadai yaitu remaja termasuk golongan usia yang paling berisiko terhadap kebiasaan menonton video porno. Karena itu, perlu diperhatikan dampaknya pada psikologis remaja.
Misalnya, bagaimana pria mempersepsikan tubuh wanita atau pandangannya terhadap hubungan seksual di luar nikah yang tidak aman.
Untuk menghindari dampak buruk dari kebiasaan terlalu banyak menonton video porno, Anda dianjurkan mengisi waktu dengan kegiatan yang produktif dan bermanfaat, seperti kegiatan bersama keluarga, atau berolahraga secara rutin.
Kemudian bagi orang tua yang memiliki anak usia remaja, disarankan untuk memberikan pendidikan seksual yang tepat, agar anak tidak terjebak sebagai penggemar video porno yang akan berdampak buruk terhadap perkembangan kepribadiannya.