Hari-hari ini saya terus digoda keinginan tahuan tentang gelembung investasi Uni Emirat Arab di Pulau Banyak yang dikoarkan pejabat dan dikutip media dalam sorak berita berkelas teri dengan style “hard news.”
Tempik sorak berita lima w tanpa ditambah satu h yang menggoda “kesombongan” saya sebagai jurnalis gaek yang “sok tau,” bukan tahu. Kesombongan yang menjalar keubun-ubun dan mendidih dalam jurus liar pencarian sumber yang sahih.
Mencari sumber yang sahih di zaman now ini bukan hal sulit. Tersedia akses kemana saja. Bisa klarifikasi dan konfirmasi lewat wa. Ada akses video call atau pun zoom untuk memastikan sumber yang diminta klarifikasi dan konfirmasi yang hadir seutuhnya dalam bentuk gambar.
Disana kita bisa melihat ekspresinya mereka yang diwawancarai.
Apakah jujur atau gombal.
Saya tidak ingin menuduh semua pejabat itu gombal. Tapi, paling tidak, dari wawancara terbuka itu saya bisa mendengar intonasi suaranya dikaitkan dengan mimik wajahnya dalam menyampaikan keterangan.
Sebab, yang saya baca dari berita sekelas “hard news” di media online, sebagian mereka yang ditanya lebih banyak mengulang turunan pernyataan dari “atas.”
Turunan pernyataan yang itu ke itu saja. Mengulang ulang. Tanpa sebuah ide kreatif yang mengusik dari sebuah investasi semacam resort dengan problematik sejibun
Problematik yang dialurkan pada bentuk penjelasan berakurasi tinggi Problematik yang memberi akses jalan keluar secara cerdas.
Problematik yang di road map kan bersama target-target yang tersusun rapi.
Lantas apa saja turunan pernyataan yang menyangkut gelembung investasi resort Abu Dhabi di Pulau Banyak yang banyak di ulang-ulang?
Saya bisa menyebutkan salah satunya.
Itu lho, pernyataan Luhut Binsar Panjaitan. .
Luhut, menteri dengan banyak embel-embel penugasan, lewat bicaranya beraksen batak kental itu memang baru saja datang ke Aceh dan mendengungkan gelembung dalam bentuk pernyataan bahwa investasi Abu Dhabi itu nilainya berjibun
Angka lima ratus juta dollar disebutnya bakal mengalir ke pulau Banyak dalam bentuk infrastruktur resort dan berbagai sarana pendukung lainnya.
Bahkan, secara benderang, Luhut bilang, resort pulau banyak akan menjadi tempat tetirah santai dan istimewa emir Abu Dhabi, kelak
Kata kelak ini, tentu masih belum dalam bentuk “cet bumi.”
Masih “cet langet”
Sebagai wartawan yang pernah menggawangi desk ekonomi bisnis tentu saja saya paham tentang sebuah investasi beserta detail isian yang akan ter cantum dalam road map-nya nanti
Saya belum melihat bentuk “road map”nya. Walaupun dalam rencana yang butuh banyak revisi bila ingin difinalkan bersama investor.
Untuk itu, kemarin saya menelepon pejabat parawisata dan industri kreatif. Namanya Reza Pahlevi. Ia sangat saya kenal sebagai aparat yang sangat santun.
Meniti karir sebagai aparatur sipil dari dasar di Banda Aceh, jenjang karirnya terus menanjak hingga ke dinas pariwisata provinsi. Ia meniti karir sebagai pejabat tanpa ngoyo Hingga kini ia bertengger di kementerian, sebagai anak buah Sandiaga Uno.
Saya tahu Ia pernah ditugaskan sebagai pejabat mengawangi investasi dan pengembangan pariwisata di kalimantan dan sulewasi. Kini ia menggawangi Sumatera, plus pimpinan proyek restorasi wisata Danau toba.
“Sekarang tidak lagi, Pak!” katanya ketika saya candai dengan kalimat hura.
Reza inilah yang saya konfirmasi tentang pulau Banyak yang gelembung pemberitaanyya sangat sexi itu.
Semula ia keberatan. Tapi setelah saya katakan hanya discuse ia mau juga ngomong. Ngomongnya selalu menghadirkan tabir. Kerana saya janji dia bukan sebagai sumber tulisan untuk dijadikan kutipan.
Dalam percakapan itu saya bicara juga tentang gelembung investasi. Tapi dia memotong dengan kalimat pendek,” nggak lah Pak.”
Dengan Reza saya bicara tentang berbagai hal sebuah investasi wisata. Tentang prospek kedepan. Tentang lahan, tenaga kerja dan banyak lagi.
Tentu dalam tulisan ini tak perlu saya ungkapkan karena ia bukan pejabat yang lpunya kapasitas sebagai sumber.
Dari dia juga saya dapat nama seorang anak muda bernama Martunis. Ia pejabat yang menggawangi investasi di Aceh. Saya memang belum bicara intens dengannya. Masih menunggu jawaban. Maklum sebagai aparat dia kan sibuk.
Sebelum semua ini, saya angkat dalam tulisan juga telah bicara dengan pejabat di Singkil dan pejabat di Aceh lainnya. Semuanya hambar. Semuanya menadai bicaranya dari tolok ukur gelembung.
Gelembung lima ratus juta dollar, atau nilai rupiahnya tujuh koma satu triliun. Gelembung “cet langet” resort mewah plus infrastrukturnya.
Dan entah apalagi.
Hari ini saya memang belum bicara tentang prospek pulau Banyak yang indah itu. Pulau Banyak yang tetap menggoda para “backpeaker” bule beravanturir lewat “diving” dan snorkeling yang bagi mereka bak di surga.
Bule yang dulunya berpayah-payah terbang dari polonia ke lapangan terbang “cepek” di rimo lewat pesawat carteran “smac” untuk kemudian mencarter perahu nelayan di Pulau Sarok agar bisa menyebarang ke pulau palambak, pulau balai, pulau panjang atau ujung sialit hingga ke bangkaru mencari jejak penyu belimbing.
Ataupun menyaksikan migrasi paus di lepas laut yang Masya Allah asiknya.