Siapa yang bisa membantah Neymar bukan “superhero.”
“Ya. Dia selalu menginspirasi kami di setiap laga,” ujar Thiago Silva dengan jujur kepada Sky Sports.
Lantas Anda percaya Brasil tetap sebuah tim serangan mematikan meski tidak lagi diperkuat Neymar?
Silva dengan suara merendah mengatakan, “sulit.”
“Tapi kami adalah sebuah ‘brasil’ yang mampu keluar dari kesulitan,” tutur Silva tentang laga perempat final timnya melawan Paraguay di Copa America.
Brasil memang sudah kehilangan Neymar dan kiprah superstar Brasil itu di Copa America 2015 dipastkan berakhir setelah mendapat larangan bermain empat pertandingan usai mendapat kartu merah di laga melawan Kolombia plus melecehkan wasit.
Selecao tidak akan melakukan banding dan dipastikan bertarung di perempat-final Copa America tanpa sang kapten.
Meski demikian Silva tidak melihat absennya Neymar mengurangi kekuatan Brasil.
“Neymar sangat penting bagi Brasil,” kata Silva saat konferensi pers.
“Aksinya bersama Barcelona jadi bukti kemampuan hebat Neymar. Tetapi Brasil tetap berbahaya tanpa Neymar.”
“Kami sudah melewati momen buruk dan sangat bagus menghadapi bola-bola mati.. Kami akan mencoba melangkahkan kaki ke babak empat besar untuk menjadikannya aksi spesial.”
“Neymar memberikan perbedaan,” puji Dunga kepada wartawan setelah timnya menaklukan Venezuela untuk menggapai perempat final menghadapi Paraguay tanpa Neymar.
Sebelum Copa Amerika dihelat Neymar sudah berjanji akan membawa Brasil sebagai juara.
Tapi semua itu musnah bersamaan adanya kryptonite yang meledak dalam diri Neymar.
Sang superhero menunjukkan sisi kerentanan yang dimilikinya dalam laga kedua Grup C, Rabu malam lalu. Kembali menghadapi Kolombia di ajang kompetitif setelah laga perempat-final Piala Dunia tahun lalu, serta dihantui trauma cedera akibat terjangan Juan Zuniga, Neymar lepas kendali.
Kedua tim saat itu sama-sama menerapkan permainan pressing dan memperketat penjagaan di wilayah kotak penalti masing-masing. Bedanya, Kolombia lebih sering sukses merebut bola di area tengah.
Neymar tidak berkutik. Apalagi Kolombia tampil lebih kolektif daripada Brasil. Seperti tidak ada dukungan yang diberikan kepada Neymar seperti yang dirasakannya jika tampil bersama Barcelona.
Rasa frustrasi pun kian memuncak. Sebuah kartu kuning dilayangkan wasit Enrique Osses kepadanya setelah dianggap melakukan handball dengan sengaja.
Brasil harus mengakui keunggulan Kolombia lewat gol semata wayang Jeison Murillo. Neymar rupanya belum puas. Kapten dan superhero Brasil ini memicu keributan dengan Murillo dan Carlos Bacca usai peluit panjang dibunyikan. Alih-alih sportivitas antartim, penonton disuguhkan adegan laga di akhir pertandingan.
Osses tanpa ampun mencabut kartu merah dari sakunya untuk Neymar dan Bacca. Belakangan terungkap pula Neymar mengeluarkan sumpah serapah kepada pengadil serta pemain lawan. Keributan di atas lapangan berlanjut hingga ke kamar ganti stadion.
Conmebol pun bertindak tegas dengan menjatuhkan sanksi empat pertandingan kepada Neymar plus denda sebesar sepuluh ribu dollar.
Praktis, Neymar tak bisa lagi dimainkan hingga turnamen selesai. Dia dipersilakan mengepak barang dan menyusul Suarez liburan. Tragis, sang pahlawan yang diharapkan memegang peran utama malah tampil cameo.
Simpati, dan juga ledekan, mengalir untuk Neymar.
Yang saya tahu kartu kuning pertama tampak tidak adil karena handball Neymar tidak disengaja. Dia kehilangan keseimbangan setelah menyundul bola dan malah menghantam tangannya. Buat saya, itu bukan kartu kuning,” ujar mantan pelatih Neymar di musim pertamanya di Barcelona, Gerardo Martino, yang kini menukangi Argentina.
“Wasit harus berhenti berpikir kalau mereka bertindak sebagai pahlawan,” raung Dani Alves. “Pahlawannya bukan mereka. Mereka di lapangan untuk mengendalikan pertandingan. Kami sudah terbiasa di Amerika Selatan sini, semua orang tidak berpihak pada Brasil.”
Faustino Asprilla, legenda Kolombia, tak mau ketinggalan pesta. “Neymar adalah kebohongan dalam sepakbola. Sudah Neymar, pindah saja ke Hollywood!” bilangnya.
Kini Dunga harus memikirkan taktik Selecao tanpa Neymar. Persis menghadapi lawan yang sama tahun lalu, Brasil kehilangan mojo di Piala Dunia setelah Neymar absen dan tersingkir di babak semi-final menghadapi Jerman.
“Itulah sepakbola. Neymar adalah representasi sepakbola dunia. Perhatian kepadanya sungguh besar. Semua pecinta sepakbola senang menyaksikannya di atas lapangan seperti halnya Messi, Angel Di Maria, Alexis Sanchez… Pertandingan akan menjadi lebih baik dan berkualitas,” ujar Dunga setengah menyesal.
“Mereka memberi dua puluh tendangan kepada Neymar dan dalam sebuah situasi saat badannya tidak stabil, tangannya menyentuh bola dan dia menerima kartu kuning. Jadi saya punya pertanyaan, siapa yang lebih pantas diberi kartu kuning, pemain yang kehilangan keseimbangan atau mereka yang menendangnya?”
Kolektivitas yang diperkenalkan Dunga sebenarnya pantas dipuji. Selecao ala Dunga tidak mengenal kebintangan meski kepiawaian individual para pemainnya, seperti Neymar, kerap menjadi pemecah kebuntuan. Namun, Kolombia memberikan Dunga pelajaran yang berharga.
Philippe Coutinho atau Douglas Costa? Dua pemain ini punya keterampilan individu yang mumpuni, tapi belum memiliki mojo yang cukup dalam menentukan nasib Brasil di pentas internasional. Mereka bukan lah superhero seperti Neymar.
Segala keputusan di tangan Dunga dalam melanjutkan cerita petualangan Brasil di Copa America tahun ini tanpa pahlawan utamanya.
Ditulis oleh Darmansyah, Pengamat Sepakbola