Tabel klasemen menunjukkan bahwa Louis van Gaal telah membuat kemajuan di Manchester United, tapi sekadar memenangkan pertandingan saja tidak cukup bagi publik Old Trafford.
Diasuh oleh van Gaal, United kini hanya kalah sekali dari delapan belas pertandingan terakhir, berada di peringkat tiga klasemen Liga Primer Inggris, terpaut lima angka di belakang Manchester City dan beberapa langkah lagi bergabung dengan kawanan tim elit Eropa lainnya di Liga Champions.
Meski demikan, para suporter yang dalam dua tahun terakhir menantikan para pemain kelas dunia bisa menunjukkan teknik mereka di Old Trafford dan kompetisi Eropa, merasa bahwa mereka sedang menonton para pemain kelas dua.
Pelatih sekelas van Gaal pun sampai membawa berlembar-lembar kertas di sesi jumpa wartawannya untuk memberikan pembenaran atas gaya bermain timnya, setelah manajer West Ham United, Sam Allardyve, berkata bahwa United bermain dengan taktik bola-bola panjang.
Meski van Gaal mampu mengarahkan United ke jalan yang tepat, ia sendiri belum mampu meredakan krisis identitas yang bermula ketika Alex Ferguson memutuskan untuk pensiun pada 2013.
Dalam dua puluh enam tahun kepemimpinan Ferguson, Man United sering kali bermain dengan gaya yang diinginkan oleh legenda Setan Merah, Matt Busby.
“Di Manchester United, kami membidik kesempurnaan. Jika gagal, kami cukup puas jika bermain dengan hebat,” demikian pernah dikatakan Busby, salah satu manajer terbaik dalam sejarah United.
Gaya bermain menyerang secara cepat dengan bola mengalir menjadi khas United.
Di era Ferguson, para pemain boleh saja bergonta-ganti namun cara bermainnya tetap sama. “Jika Anda mencetak gol, maka kami akan mencetak lebih banyak lagi,” menjadi etos bermain tim-tim terhebat Man United.
Para pecinta sepak bola menyerang pun akan terpuaskan ketika melihat aksi Andrei Kanchelskis, Ryan Giggs, Paul Scholes, Eric Cantona, David Beckham, dan Cristiano Ronaldo.
Kini semuanya menjadi sedikit kaku dan membosankan.
Wayne Rooney, yang ditempatkan van Gaal sebagai gelandang, terlihat tersesat, sementara Robin van Persie tak mendapat pasokan umpan. Angel di Maria dan Falcao pun sering kali tak terlihat.
Tak ada kepemimpinan di atas lapangan. Dua gol United pun datang dari bek tengah Chris Smalling yang seharusnya tidak pantas mendapatkan tempat di tim inti.
Setidaknya van Gaal jujur dengan pernyataannya.
“Permainan kami tidak bagus,” kata van Gaal setelah kemenangan lawan Burnley. “Para suporter mencemooh kami saat turun minum (meski kami dalam posisi menang) dan ini pertama kalinya saya mendengar hal tersebut.”
“Saya senang kami menang saat kami tidak bermain bagus. Namun saya tidak melihat kemajuan sama sekali dan hal ini tidak baik.
“Burnley menjadi tim yang lebih baik, mereka memainkan umpan-umpan pendek, dan kami tidak melakukannya.”
United baru saja mengumumkan penurunan pendapatan sebesar 12 persen pada setengah musim pertama ini, akibat tidak lolos ke Liga Champions.
Jadi, jika van Gaal mampu membuat Man United kembali berlaga di Eropa, maka target pertama untuknya akan tercapai.
Namun, dengan skuat yang hanya mampu menunjukkan kualitas permainan seperti musim ini, van Gaal tampaknya membutuhkan dana transfer gemuk untuk mengembalikan reputasi Man United sebagai tim penghibur terbaik dari tanah Inggris.