Sering mendengar kata hiperseks?
Dan apa yang terpikirkan dengan Anda dengan perkataan itu.
Kegilaan seks? Atau mereka yang kebutuhan seksnya over dosis.
Dan kapan pula sesorang bisa dikatakan hiperseks.
Menurut Kinsey Institute, bila seseorang melakukan hubungan seks yang diluar batas normal kebutuhan secara umum.
Jika frekuensi hubungan seks lebih dari angka yang me njadi patokan umum hal itu berarti abnormal.
Menurut terapis seks Dr Barry McCarthy, sebenarnya tidak ada patokan yang pasti yang dapat disebut sebagai frekuensi hubungan seks yang normal dan sehat.
“Hubungan seks disebut normal dan sehat jika kedua pihak sama-sama menikmati dan tidak menyebabkan gangguan fisik, mental, dan sosial, tidak peduli berapa kali pun Anda melakukannya,” ujar Dr Barry.
Karena kekuatan fisik, kemauan, dan kondisi setiap pasangan berbeda-beda, maka frekuensi hubungan seks mereka juga berbeda satu sama lain.
Jika ditempatkan dalam kerangka hubungan dengan pasangan, yang disebut hiperseks atau seks berlebih adalah ketika frekuensi hubungan intim yang dijalani tidak lagi memberikan kesenangan dan membuat sakit salah satu atau kedua belah pihak.
Hiperseks timbul, salah satunya, karena kecanduan seks. Ini tidak hanya diukur dari frekuensi hubungan dengan pasangan.
Masturbasi dan perilaku porno, seperti hobi menonton film biru, juga dapat dijadikan tolok ukur.
Jika frekuensi masturbasi dan mengonsumsi pornografi sudah menyakiti diri sendiri, bahkan ada yang sampai mengalami disfungsi ereksi dan lecet pada vagina, juga sudah mengganggu aktivitas sehari-hari, maka itu sudah dapat dikategorikan sebagai hiperseks. Selain itu, perilaku hiperseksual juga dapat mengakibatkan gangguan emosional.
“Pencandu seks sama dengan pencandu alkohol. Mereka cenderung tidak peduli jika kebiasaannya merusak banyak hal. Mereka mencari dan terus mencari untuk memuaskan dirinya sendiri,” kata Robert Weiss, terapis gangguan seksual dari Amerika Serikat.
Ada tiga ciri umum pencandu seks, yaitu hilang kontrol, terobsesi pada segala yang berbau seks, dan terus melakukan hal itu walau diri dan lingkungannya sudah dirugikan.
Tak jarang, mereka “rela” terlibat dalam transaksi seks ilegal asalkan nafsunya terlampiaskan.
Pencandu seks sangat dianjurkan untuk meminta bantuan kepada psikiater, psikolog, atau terapis.
Hal yang sama berlaku terhadap orang yang jarang melakukan seks karena ada masalah mental atau emosional di diri mereka.
Ini perlu dilakukan agar perilaku seksualnya kembali sehat dan normal, baik untuk diri sendiri maupun pasangannya.
Hiperseks, secara umum, dapat dikatakan sebagai keinginan seks yang tidak bisa dikontrol akibat adanya kelainan atau gangguan seks.
Jadi, bagaimana sebenarnya ciri atau tanda orang yang menderita hiperseks?
Hiperseks disebabkan karena dua faktor. Faktor fisik maupun psikis.
Dari aspek fisik, diakibatkan karena adanya peradangan di saluran kemih yang merangsang kerja saluran tersebut sehingga dapat membuat individu akan terus merasa haus untuk melakukan hubungan intim.
Peradangan ini harus cepat disembuhkan. Peradangan tersebut akan mempengaruhi hubungan seksual seseorang, antara lain mengganggu produksi hormon testosteron.
Dari aspek psikis, hiperseks bisa disebabkan karena adanya ketidaknyamanan dalam diri yang membuat individu terus merasa butuh akan kedekatan dengan pasangan.
Rasa untuk melakukan hubungan intim akan meningkat tajam.
Hal ini mungkin diakibatkan karena individu tersebut menderita konsep diri yang rendah, sehingga memiliki kekhawatiran dan ketakutan tidak mendapatkan cukup perhatian dari pasangan.
Akibatnya ia akan menutupi perasaan dengan menunjukkan bagaimana hebatnya ia di tempat tidur.
Penyebab lain, aktivitas seks dijadikan sebagai salah satu cara berkomunikasi. Karena menganggap diri tak mampu untuk membuka diri atau menjalin komunikasi dengan baik.
Jadi, seks dinggap sebagai sarana untuk melepaskan perasaan tegang, hingga melakukan aktivitas intim-intiman.
Seperti yang kerap terjadi pada para pekerja yang memiliki tingkat stres yang tinggi di kantornya, sehingga melakukan seks untuk melampiaskan rasa stres.
Adanya rasa tidak puas atau adanya masalah psikologis, yang menimbulkan kegelisahan secara terus-menerus, mengakibatkan susah tidur, dan cenderung marah tanpa sebab.
Kondisi seperti ini juga akan menyeret individu untuk terus mencari kepuasan dengan melakukan aktivitas seks.
Namun, sayangnya upaya untuk memenuhi kebutuhan seksual tersebut kerap ditempuh dengan cara yang kurang baik, melakukan perselingkuhan dengan maksud mencari pelampiasan lain untuk memenuhi kebutuhan seks yang tak terkontrol.
Hiperseks memiliki kecenderungan untuk berganti-ganti pasangan.
Merasa pasangannya tidak bisa lagi memenuhi keinginan seksnya atau merasa ‘kasihan’ oleh pasangannya.