Faisal, tengah, berbaju tahanan warna biru, yang dikenal sebagai bandar narkoba sindikat Aceh, ketika menjalani rekonstruksi oleh penyidik BNN 15 Maret 2013 yang lalu.
Setelah delapan bulan ditangkap dalam sebuah operasi yang sangat rapi, 13 Maret 2013, ”mafioso” narkoba sindikat Aceh, Faisal, tetap kukuh mengatakan, harta miliaran rupiah yang ia miliki berasal dari uang halal.
Di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, 19 November 2013, lelaki asal Bireuen yang memiliki SPBU dan sederetan harta sejak dari Aceh, Medan, Jakarta dan Malaysia dengan nilai lebih dari Rp 40 miliar itu, lewat tim kuasa hukumnya, membantah harta kekayaannya memiliki hubungan dengan narkoba.
Perjalanan awal mula ia memiliki gelembung kekayaan puluhan miliar berasal dari bisnis halal. Ungkapan itu dinyatakannya di hadapan Majlis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diketuai Aswijon.
“Pada intinya, terdakwa memulai bisnis dari modal orang tua sebesar Rp 200 juta untuk membuka toko spare part mobil di tahun 2004,” ujar Faisal melalui kuasa hukumnya.
Keuntungan dari usaha tersebut hingga kini telah membuat Faisal memiliki harta sebesar Rp 8,6 miliar. Namun harta Faisal tidak hanya di situ saja.
“Pada tahun 2005 terjadi tsunami di Aceh. Terdakwa melihat peluang bisnis dan meminta bantuan modal kepada ayahnya. Tahun 2007, orangtua terdakwa memberikan seluruh tabungan sebesar Rp 5 miliar untuk membantu bisnis terdakwa,” ujar kuasa hukumnya.
Dengan uang sebesar itu, Faisal melihat peluang program pemerintah dalam memulihkan Aceh pasca tsunami. Ia pun membeli sejumlah alat berat seperti back hoe, pemecah batu, dan lainnya untuk disewakan.
“Dari tahun 2007 hingga sekarang, maka terdakwa memiliki keuntungan sebesar Rp 3,6 miliar dalam menyewakan alat-alat berat tersebut,” ujar kuasa hukum Faisal
Kesuksesan bisnis Faisal diakui sejumlah saksi yang sebagian adalah rekan bisnisnya. Salah satunya membuka jual beli mobil bekas, perusahaan CV yang bergerak di bidang jual beli hasil bumi, jasa pembukaan lahan sawit, investasi pabrik kaca di Johor Malaysia, dan broker properti di Malaysia.
Total dari bisnis-bisnisnya tersebut membuat Faisal memiliki harta sebanyak Rp 40 miliar lebih, belum termasuk dua bisnis yang disebutkan sebelumnya. Ia pun menyerahkan sejumlah pembukuan dan bukti-bukti pembayaran bisnisnya kepada majelis hakim.
“Perbuatan terdakwa tak memenuhi tindak pidana pencucian uang. Jaksa Penuntut Umum tak dapat membuktikan. Jadi mohon pertimbangan majelis hakim bahwa terdakwa berjasa membangun Aceh paska tsunami,” ujar kuasa hukum Faisal.
Kuasa hukum Faisal mengharapkan majelis hakim menganulir tuntutan JPU terkait 8 tahun penjara karena dakwaan harta kekayaan Faisal berasal dari bisnis narkotika. Namun ketua majelis hakim meminta waktu mempelajari bukti-bukti tindak pidana pencucian uang yakni pembuktian terbalik dari Faisal.
“Sidang ditunda Kamis 21 November 2013 dengan agenda putusan, pukul 10.00 WIB. Bukan hari Selasa karena kami harus pelajari buktinya,” tutup Aswijon.
Faisal, 35 tahun, yang disangkakan sebagai bandar narkoba asal Aceh yang ditangkap oleh BNN 13 Maret 2013. Ia memiliki kekayaan berlimpah yang tersebar sejak dari Bireuen, Aceh, hingga ke Malaysia dan Jakarta. Semua aset itu, menurut sebuah sumber dihimpun dari bisnis haramnya sebagai bos narkoba.
Penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian usai penangkapannya, Faisal memiliki 1unit SPBU di Bireuen, 4 unit ruko di Bireuen, beberapa bidang tanah, 1 unit hotel di Bireuen, 22 sertifikat tanah hak milik atas nama tersangka, dan berupa uang yang tersimpan di beberapa bank kurang lebih Rp10 miliar
Faisal yang berkepala plontos dan berwajah sederhana itu, lahir di Bada Barat, Aceh, pada 04 Januari 1978 Di kartu identitasnya ia mencantum pekerjaannya sebagai pedagang dan, kini, beralamat di Jl Mutiara, Lhoksumawe, Aceh.
Usai penangkapan, penggeledahan dan pemeriksaan awal terhadap dirinya oleh BNN, Faisal diduga telah berbisnis narkoba 2004. Dari bisnis itu, dia memiliki sejumlah aset yang besar nilainya.
Beberapa barang bukti yang kala itu berhasil disita BNN sejak penangkapan awal, Faisal memiliki beberapa unit ponsel, ATM dan buku rekening, 1 unit mobil Porche Panamera 3.6L AT tahun 2012 nopol B 99 FAI, 1 unit mobil BMW 640i putih tahun 2012, nopol B 99 FAL, 1 unit mobil Honda City hitam, uang Rp.35.027.000, dan uang RM 156.
“Total asetnya yang sudah disita hingga Kamis mencapai nilai Rp 38.240 miliar,” kata Deputi Pemberantasan BNN, Irjen Benny J Mamoto, seusai ia ditangkap.
Selain menangkap Faisal, aparat Badan Narkotika Nasional juga menangkap istrinya. Kepada penyidik, sang istri, juga bersikukuh bahwa uang hasil penjualan narkotika suaminya tersebut halal.
Penangkapan sang istri dilakukan di kediaman Faisal di Raflesia Hills Cibubur, 13 Maret 2013 lalu, setelah petugas menangkap aisal yang tengah asyik masyuk berbelanja kaos seharga Rp 8 juta di Mal Plaza Indonesia.
Bahkan, sang istri menyebut hasil transaksi narkotika yang turut dinikmatinya itu sebagai sesuatu yang halal. “Suami saya bilang uang hasil narkoba itu halal,” jelas Benny menirukan ucapan istri sang bandar.
Faisal diketahui menjalankan bisnis narkoba jenis sabu sejak 2004 lalu. Petugas mencokoknya berdasarkan pengembangan aliran uang dari bandar-bandar yang tertangkap di medio 2012 lalu. Diketahui, bandar-bandar yang tertangkap tersebut merupakan kaki tangan Faisal.