Hari ini, Jumat, 03 Juni 2016, gabungan tim investigasi kepolisian Minneapolis, merilis hasil penyelidikan terhadap kematian Prince dengan sebuah pernyataan bahwa legenda musik itu meninggal karena kecelakaan.
“Overdosis,” tulis rilis tim investigasi itu.
Dalam pemeriksa medis, yang menjadi dsar penyidkan, bintang pop itu meninggal karena kecelakaan overdosis obat penghilang rasa sakit fentanyl.
Sebelumnya diberitakan Prince meninggal akibat overdosis percocet.
Ia juga dikabarkan mengalami kecanduan obat penghilang rasa sakit.
Namun, pemeriksa medis mengatakan overdosis itu hanya kecelakaan biasa.
Dalam penyidikan terhadap kematian Prince ini petugas melakukan pekerjaannya dengan sangat hati-hati akibat simpang siurnya berita yang muncul.
Untuk itulah tim memerlukan waktu sampai empat puluh hari, sejak ditemukan tewas di kediamannya pada 21 April lalu, agar bisa lebih akurat.
Aakhirnya, petugas autopsi mengumumkan penyebab kematian Prince.
Dalam laporan yang dirilis oleh The Midwest Medical Examiner’s Office, Minnesota, tim autopsi menemukan bahwa penyebab hilangnya nyawa sang superstar adalah konsumsi obat fentanyl yang digunakan tanpa resep dokter.
Menurut National Institute on Drug Abuse atau Badan Pemeriksaan Penyalahgunaan Narkotik, fentanyl merupakan obat yang mengandung opiate sintetik yang mempunyai dampak lebih kuat dari morpin.
“Umumnya, obat jenis ini digunakan untuk merawat pasien yang dalam keadaan sakit parah, atau menangani rasa sakit setelah operasi.”
“ Biasanya, obat ini juga dikonsumsi untuk merawat orang yang mengalami sakit kronis, yang secara fisik toleran terhadap opiate,” tulis penjelasan dalam situs resmi NIDA, seperti dikutip dari Washington Post.
Lengkapnya, dari laporan resmi yang dikeluarkan, kematian pemilik pria dengan nama lengkap Prince Rogers Nelson itu disebabkan oleh “keracunan fentanyl”, dan hal tersebut “terjadi karena kecelakaan”.
Musisi legendaris ini ditemukan tewas di rumahnya yang berada di pinggir kota Minneapolis. Prince meninggal pada usia lima puluh tujuh tahun.
Investigasi atas kematian Prince terkonsentrasi pada dugaan penggunaan obat peredam rasa sakit opioid, setelah ditemukan sebuah resep obat di kediamannya.
Kala itu, Prince sebenarnya juga telah dijadwalkan untuk bertemu dengan dokter spesialis yang akan menangani kecanduannya dengan obat penawar rasa sakit.
Di Amerika, fentanyl seringkali dijual dengan ilegal. Badan Penanganan Obat di sana pun mengatakan peningkatan kasus kematian karena overdosis erat kaitannya dengan naiknya penggunaan fentanyl.
Pihak kepolisian kini sedang mencari jejak dokter keluarga yang merawat Prince sebelum meninggal dunia, pada 21 April lalu.
Dikutip dari TMZ pada Rabu (11/5), sang “buronan” bernama Dr. Michael Todd Schulenberg yang sehari-harinya bertugas di North Memorial Medical Centre di Minneapolis.
Tidak hanya sosoknya, pihak berwajib juga mencari dokumen terkait pemeriksaan kesehatan Prince oleh Schulenberg.
Setelah Prince menutup mata, penyelidik sempat mewawancarai Schulenberg, yang mengaku merawat sang pelantun Purple Rain, pada 7 April dan 20 April.
Schulenberg juga mengaku memberikan obat resep untuk mengobati keluhan Prince.
Ketika Prince ditemukan tak bernyawa, Schulenberg sedang berada di rumahnya untuk memberikan hasil tes kesehatan. Belum diketahui apa hasil tes tersebut.
Dikutip dari Minnesota Star Tribune, Schulenberg sudah tidak lagi bekerja untuk North Memorial Medical Centre.
Tidak diketahui apa alasan Schulenberg mundur dari jabatannya. Ketika dihubungi oleh sebuah media massa Inggris pada Selasa (10/5), Schulenberg belum memberikan jawaban.
Sosok Schulenberg bisa dibilang kunci penyelidikan latar belakang kematian Prince.
Banyak yang menduga Prince meninggal dunia karena overdosis obat pereda sakit bernama Percocet, yang ditemukan di dalam tubuhnya.
Namun dugaan tersebut belum disebut sebagai alasan utama kematian sang legenda.