Facebook sedang mengupayakan pemblokiran iklan-iklan berbau diskriminasi ras, jenis kelamin dan wilayah (berdasarkan kode pos). Termasuk di antaranya iklan-iklan perumahan, pengajuan kredit dan lowongan kerja.
Dilansir The Guardian, kelompok pegiat HAM di AS, American Civil Liberties Union (ACLU) dan kelompok pembela HAM lainnya, yang menuntut Facebook akan kasus ini, mengumumkan “penyelesaian bersejarah”
Mereka mengatakan, senang dengan keputusan Facebook yang akhirnya memenuhi tuntutan mereka.
Menurut otoritas ACLU, pembatasan konten tersebut akan membatasi penargetan iklan ilegal dan diskriminatif.
Bertahun-tahun lamanya Facebook mendapat kritikan soal etika dan legalitas dalam beriklan. Biasanya iklan yang dipasang hanya untuk target mikro di antara para pengguna.
Sistem sebelumnya pun dapat mengkualifikasikan target berdasarkan ras, jenis kelamin dan kategori lainnya yang dilindungi oleh undang-undang antidiskriminasi.
Artinya, para pemasang iklan dapat membatasi siapa saja yang dapat melihat iklan mereka.
Secara khusus, Facebook dituduh diskriminasi gender karena membolehkan sejumlah perusahaan yang berpegawai mayoritas pria, untuk menargetkan iklan mereka hanya pada pria.
Selain itu, platform yang lama juga memiliki kategori yang cukup ofensif seperti kategori “Pembenci Yahudi”.
Meskipun telah berulang kali Facebook mengumumkan upaya untuk menghentikan iklan-iklan seperti itu, akan tetapi, masih saja ditemukan celah dalam tindakannya.
Contohnya, dengan penggunaan proxy, pengiklan dapat menargetkan kelompok ras tertentu dengan klafikasi persamaan etnis.
“Kami puas karena Facebook telah setuju untuk memastikan bahwa praktik periklanan diskriminatif tidak lagi diberi ruang di era digital ini. Kami berharap perusahaan teknologi lainnya mengikuti jejak Facebook,” ujar Galen Sherwin, staf senior ACLU.
Perusahaan media sosial tersebut mengatakan bahwa mereka akan memblokir setiap penargetan khusus yang mendeskripsikan atau yang berkaitan dengan “kelas” yang dilindungi.
Selanjutnya mereka juga telah sepakat untuk membangun portal iklan terpisah. Portal tersebut dapat memudahkan pengguna untuk mencari dan melihat semua iklan, terlepas dari apakah mereka ditargetkan atau tidak.
ACLU mengungkapkan sebuah penelitian yang memaparkan fakta bahwa penargetan iklan dapat mereplikasi dan memperburuk bias ras dan gender.
Hal itu dipicu oleh semakin banyak orang menggunakan internet untuk mencari pekerjaan, tempat tinggal, dan pinjaman.
Kelompok tersebut menuding bahwa sistem iklan bertentangan dengan undang-undang hak sipil federal yang sudah lama ada, termasuk Fair Housing Act, Equal Credit Opportunity Act dan Civil Rights Act.
Penyelesaian ini mengatasi sejumlah tuntutan hukum. Contoh lainnya adalah keluhan dari Communications Workers of America, sebuah kelompok buruh yang menuduh Facebook telah menayangkan iklan pekerjaan yang mendiskriminasi pekerja yang berusia lebih tua.
Perusahaan juga akan membayar sekitar lima juta dolar sebagai bagian dari penyelesaian dan setuju untuk mengimplementasikan perubahan akhir tahun ini.
Rashad Robinson, presiden dari Color of Change, sebuah kelompok advokasi yang telah lama meneliti Facebook, menyebut reformasi itu sebagai langkah positif dalam sebuah pernyataan.
Namun, dia juga menambahkan bahwa Facebook seringkali tidak menepati janji-janji mereka.
Facebook terus melaporkan keuntungan mereka meskipun ada banyak skandal yang mereka hadapi. Seperti penyalahgunaan informasi pribadi orang-orang dan dampak negatifnya terhadap masyarakat di seluruh dunia.
“Iklan perumahan, ketenagakerjaan dan pengajuan kredit sangat penting untuk membantu orang membeli rumah baru, memulai karier, dan mendapatkan akses ke kredit,” ujar Sheryl Sandberg, kepala pegawai Facebook.
“Iklan-iklan tersebut tidak seharusnya digunakan untuk mendiskriminasi atau membahayakan orang lain,” tambahnya seperti dilansir The Guardian.