Tidak mudah bagi Liverpool untuk memenangkan laga melawan AFC Wimbledon, Selasa dinihari WIB, 06 Januari 2015, babak ketiga Piala FA, di Cherry Red Record Fan Stadium. Klub Divisi Empat itu “melawan” lewat geliat permainannya yang ketat, keras dan berjibaku dan akhirnya kalah dua gol berbanding satu.
Kekalahan AFC Wimbledon, seperti ditulis di banyak media Inggris, hanya dari Stevan Gerrard. Karena dua gol Liverpool datang dari gelandang elegen yang akan meninggal “The Reds” diakhir musim ini.
“Gerrard memenangkan laga ini,dan dia menginginkan sebuah trofi kenangan untuk bisa meninggalkan Anfield dengan damai,” tulis “Daily Mail” dalam kalimat sendu tentang dua gol Gerrard ke gawang Wimbledon.
“Steven Gerrard pahlawan kemenangan Liverpool. Dan sangat menikmatinya dan mempunyai impian impian besar di Piala FA musim ini,” tulis surat kabar Inggris lainnya, “The Mirror.”
Sepasang gol tersebut makin terasa spesial lantaran tercipta hanya beberapa hari setelah Gerrard memutuskan untuk pergi dari klub akhir musim ini.
Gerrard, yang sudah menjadi bagian dari Liverpool sejak usianya delapan tahun, mengaku bahwa Piala FA adalah salah satu turnamen paling berarti dalam kariernya. Oleh karenanya, dia tidak mau main-main, meski lawan yang dihadapi berasal dari divisi empat sekalipun.
“Jika saya tak jadi pemain, mungkin saya berada di tribun untuk tim. Jadi, saya tahu bagaimana pentingnya turnamen ini untuk tiap-tiap suporter,” ujarnya kepada BBC.
“Itulah mengapa saya selalu berusaha memberikan yang terbaik. Saya tahu bahwa sulit untuk begitu di tiap laga. Tapi, entah itu melawan AC Milan di Liga Champions atau Wimbledon, saya akan selalu berusaha memberikan yang terbaik.”
“Saya selalu menikmati Piala FA. Saya tumbuh besar mencintai kompetisi ini. Ini akan jadi terakhir kalinya saya bermain di turnamen ini, jadi saya akan berusaha main semaksimal mungkin dan berusaha melaju sejauh-jauhnya.
Dia pun mengakui bahwa Wimbledon cukup menyulitkan The Reds.
“Kami sudah menyangka mereka bakal menyulitkan kami. Itulah indahnya Piala FA.”
“Tidak peduli seperti apa hasil di liga atau di divisi berapa sebuah tim bermain, performa di liga seperti jadi tidak penting. Setiap pertandingan berlangsung setara,” kata Gerrard.
“Saya selalu menikmati Piala FA. Saya tumbuh dengan mencintai kompetisi ini. Dan, Piala FA musim ini akan jadi yang terakhir saya, sehingga saya berusaha selalu tampil maksimal,” kata Gerrard dilansir Soccerway, Selasa 06 Januari 2015.
“Bolton di babak berikutnya akan menjadi ujian sulit lainnya buat kami. Tetapi, memenangi kompetisi ini adalah impian kami dan saya berharap bisa merealisasikannya,” lanjut Gerrard.
Sementara itu manajer Liverpool, Brendan Rodgers, memberi kredit tersendiri untuk AFC Wimbledon. Meski akhirnya sukses menundukkan Wimbledon, Rodgers mengakui bahwa timnya mendapatkan perlawanan sulit.
Bertanding di Kingsmeadow, Kingston upon Thames, London, Selasa dinihari WIB, Liverpool tampil dominan atas tuan rumah. Namun, ada beberapa momen di mana Wimbledon membuat pertahanan Liverpool bekerja ekstra-keras.
Contohnya adalah ketika beberapa kali menghadapi sepak pojok di babak pertama. Salah satu sepak pojok tersebut kemudian berbuah menjadi gol yang dilesakkan oleh Adebayo Akinfenwa.
Rodgers mengakui, beberapa tekanan yang dilakukan Wimbledon juga tercipta karena kesalahan pemain-pemainnya sendiri. Di luar itu, permainan Wimbledon yang mengandalkan fisik juga membuat timnya terganggu.
“Pertandingan tadi sungguh berat. Selamat buat AFC Wimbledon, mereka benar-benar membuatnya jadi laga yang amat berat,” ujar Rodgers kepada BBC.
“Kami memulai pertandingan seperti yang kami inginkan, mengendalikan jalannya laga. Tapi, kami kehilangan bentuk di tengah laga. Kami kemudian memberikan mereka hadiah dengan begitu saja memberikan mereka bola.”
Liverpool kemudian berbenah. Meski tetap mendapatkan tekanan dari tuan rumah, Rodgers menyebut bahwa timnya bermain lebih baik di babak kedua
“Cara mereka bermain dengan mengandalkan fisik benar-benar membuat kami tertekan. Kiriman bola ke depan yang mereka lakukan juga bagus.”
“Secara konsisten, mereka mengumpankan bola ke dalam kotak penalti kami dan tentu saja itu bisa mengancam. Dalam situasi seperti itu, kami tidak merasa nyaman.”
“Saya harus memberikan pujian kepada pemain-pemain saya, mereka menunjukkan karakter kuat. Di babak kedua, seharusnya kami bisa menciptakan dua atau tiga gol tambahan,” kata Rodgers.
Di babak kedua, beberapa peluang Liverpool gagal berbuah menjadi gol lantaran penyelesaian akhir yang buruk. Dua peluang, yang didapat Lazar Markovic dan Rickie Lambert lewat tendangan dari dalam kotak penalti, gagal lantaran dihalau kiper tuan rumah, James Shea.