Anda tahu aplikasi yang paling banyak memiliki konten negatif?
Ya, Smule dan Tik Tok menjadi dua aplikasi live chat yang mengandung konten negatif terbanyak diantara sebelas aplikasi live chat lain sepanjang tahun lalu.
Terdapat seribu lebih konten negatif di dalam aplikasi Smule dan Tik Tok. ebanyak 613 konten negatif diblokir dari Smule dan 591 konten negatif di Tik Tok.
“Berdasarkan pantauan Direktorat Pengendalian Konten Internet Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, aplikasi terbanyak yang diblokir kontennya adalah aplikasi Smule”
“Pemblokiran dilakukan karena pakaian yang digunakan menunjukkan kevulgaran,” jelas Plt. Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika Ferdinandus Setu
Sedangkan konten negatif yang diblokir di Tik Tok dilakukan karena pakaian yang digunakan tampak vulgar isu yang menganggu dalam bentuk tatto, menunjukkan konten merokok, minuman keras dan obat-obatan terlarang
Total konten negatif yang telah diblokir Kominfo sebanyak dua ribu lebih konten dari sebelas aplikasi live chat
“Pelaporan itu diterima Kementerian Kominfo melalui @aduankonten dan situs aduankonten.id serta sudah ditindaklanjuti dengan tindakan pemblokiran dengan penapisan mencakup IP filtering, hosting, URL dan aplikasi serta bekerjasama dengan pihak-pihak pengelola layanan,” tutur Setu.
Kominfo merujuk pada Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, terdapat dua belas kelompok konten yang dikategorikan sebagai konten negatif.
Konten itu antara lain terkait pornografi/pornografi anak, perjudian, pemerasan, penipuan, kekerasan/kekerasan anak, fitnah/pencemaran nama baik, pelanggaran kekayaan intelektual, produk dengan aturan khusus, provokasi sara, berita bohong, terorisme/radikalisme serta informasi/dokumen elektronik melanggar undang-undang lainnya.
Sementara itu, Facebook akan menayangkan logo penerbit pada link berita yang dibagikan di platformnya. Logo penerbit ini dipasang untuk memberikan kemudahan bagi pembaca untuk mengenali penerbit dari tautan berita yang dibagikan di Facebook. Sebab, pengguna seringkali kesulitan mengidentifikasi sumber tautan tersebut.
Facebook menyebutkan bahwa berdasarkan studi dari Pew Research Center, lima puluh enam persen responden bisa mengenali sumber berita dari link yang mereka lihat di media sosial.
Sisanya tak dapat memastikan asal link tersebut. Dengan adanya logo penerbit pada berita yang dibagikan, diharapkan bisa membantu orang-orang yang kesulitan mengenali sumber berita ini.
Sebagai permulaan, logo penerbit ini hanya khusus untuk artikel di bagian Trending dan Search saja. Nantinya, fitur ini akan diperluas ke semua link berita yang dibagikan di Facebook.
Tak cuma menguntungkan pengguna agar yakin sumber berita yang mereka baca bukan berita bohong (hoax), fitur ini juga diharapkan bisa memperluas identitas penerbit dimata pembaca Facebook.
Untuk memanfaatkan fitur ini, penerbit bisa menggungah beberapa versi logo mereka melalui Brand Asset Library baru pada Page mereka di Facebook. Setelah logo dimasukkan dan dipilih tampilannya, maka logo akan muncul pada link yang bersumber dari penerbit tersebut.
Ini merupakan bagian dari proyek jurnalisme Facebook yang sempat digelontorkan beberapa waktu lalu.