Lionel Messi sulit menolong Argentina di Piala Dunia karena dirinya tak bisa membelah diri seperti halnya tokoh ninja dalam komik, Naruto.
Di sebuah desa bernama Konoha, yang tentunya merupakan cerita fiksi, hiduplah ninja bernama Naruto Uzumaki. Dia sejatinya merupakan ninja penuh bakat namun adanya siluman rubah ekor sembilan atau kyubi dalam tubuhnya membuat ia kesulitan mengontrol cakra atau energi, semasa kecil.
Lewat perjuangan gigih, Naruto mampu jadi ninja terhebat. Di awal kiprahnya sebagai ninja, salah satu jurus yang dikuasai oleh Naruto adalah Kage Bunshin No Jutsu alias jurus memperbanyak diri.
Jurus ini yang kemudian punya peran penting terhadap perkembangan jurus-jurus Naruto seperti Rasengan dan lainnya.
Di tempat lain, di dunia nyata, tepatnya di Kazan Arena, pemain sepak bola terbaik di dunia bernama Lionel Messi tertunduk lesu.
Ia baru saja gagal membawa negaranya lolos ke babak perempat final Piala Dunia. Tak ada tangis berlebihan karena Messi mungkin sadar timnya sudah berjuang hingga batas kemampuan.
Messi adalah tumpuan utama timnas Argentina. Sebelum berbicara kekalahan Argentina, patut diingat bahwa tanpa Messi, Argentina tak akan mungkin mengalami kekalahan di Rusia.
Ya, karena Argentina tak akan lolos ke Piala Dunia bila tak ada hattrick Messi di laga terakhir kualifikasi Piala Dunia.
Messi hanya mencetak satu gol plus dua assist di Piala Dunia kali ini. Catatan itu jelas tak menggambarkan sosok Messi sebenarnya yang dikenal buas di gawang lawan dan mudah saja mencetak gol demi gol.
Messi di Argentina bukanlah Messi di Barcelona.
Perbedaan cara main begitu terlihat jelas dalam balutan dua seragam tersebut. Messi ingin dirinya bisa bermain seperti di Barcelona, namun rekan setimnya tak banyak yang mengerti maksud dan keinginannya di lapangan.
Messi ingin bisa membelah diri, namun ia tak punya jurus kage bunshin no jutsu layaknya Naruto.
Dari statistik yang ada di sepanjang Piala Dunia, Messi hanya melepaskan enam tembakan tepat sasaran. Jumlah tersebut tentunya terbilang minim bagi ukuran Messi yang rutinitasnya di Barcelona adalah mencetak gol demi gol.
Messi kesulitan mendapatkan ruang terbuka dan kesempatan untuk menembak ke gawang. Ada dua alasan di balik hal itu. Pertama, Messi dijaga ketat, bahkan 2-3 orang sepanjang pertandingan. Yang kedua, Messi tidak mendapatkan bola di tempat yang ia inginkan.
Soal penjagaan ketat, Messi sudah sering menerima perlakuan tersebut di Barcelona. Namun pada akhirnya, Messi lebih sering lolos dari situasi sulit itu dan mencatatkan namanya di papan skor.
Dalam perjalanan karier di Barcelona, Messi punya Xavi Hernandez dan Andres Iniesta yang sering menyuplai bola pada dirinya.
Xavi dan Iniesta bisa membaca pergerakan Messi dengan baik sehingga mereka mampu mengirimkan umpan terobosan yang membuat Messi ada di posisi bebas.
Bukan hanya gelandang jenius macam Xavi dan Iniesta saja yang mengerti benar pergerakan Messi, melainkan juga pemain-pemain lain macam Dani Alves dan Jordi Alba.
Kemampuan rekan setim menghafal gerak-gerik dan kebiasaan Messi membuat Barcelona bisa menarik keluar semua potensi yang ada dalam diri Messi.
Di timnas Argentina, Messi sulit untuk mendapatkan pengertian yang ia inginkan. Gerakan-gerakan kecil Messi sebelum ia melakukan sprint ke daerah kosong tidak bisa disimak dengan baik oleh pemain-pemain Argentina lainnya.
Momen terbaik yang diinginkan oleh Messi adalah pada saat Ever Banega mengirimkan umpan panjang yang lalu diubah jadi gol oleh Messi. Di luar itu, Messi sangat sulit mendapatkan pasokan bola matang.
Messi kemudian coba bergerak ke sisi kiri pertahanan dan bermain lebih melebar. Namun usaha Messi juga tak berujung baik. Ia tetap tak bisa mendapatkan aliran bola sesuai yang diinginkan.
Situasi di lini depan makin diperparah oleh lini tengah dan belakang. Gelandang dan bek Argentina selalu dalam kondisi panik. Mereka tidak bisa tampil tenang dan mengelola permainan dengan baik.
Yang sering dilakukan gelandang-gelandang Argentina adalah mengumpan dengan buru-buru dan terlalu mencari Messi di tiap kesempatan. Akhirnya alur serangan Argentina bisa dengan mudah ditebak.
Melihat bola jarang datang kepada dirinya dalam posisi yang bagus, Messi kemudian coba turun dan membantu menyusun serangan.
Pada akhirnya keputusan ini membuat Messi tidak bisa bergerak mencari peluang karena dirinya yang membawa bola dari tengah lapangan.
Keputusan Messi tersebut juga tak selaras dengan formasi awal Jorge Sampaoli yang meminta Messi bermain sebagai penyerang atau false sembilan dalam laga lawan Prancis.
Lionel Messi mirip dengan LeBron James di final NBA lalu. James berusaha sendiri mengangkat performa Cleveland Cavaliers. Ia membawa bola, mengatur serangan, dan jadi pemain yang paling banyak mencetak poin.
Namun situasi Messi di lapangan sepak bola jelas lebih rumit. Ia tak mungkin bisa berlari dari tengah lapangan dan menembakkan bola ke gawang, seperti yang dilakukan James di lapangan basket, pada tiap serangan.
Buruknya pertahanan Argentina juga turut menambah beban pikiran Messi. Bek-bek Argentina sering terlalu cepat membuat pelanggaran untuk menghentikan serangan lawan.
Kaki-kaki lambat yang dimiliki bek-bek Argentina membuat Messi terpaksa terlalu sering ikut turun ke lini pertahanan.
Jadi, bagaima mungkin Messi bisa melaksanakan semua tugas, mulai dari bertahan, mengkreasi serangan, memberi assist, dan mencetak gol di saat bersamaan bila ia tak bisa membelah diri?
Bila Naruto yang bisa kage bunshin no jutsu saja butuh bantuan teman-temannya dalam perang terakhir, lalu bagaimana mungkin Messi yang tak punya jurus itu bisa sendirian mengangkat performa Argentina ?
Dengan semua keterbatasan yang dimiliki skuat Argentina, wajar bila Messi tidak bisa mengeluarkan semua kemampuan terbaiknya.
Namun apakah itu berarti Messi sama sekali tak punya andil dalam kegagalan Argentina?
Tentu saja ada. Sebagai pemain terbaik di dunia, Messi tidak bisa beradaptasi dengan timnas Argentina.
Pelatih Argentina, Jorge Sampaoli terlalu menitikberatkan permainan tim pada Messi. Siapapun yang ada di dalam tim Argentina, mereka harus bisa melebur dengan gaya main Messi.
Dalam perjalanan kariernya, Messi hanya membela Barcelona. Hal ini yang kemudian membuat dirinya terbiasa dengan pola main yang sama, terus-menerus, bertahun-tahun.
Memang ada banyak pemain yang keluar-masuk dari Barcelona, namun Blaugrana selalu punya identitas permainan yang sama.
Mereka yang masuk ke Camp Nou, adalah mereka yang harus beradaptasi dengan gaya main Barcelona. Dengan kondisi itu, maka Messi dalam zona nyaman pada cara bermainnya dari tahun ke tahun.
Messi sudah berusia tiga puluh satu tahun dan bisa jadi ini adalah Piala Dunia terakhir dalam karienrya.
Meski demikian, masih ada peluang kecil baginya untuk kembali tampil empat tahun kemudian, namun tentunya dengan porsi dan beban yang jauh lebih kecil dibandingkan saat ini.
Sudah saatnya Messi bertindak seperti para Hokage di kisah Naruto, percaya bahwa mimpi dan harapan bisa diwariskan.
Untuk kasus ini, hal yang dimaksud adalah impian Messi membawa Argentina juara Piala Dunia untuk ketiga kalinya.