Polemik pemugaran makam almarhum Uje menemukan momentum baru dari sisi aturan pengelolaan pemakaman dengan munculnya penegasan Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, Yonathan Pasodung, bahwa pemugaran makam sang ustazd “gaul” itu telah melanggar peraturan daerah.
Dengan penegasan Yonathan itu, polemik pemugaran makam, yang sebelumnya menjadi ranah pertentangan antara Pipiek Dian Irawati, janda sang ustazd, dengan Umi Tatum-Aswan Faisal, ibu dan kakaknya, melebar tata cara yang diatur oleh pemerintah daerah.
Sebelum munculnya sisi aturan, seperti yang diungkapkan Yonathan sebagai pejabat yang berwenang atas pengelolaan makam, Pipiek sudah mengingatkan keluarga besar Uje agar pemugaran makam tidak mengesankan kemewahan dan hendaknya disesuai dengan makam-makam yang di pekuburan umum Karet Tengsin itu.
Keluarga besar Uje, yang diwakili oleh sang ibu dan kakaknya, Umi Tatum dan Aswan Faisal, yang inisiator pemugaran, malah menyerang Pipiek sebagai provokator karena dianggapnya menghasut orang untuk menentang rencana mereka.
Aswan Faisal malah sempat menyebut Pipiek, secara berulang-ulang sebagai mantan sitri Uje. Pipiek sendiri tidak mau menanggapi komentar sang abang dan mengambil sikap diam. Dalam pemugaran makam pun Pipiek tidak diikutsertakan.
Beberapa ustazd “seleb” yang selama ini dekat dengan Uje malah ikut-ikutan membetulkan kritikan Pipiek dengan menyebelah ke Aswan, yang juga berpredikat sebagai ustazd itu.
Yonathan, sebagai pejabat yang bertanggungjawab terhadap pengelolaan dan pengawasan makam di Jakarta mengatakan, “polemik tentang pemugaran makam Uje harus dikembalikan kepada peraturan.. Masalah pemakaman diatur dalam Perda No 3 Tahun 2007, tentang standarisasi makam.
Makam yang baik adalah makam yang tingginya tidak boleh melebihi 10 sentimeter, dan hanya ada plakat nisan di makam almarhum. Bukan seperti yang yang ada di makam Uje saat ini.
“Nah, makam yang ada di TPU Pemprov DKI Jakarta itu, standarnya dua meter kali satu meter, tingginya dari tanah 10 cm. Kemudian, di bagian kepala makam itu ada plakat nisan. Itu standarnya,” jelas dia
Sebagai Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, dia berharap makam Uje di Jakarta termasuk Uje bisa sesuai standar yang berlaku.
“Sehingga makam itu tidak hanya sekadar tempat memakamkan jenazah, bisa juga jadi ruang terbuka hijau, dan resapan air. Makanya dulu namanya pemakaman, sekarang namanya taman pemakaman umum. Kita buatlah standar seperti itu,” tutup Yonathan.
Diungkapkan juga, pengelola makam tahu pada saat pemugaran. Mereka tidak bertindak karena bisa menimbulkan ketidaknyamanan. Kepada pihak yang memugar telah diingatkan tentang standard makam seseorang di pemakam umum. Tapi mereka tidak mendengarkan dan terus melanjutkan kerjaan.
Yontahan mengatakan, saat makam Uje akan dipugar, pihak Pemda mengaku mengetahuinya. Namun, mereka tidak bisa melakukan apa-apa. Karena dikhawatirkan bisa menimbulkan kericuhan.
“Waktu dibangun marmer itu kan sifatnya knockdown. Jadi di luar sudah terbentuk, tinggal dipasang gitu saja. Waktu dipasang, banyak penduduk yang melihat enggak mungkin kita frontal menghentikan itu,” kata Yonathan .
Meski begitu, dia memastikan tidak ada pengecualin bagi makam yang berada di TPU di Jakarta. Semua makam yang berada di TPU harus mengikuti regulasi. Kita tidak ada pengecualian pajak terhadap setiap makam,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Yonathan berujar akan melakukan pendekatan persuasif kepada pihak keluarga agar mau mengikuti regulasi.
Pemugaran makam Uje, menurut sebuah sumber dilakukan seorang pengusaha marmer yang sangat mengidolakan sosok ustadz gaul itu sewaktu masih hidup. Tanpa mendapatkan persetujuan dari Pipiek, dia pun langsung berinisiatif memasang marmer hitam setinggi pinggang orang dewasa.
Akibat inisiatif pengusaha tersebut, hubungan keluarga mendiang Uje dan Umi Pipik sedikit merenggang. Umi Pipik tidak sepakat lantaran pemugaran yang dilakukan bertentangan dengan kesederhanaan Uje sewaktu masih hidup.