Laman situs “mental ross,” secara mengejutkan membuka “iab” orang jujur dengan menuliskan, mereka sering mengumpat dan melontarkan sumpah serapah dengan kata-kata jorok.
Dalam kasus ini mereka bukanlah citra seorang yang cerdas dan inspiratif.
“Ya, siapa sangka bahwa kebiasaan mengumpat itu merefleksikan seseorang yang memiliki karakter diri penuh kejujuran,” tulis “mental rosss,” dalam edisi khususunya Rabu, 11 Januari 2017..
Informasi ini dirilis dalam jurnal Social Psychology and Personality Science berdasarkan studi dari University of Cambridge.
Studi yang melibatkan ratusan partisipan ini mendokumentasikan kebiasaan mengumpat mereka dalam keseharian dan pilihan kata-kata buruk yang mereka gunakan untuk melontarkan umpatan.
Selain itu seluruh partisipan diminta untuk mengisi kuesioner mengenai menyalahkan orang lain, sifat oportunis, dan culas dalam tes.
Hasilnya, mayoritas responden yang menghadapi masalah dan mengumpat saat tahap tersebut ditemukan jarang berbohong.
David Stillwell, penulis penelitian, mengatakan bahwa kala seseorang mengumpat, maka orang akan menyangka dia memiliki sikap yang tidak baik.
Namun, berdasarkan penelitian, mengumpat merupakan aksi kejujuran atas kendala yang mereka rasakan.
Mengumpat, kata Stillwell, menjadi respon paling jujur ketika seseorang menghadapi masalah.
Dia juga menyimpulkan sikap positif orang yang suka mengumpat tidak takut dianggap jelek dan buruk oleh orang lain.
Sifat berani tersebut merefleksikan sebuah kejujuran dalam bersikap.
Maka dari itu orang-orang yang suka mengumpat sangat sering diperangai punya tingkat kecerdasan rendah di karenakan kosakatanya terbatas.
Tapi menariknya, hasil studi psikologi kekinian justru menunjukkan sebaliknya.
Studi ini malah membuktikan bahwa orang yang suka mengumpat itu sebenarnya cerdas.
Tentu saja umpatan yangt sering dilontarkan orang cerdas mengejutkan secara umum.
Selama ini ada asumsi yang menyebutkan bahwa orang sering mengumpat karena mereka malas, tidak mempunyai pilihan kata yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya dengan lebih sopan, tidak terpelajar dan tidak mampu mengendalikan diri
Namun, sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah Language Sciences mengungkapkan bahwa semakin banyak umpatan yang kita lontarkan menunjukkan banyaknya perbendaharaan kata yang dikuasai.
Untuk melakukan studi ini, para peneliti dari Marist College dan Massachusetts College of Liberal Arts meminta para sukarelawan untuk melontarkan berbagai umpatan dan makian, termasuk nama binatang, kata-kata cacian dan lain-lain.
“Orang yang mempunyai perbendaharaan kata yang banyak, ternyata mempunyai koleksi umpatan yang banyak pula,” ujar Timothy Jay, Ph.D. yang melakukan penelitian itu, seperti dikutip dari EliteDaily.
Lebih lanjut sang peneliti mengungkapkan bahwa menguasai berbagai macam kata-kata umpatan merupakan penanda kecerdasan seseorang.
Karena itu, tahu dan bisa menggunakan umpatan dengan benar menunjukkan kemampuan intelektual seseorang.
Selain itu, seperti dipaparkan dalam situs majalah Men’s Health, ada berbagai manfaat mengumpat, yaitu:
Pada delapan tahun silam, Richard Stephen, Ph.D, seorang psikolog dari Keele University di Inggris mengungkapkan bahwa mengumpat bisa mengurangi rasa sakit.
Sekitar enam puluh tujuh orang peserta penelitian diminta memasukkan tangan mereka ke dalam air es selama mungkin.
Mereka diperbolehkan melontarkan makian dan juga kata-kata netral selama tangan ada di dalam air es itu.
Ternyata orang yang mengucapkan kata-kata makian mampu mempertahankan tangan di dalam air es lebih lama. Selain itu mereka juga dilaporkan merasa sedikit rasa sakit.
Penjelasan dari fenomena ini adalah bahwa mengumpat secara neurologis merupakan sebuah ungkapan agresi.
Sebuah laporan yang diterbitkan dalam Leadership & Organization Development Journal mengungkapkan bahwa dalam budaya kerja tertentu, makian bisa memperat pertemanan antarkaryawan.
“Mengumpat itu penting dalam membangun hubungan yang dekat, persahabatan atau keintiman dengan orang lain,” ujar Monika Bednarek, dosen senior ilmu linguistik di University of Sydney, kepada The Daily Beast
Mengumpat ternyata bisa membantu untuk mengungkapkan argumentasi dengan cara yang lebih efektif.
Para ilmuwan di Northern Illinois University melakukan penelitian yang meminta para mahasiswa piskologi untuk mendengarkan tiga pidato yang berisi permintaan untuk menurunkan biaya kuliah.
Para peserta penelitian ternyata memeringkat argumen yang diawali dan diakhiri dengan makian sebagai argumen yang lebih persuasif.
Namun, cacian dan makian itu hanya cocok untuk orang yang mempunyai pandangan yang sama.
Jika Anda mencoba meyakinkan orang yang tidak setuju dengan Anda, kata-kata kasar hanya akan memperkuat pandangan negatif mereka.