Pada era teknologi yang sedang sangat maju ini, internet sangat berdampak pada kehidupan sosial masyarakat, terutama melalui media sosial.
Mulai dari pekerjaan, bertukar informasi, atau sekedar menyenangkan diri sendiri. Akan tetapi, ternyata sosial media dapat mengubah pola pikir seseorang.
Media sosial seperti Instagram, Facebook, WhatsApp, dan platform lainnya kini menjadi sesuatu yang tak dapat dilepaskan dari masyarakat. Hal tersebut disebabkan kemudahan memperoleh informasi tanpa harus bersusah payah seperti zaman dahulu kala.
Oleh karena itu, media sosial dapat dikatakan sebagai salah satu penyebab pola pikir seseorang dapat berubah. Lalu, bagaimana pola pikir seseorang bisa berubah karena hal ini?
Pertama-tama, orang yang mendapatkan sebuah informasi melalui media sosial akan menafsirkan berita tersebut. Apakah hal itu masuk akal atau tidak sama sekali untuk dirinya.
Jika masuk akal, maka ia akan menerima, mengolah, dan bahkan meyakini informasi tersebut hingga akhirnya mengubah pola pikirnya.
Contohnya saja, YouTube. Media sosial ini sering digunakan masyarakat untuk mengunggah dan mendapatkan pengetahuan. Nah, dari sinilah kita seringkali mendapati konten-konten yang tujuannya menggiring opini publik.
Bahkan dari konten tersebut dapat mengubah pola pikir mereka yang tadinya tidak setuju menjadi setuju dan sebaliknya.
Mulai dari anak-anak hingga orang tua menggunakan ponsel pintarnya untuk memperoleh dan bertukar informasi melalui media apapun, termasuk media sosial.
Sebenarnya, umur tidak terlalu menjadi penyebab hal tersebut dapat terjadi. Hal ini disebabkan oleh cara berpikir manusia sangat dinamis karena berubah seiring dengan berjalannya waktu.
Akan tetapi, anak-anak yang menggunakan media sosial tanpa pengawasan dari orang tua akan berdampak buruk bagi kondisi mental mereka. Misalnya, ketika mereka sedang menonton konten kartun di platform YouTube, bisa saja tersasar ke konten-konten yang seharusnya tidak patut mereka saksikan.
Usia anak yang masih duduk di bangku SD dan SMP pola pikirnya masih belum matang, sehingga mudah untuk mengubah pola pikir mereka, baik untuk hal positif maupun negatif..
Media sosial tidak langsung mengubah poa pikir seseorang. Hal ini tentu saja akan tergantung dengan cara seseorang mengolah informasi yang didapatkan.
Misalnya, ketika Anda mendapatkan informasi dari Instagram atau Twitter, apakah Anda akan langsung menyimpulkan atau berusaha mencari fakta lain?
Lagi-lagi, hal itu tergantung dengan bagaimana Anda mengolah informasi tersebut. Ketika langsung percaya terhadap suatu informasi, saat itu juga pola pikir Anda akan berubah.
Oleh karena itu, cara mengolah informasi hingga menyimpulkan suatu fakta bisa sangat berpengaruh terhadap pola pikir seseorang.
Salah satu topik yang kini sedang hangat-hangatnya dibicarakan di Indonesia adalah hoaks atau kabar berita bohong. Berubah atau tidaknya pola pikir seseorang juga tergantung pada kemauan yang ada di dalam dirinya untuk memeriksa sumber dan fakta mengenai berita tersebut.
Seperti yang sudah disinggung di atas, jika kita tidak memastikan kebenarannya, pola pikir seseorang akan sangat mudah untuk berubah.
Oleh karena itu, kabar hoaks memberikan dampak yang sangat berbahaya bagi semua orang karena tujuannya adalah untuk mengajak orang lain untuk setuju dengan apa yang disebarkan. Contoh kasusnya adalah kejadian penyebaran berita palsu di India.
Beritanya mengenai empat pengemis wanita yang disinyalir adalah penculik anak. Kabar tersebut beredar sangat cepat dan membuat masyarakat menghakimi keempat wanita tersebut hingga salah satunya tewas dan tiga lainnya luka-luka. Kenyataannya, pengemis malang itu adalah korban dari berita palsu yang tersebar di antara masyarakat.
Kebanyakan orang mengatakan bahwa media sosial itu memberikan dampak buruk bagi pola pikir kita. Faktanya, menggunakan media sosial berlebihan sangat mungkin menimbulkan depresi.
Hal ini terjadi karena melihat-lihat media sosial membuat kita tidak sadar selalu membandingkan diri dengan orang lain. Mungkin Anda sering melihat teman yang hidupnya lebih baik, pekerjaan yang lebih mapan, hingga memiliki pasangan idaman. Semua terlihat ideal dan akhirnya muncul iri dan rasa tidak percaya diri.
Jika kondisi ini dibiarkan, bukan tidak mungkin Anda bisa mengalami depresi. Namun memang, depresi akibat media sosial biasanya tidak terjadi dengan mudah. Biasanya gangguan ini terjadi cukup lama hingga depresi muncul dan terdapat faktor pendukung lainnya.
Akan tetapi, bila kita bijak menggunakannya, justru media sosial bisa menjadi wadah untuk saling berbagi informasi yang positif, misalnya saja pekerjaan sampai seputar info tentang barang yang memang sedang Anda cari selama ini.
Seberapa besar dampak negatif dan positif dari penggunaan media sosial akan tergantung dengan pribadi masing-masing. Nah, supaya terhindar dari dampak negatif, ada beberapa tips yang bisa dilakukan:
Pemakaian sosial media sebenarnya tidak apa-apa karena platform ini yang sering kita gunakan untuk bersosialisasi serta mendapatkan informasi.
Oleh karena itu, jika kita lebih bijaksana dalam membatasi waktu serta memakainya untuk situasi dan kondisi tertentu saja, sehingga kita tidak begitu terkena efek negatif dari penggunaan sosial media secara berlebihan.
Jika kita adalah orang tua, maka langkah yang paling benar adalah dengan memantau penggunaan sosial media anak.
Mulailah dengan menjelaskan apa yang boleh dan dilarang dan menyaring informasi juga harus dilakukan sejak dini agar tidak mengganggu proses perkembangan psikologis anak dan mengubah pola pikir mereka menjadi lebih buruk.
Cobalah untuk mulai berpikir kritis karena hal tersebut sangat penting dalam tata cara penggunaan sosial media yang baik. Jangan menelan informasi begitu saja, cari faktanya terlebih dahulu, dan fokus terhadap pengembangan diri masing-masing.
Sebenarnya, sosial media memang dapat mengubah pola pikir seseorang, entah itu menjadi lebih baik ataupun buruk. Semuanya tergantung pada individu masing-masing yang memiliki kuasa atas dirinya sendiri.
Jika mulai terasa dampak negatifnya, sudah saatnya untuk lebih fokus pada dunia nyata, memperhatikan orang-orang dan lingkungan sekitar, dan melakukan kegiatan yang lebih positif.