Anda mungkin setuju untuk mengiyakan betapa uniknya sebuah turnamen yang dicatat sejarah, dan salah satunya berlabel Anglo-Italian Cup.
Turnamen ini diciptakan dan ditujukan oleh operator kompetisi untuk menghibur pecinta sepak bola di seluruh penjuru dunia.
Tentu tidak semua turnamen itu bagus. Ada juga yang berantakan.
Sebut saja salah satunya adalah Anglo Italian Cup yangtidak banyak orang memiliki kenangan positif terhadapnya Maka wajar jika publik sering melupakannya.
Turnamen ini bermula dari final Piala Liga Inggris di lima dekade lalu ketika Swindon Town membuat kejutan dengan mengalahkan Arsenal yang memaksimalkan kesalahan Ian Ure.
Sebagai pemenang, The Robins seharusnya mendapat tiket Piala Fairs yang juga dikenal dengan nama Inter-Cities Fairs Cup untuk kemudianya bernama Piala UEFA dan Liga Europa.
Namun, Swindon Town akhirnya dilarang karena saat itu berstatus klub divisi tiga. Ada batas kasta bagi peserta kompetisi Eropa. Swindon Town bernasib sama seperti Queens Park Rangers yang merasakan hal serupa dua tahun sebelumnya.
Football League selaku operator kompetisi sepak bola Inggris sudah menjadi sasaran amarah publik menyusul nestapa Queen Park. Enggan peristiwa sama terulang, mereka pun menggelar turnamen internasional.
Luigi Peronace kemudian memainkan peran. Warga Italia berdomisili London ini menggunakan koneksinya untuk membantu Football League.
Saat masih remaja, dia mengatur pertandingan antara tentara Inggris yang berada di Italia selama Perang Dunia sebelum belajar teknik di Turin.
Di sana Juventus menawarkan posisi sebagai penerjemah bagi William Chalmers, pelatih asal Skotlandia yang baru ditunjuk. Peronace lalu hengkang ke Lazio untuk mengurus transfer. Reputasinya terus berkembang.
Dia menjadi agen ketika posisi itu belum dikenal seperti sekarang. Peronace kemudian menjadi perantara transfer Jimmy Greaves, John Charles , dan Denis Law
Solusi yang ditawarkan bagi Football League adalah duel antara juara kompetisi turnamen di Inggris melawan juara Coppa Italia. Swindon Town kemudian bertemu AS Roma dalam format home and away.
Tanpa dugaan, The Robins meraih kemenangan agregat gol atas lawan yang memiliki reputasi lebih besar.
Kompetisi itu menggunakan nama resmi Anglo-Italian League Cup. Ajang bergulir dengan Bologna, Tottenham Hotspur, Fiorentina, dan Napoli secara berurutan sebagai pemenang.
Namun, pada waktu hampir bersamaan, muncul kompetisi baru dengan semangat sama bernama Anglo-Italian Cup. Turnamen ini mulai bergulir pada tahun tujuh puluh dan melibatkan dua belas tim.
Peserta dibagi menjadi tiga grup berisi masing-masing dua wakil Inggris dan Italia. Tim kemudian diadu menggunakan sistem kompetisi penuh. Dari hasil itu, tim terbaik Inggris dan Italia dipilih untuk bertemu di final.
Format unik ini hanya salah satu inovasi Anglo-Italian Cup. Perbedaan lain berupa peraturan offside yang baru berlaku di kotak penalti. Tim boleh melakukan lima pergantian serta pemain mengenakan nomor permanen dalam skuat, sesuatu yang belum dikenal pada saat itu.
Panitia juga menghargai tim dengan strategi menyerang. Kala itu pemenang dihargai dua angka. Kini tim bakal mendapat tambahan poin setiap gol yang mereka ciptakan terlepas hasil pertandingan.
Pada edisi pertama, wakil Italia jauh difavoritkan. Sebab, para raksasa Serie A hanya perlu meladeni nama-nama seperti Swindon Town, West Bromwich Albion, dan Wolverhampton Wanderers.
Namun, hasil laga menunjukkan hal berbeda. Tim Italia diketahui kurang serius mengikuti kompetisi. Di sisi lain, tim Inggris mengusung semangat tinggi demi membangun reputasi di pentas internasional.
Kombinasi itu berbuah kesuksesan Swindon Town menghajar Juventus dengan agregat 5-0. Sheffield Wednesday membungkam Napoli dan West Brom mencukur Roma.
Di final, Swindon Town menghadapi Napoli. The Robins sudah unggul tiga gol tanpa balas atas lawan yang kehilangan sejumlah pemain kunci karena menjalani tugas internasional
Sayang kekerasan suporter meledak. Pertandingan dihentikan menjelang menit akhir dan Swindon Town ditetapkan sebagai pemenang.
Banyak polisi dan penonton terluka, dengan lusinan suporter ditangkap. Napoli pun dihukum tampil di kompetisi Eropa selama dua tahun.
Anglo-Italian Cup terus bergulir. Namun, berkurangnya jumlah penonton dan rendahnya minat membuat Football League menarik diri
Meski begitu, Anglo-Italian Cup nyatanya hidup kembali tiga tahun kemudian. Kali ini kompetisi melibatkan tim semi amatir. Namun, terjadi penurunan peserta seiring berjalannya waktu.
Hal tersebut berujung perubahan format kompetisi. Anglo-Italian Cup juga mengalami empat perubahan identitas karena masalah sponsor. Dengan berbagai masalah, turnamen berlangsung hingga pertengahan tahu delapan puluhansebelum kembali vakum.
Popularitas sepak bola di Inggris kembali meningkat pada awal sembilan puluhan menyusul terbentuknya Premier League dan Liga Champions. Upaya menghidupkan kembali Anglo-Italian Cup mencuat dan ajang kembali bergulir lagi.
Sayang problema tetap muncul. Salah satunya format rumit pada kualifikasi
Terjadi pula keributan di lapangan pada laga Ancona vs Birmingham City. Seluruh pemain adu jotos, dengan pelatih Ancona ikut berjibaku.
Pada akhirnya usia Anglo-Italian Cup tidak bertahan lama. Kompetisi tidak mampu bersaing dengan Premier League dan Liga Champions..
Meski begitu, ajang ini tidak melulu meninggalkan kesan negatif. Suporter Swindon Town memiliki kenangan menaklukkan Juventus. Begitu pula Carlisle United yang menaklukkan AS Roma di Olimpico.