Setelah melewati retorika dan perdebatan panjang tentang status dan posisi PKS di Setgab Koalisi, akhirnya partai putih yang sedang dilanda “prahara” korupsi kuota impor daging sapi itu menyatakan kesiapan para menterinya di kabinet mengundurkan diri.
Pengunduran diri ini adalah konsekuensi dari menyempalnya PKS dari kesepakatan Koalisi yang mendukung kenaikan harga bahan bakar minyak dan bantuan lansung sementara untuk masyarakat yang terkena dampak kenaikan BBM itu.
Pernyataan “akan” mundurnya para menteri asal PKS di Kabinet SBY-Boediono itu dinyatakan, Wakil Sekretaris Jenderal PKS Mahfudz Siddiq. Menurutnya, pengunduran diri itu adalah konsekuensi dari menyempalnya partai berlabel dakwan itu dari Setgab.
“Jadi perlu saya jelaskan, tiga menteri PKS secara pribadi menyatakan siap mundur kalau memang harus mundur. Pak Suswono,(Menteri Pertanian, yang paling awal menyatakan mundur,” kata Mahfudz di DPR, Jakarta, Selasa.
Sat ini PKS sendiri masih menunggu soal keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk penarikan tiga menteri PKS ini. Menteri dari PKS adalah Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring, Menteri Pertanian Suswono dan Menteri Sosial Salim Asegaf Al-Jufry.
“Kita lihat keputusan SBY apakah akan menarik satu, dua atau semua menteri. Keputusan SBY ini akan dibawa ke dalam Majelis Syuro untuk meresponsnya,” kata dia.
Namun, keputusan dari SBY pun belum diputus. PKS sendiri dalam posisi yang tidak mau menduga-duga terkait penarikan menterinya yang ada di kabinet. “Jadi, kami tidak mau menduga-duga lagi sikap SBY,” tukasnya.
Meski para menteri PKS mendukung kebijakan kenaikan harga BBM, keberadaan PKS di koalisi tetap tak diinginkan. Sejumlah politisi Partai Demokrat bahkan meminta agar PKS tahu diri untuk mundur dari koalisi karena tak lagi sejalan. Jika PKS keluar dari koalisi, posisi ketiga menterinya pun terancam dicopot.
PKS memang sedang gairahnya bermain retorika usai tak sejalan dengan Koalisi. Mereka mempermainkan kata-kata dengan berupaya mempengaruhi publik seolah-olah mereka sedang dizalimi. Langkah ini, menurut para pengamat, tidak efektif karena orang tahu sejak dulu PKS selalu bikin ulah.